Tadabur Al Fatihah bagian ke 4
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Permintaan yang diajarkan Allah yang pertama adalah permintaan hidayah. Makna dari (الهداية) adalah petunjuk atau pertolongan untuk menjalankan ketaatan, sedangkan permintaan petunjuk dari orang yang telah mendapat petunjuk berarti ia meminta tambahan hidayah dari hidayah yang telah ada. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala: “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.” (QS. Muhammad : 17)
Imam Al-Ghazali, menyebutkan bahwa hidayah memiliki tiga tingkatan.
Pertama, memahami baik dan buruk, hidayah umum.
وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِۙ
"Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)," (Surat Al-Balad ayat 10).
Allah menganugerahkan hidayah jenis ini kepada segenap hamba-Nya, sebagian melalui jalan akal pikiran mereka dan sebagian lagi melalui lisan para utusan-Nya. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam Surat Fushshilat ayat 17.
وَاَمَّا ثَمُوْدُ فَهَدَيْنٰهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمٰى عَلَى الْهُدٰى
"Adapun kaum Samud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu."
Pada jenjang dasar ini, banyak pintu menuju hidayah terbuka mulai dari kitab suci, para rasul, dan akal pikiran. Hanya kedengkian, kesombongan, dan nafsu duniawi yang menutup pintu-pintu hidayah tersebut.
Kedua, cahaya ilmu dan amal saleh.
Hidayah ini berada pada satu tingkat di atas hidayah pertama. Hidayah ini dianugerahkan oleh Allah kepada sebagian hamba-Nya setelah melalui tahapan-tahapan dan sejauh kesiapan spiritual (berupa ilmu dan amal saleh) yang bersangkutan. Hidayah kedua ini merupakan buah dari mujahadah, latihan/tempaan spiritual.
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ
"Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (Al-Ankabut ayat 69).
Pada surat lainnya, Allah mengatakan:
وَالَّذِيْنَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى
"Orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka." (Surat Muhammad ayat 17).
Ketiga, cahaya alam kenabian dan kewalian.
Hidayah level ketiga ini berada di atas hidayah kedua. Hidayah ketiga ini merupakan puncak hidayah Allah. Cahaya hidayah ini memancar setelah kesempurnaan mujahadah/tempaan spiritual yang maksimal. Hidayah ini sangat mulia karena dinisbahkan kepada Allah.
قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰىۗ
"Katakan, ‘Sungguh, petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya);'" (Surat Al-An’am ayat 71).
Pada surat lain, Allah mengatakan sebagai berikut:
اَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَاَحْيَيْنٰهُ وَجَعَلْنَا لَهٗ نُوْرًا يَّمْشِيْ بِهٖ فِى النَّاسِ
"Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak (sama dengan orang yang berada dalam kegelapan?)" (Surat Al-An’am ayat 122).
Sebagian ulama membagi Hidayah ini menjadi 5 jenis :
1. Hidayah al-Ilhami (Insting/Naluri)
Hidayah al-Ilhami adalah denyut hati (gerak hati) yang ada pada setiap makhluk hidup. Hidayah ini tidak hanya diberikan kepada manusia, tetapi juga kepada hewan sekalipun.
Hidayah al-Ilhami merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu yang tidak berdasarkan pada suatu pikiran, tetapi hanya berupa dorongan alamiah dalam diri manusia (naluri). Hidayah jenis ini diberikan oleh Allah kepada manusia sejak masih bayi.
2. Hidayah al-Hawasi (Pancaindra)
Hidayah al-hawasi atau hidayah pancaindra adalah petunjuk yang diberikan melalui pancaindra, seperti halnya melihat dengan mata, meraba dengan tangan, mencium dengan hidung, mendengar dengan telinga, dan seterusnya.
Pancaindera yang dimaksud yakni mata, telinga, hidung, indera perasa, dan indera peraba. Hidayah ini diberikan oleh Allah kepada seluruh makhluk-Nya.
3. Hidayah al-Aqli (Akal)
Hidayah al-Aqli atau hidayah akal-pikiran adalah hidayah yang dimotori dengan akal pikiran yang dengannya manusia bisa berbuat banyak hal. Hidayah jenis ini diberikan untuk meluruskan kekeliruan-kekeliruan pancaindra, sebab kadangkala tangkapan indra kurang akurat.
Pancaindra mungkin mengalami gangguan, cacat, atau memiliki kemampuan sebatas pada pendeteksian secara objektif sehingga tidak mampu menyimpulkan, mengakomodasi, dan menyalurkan petunjuk sesuai dengan kebutuhan.
4. Hidayah al-Adyani (Agama)
Hidayah al-Adyani atau hidayah agama adalah hidayah yang bersumber dari wahyu Allah, yakni Alquran. Hidayah jenis dimaksudkan sebagai petunjuk agama dan pedoman seluruh umat.
Petunjuk agama berperan penting bagi kehidupan manusia, sebab dengan akal budi semata, manusia belum bisa sampai pada kebenaran yang hakiki. Dengan agama, Allah telah memperkenalkan kebenaran demi kebenaran.
Kebenaran yang dimaksud adalah wahyu Ilahi yang mampu menunjukkan jalan yang lurus dan mengajari manusia kepada sesuatu yang belum bisa dijelaskan oleh akal atau nalurinya. Dengan berpedoman pada petunjuk agama, manusia tidak akan tersesat karena semua bersumber dari Allah semata.
5. Hidayah Taufiqi (Pertolongan)
Agama bukanlah hidayah terakhir, masih ada hidayah lain yang jauh lebih penting, yaitu hidayah Taufiqi atau hidayah pertolongan. Hidayah jenis ini semata-mata berada di tangan Allah.
Tidak ada seorang pun kecuali Allah satu-satunya yang dapat memberikan hidayah Taufiqi kepada manusia. Sebagaimana yang terjadi pada Abu Thalib paman Rasulullah dan Kan'an putra Nabi Nuh.
Hidayah Taufiqi adalah suatu kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk mengamalkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah diketahuinya.
Dengan kata lain, hidayah Taufiqi adalah hidayah dilalah, yakni Allah telah menunjukkan jalan, cara, metode, dan seterusnya sehingga seseorang yang mendapat hidayah ini selalu mudah dan tidak terbebani sedikit pun dalam menjalankan syariat Allah.
Makna dari (الصراط المستقيم) secara bahasa adalah: jalan yang tidak berbelok; dan yang dimaksud dalam ayat adalah jalan Islam.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari an-Nawwas bin Sam’an radhiallahu anhu, dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا، وَعَلَى جَنْبَتَيْ الصِّرَاطِ سُورَانِ، فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ، وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ مُرْخَاةٌ، وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ: أَيُّهَا النَّاسُ، ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعًا، وَلَا تَتَعَرَّجُوا، وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ فَوْقِ الصِّرَاطِ، فَإِذَا أَرَادَ يَفْتَحُ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ، قَالَ: وَيْحَكَ لَا تَفْتَحْهُ، فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ، وَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ، وَالسُّورَانِ: حُدُودُ اللهِ، وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ: مَحَارِمُ اللهِ، وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ: كِتَابُ اللهِ، وَالدَّاعِي مِنِ فَوْقَ الصِّرَاطِ: وَاعِظُ اللهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ
“Allah telah membuat sebuah perumpamaan jalan yang lurus. Di dua sisi jalan terdapat dua pagar. Di pagar tersebut terdapat pintu-pintu yang terbuka. Dan di pintu-pintu itu terdapat tirai-tirai yang terurai. Di depan jalan itu terdapat seseorang yang berseru: ‘Wahai manusia, masuklah kalian semua ke jalan ini dan jangan lah berbelok.’ Di atas itu juga terdapat penyeru yang akan memanggil. Apabila ada seseorang yang ingin membuka pintu-pintu tersebut,penyeru di atas jalan berkata:’Celaka kamu, janganlah engkau membukanya. Jika engkau membukanya, niscaya engkau akan terperosok masuk ke dalamnya.’ Jalan itu adalah Islam. Pagar-pagar itu adalah batasan-batasan Allah. Pintu-pintu yang terbuka itu adalah perkara-perkara yang diharamkan Allah. Penyeru di depan pintu jalan adalah Kitabullah. Penyeru di atas jalan adalah pemberi peringatan dari Allah yang ada di dalam hati setiap muslim.” ( HR Ahmad )
Ayat selanjutnya menerangkan lebih lanjut jalan yang lurus yang di maksud.
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Mereka adalah orang-orang yang disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 69-70 : “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu dengan Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah (sebagai Dzat yang) Maha mengetahui.
Ketaatan dinyatakan sebagai kenikmatan, hal ini menunjukkan bahwa berjalan di jalan yang lurus ini terasa nikmat.
Beberapa ahli tafsir menafsirkan
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
Orang-orang yang dimurkai sebagai orang-orang Yahudi. Hal ini disebabkan karena orang-orang Yahudi mengetahui kebenaran akan tetapi memeranginya sehingga mereka berhak mendapat kemarahan dari Allah Ta’ala.
وَلَا الضَّالِّينَ
Orang orang yang tersesat adalah orang-orang Nasrani. Sedangkan orang-orang Nasrani memerangi kebenaran disebabkan kebodohan yang ada pada mereka sehingga mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Disebutkan dalam hadist yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda: “tidaklah orang-orang Yahudi dengki terhadap sesuatu melebihi kedengkian mereka terhadap salam dan kalimat amin (yang ada dalam Islam)”.
Dan makna dari kalimat amin adalah Ya Allah kabulkanlah untuk kami.
Ta' Rouf Yusuf