Friday, 15 August 2025

Untuk Apa Penggunaan Kas Masjid

Assalamu'alaikum

Ijin bertanya, Untuk apa penggunaan kas masjid?

Jawab :
Kas Masjid merupakan kotak infaq yang di letakan di masjid untuk mengumpulkan infaq dari masyarakat. Setahu penulis di masa para sahabat kas masjid seperti saat ini belum ada, dalam salah satu hadits diceritakan dari Ma’an bin Zayid  radhiyallahu ‘anhuma  menceritakan kepadanya seraya berkata,
بَايَعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَأَبِي وَجَدِّي, وَخَطَبَ عَلَيَّ فَأَنْكَحَنِي, وَخَاصَمْتُ إِلَيْهِ, وَكَانَ أَبِي يَزِيْدُ أَخْرَجَ دَنَانِيْرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ فِي الْمَسْجِدِ, فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا, فَأَتَيْتُهُ بِهَا, فَقَالَ : وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ. فَخَاصَمْتُهُ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ : لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيْدُ وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ
“Aku, ayahku, dan kakekku pernah membai’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pernah melamarkan untukku dan menikahkanku. Aku juga bersumpah setia (untuk mengembalikan setiap urusanku) kepada beliau. Suatu hari bapakku, Yazid mengeluarkan dinar untuk dishadaqahkan, dia meletakkannya di samping seseorang yang berada di masjid. Kemudian aku datang, aku ambil dan aku bawa kepadanya, lalu bapakku berkata, “Demi Allah, bukan kamu yang aku tuju”. Lalu masalah ini aku adukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berkata, “Bagimu apa yang sudah kamu niatkan wahai Yazid, sedangkan bagimu apa yang telah kamu ambil wahai Ma’an”…(HR Bukhari)
Disana menunjukkan bahwa belum ada kas masjid seperti saat ini. Namun saat itu di kenal adanya Baitul Maal yang dikelola oleh negara. 
Dalam literatur yang penulis baca, di masa pemerintahan penjajah Belanda kas masjid di awasi pengelolanya oleh pemerintah Hindia Belanda. Dituliskan bahwa pengunaan kas masjid saat itu digunakan untuk pembangunan sarana-sarana umum seperti gedung pertemuan, rumah sakit dan sebagainya. Dalam literatur yang lain bahkan disebutkan bahwa modal awal salah satu bank terbesar di Indonesia di ambil dari kas masjid. Lalu apakah hal tersebut tepat penggunaanya? Namun tidak bisa di pungkiri bahwa potensi kas masjid ini sangat luar biasa jika dapat dikelola dengan baik.
Untuk dapat mengetahui hal yang tepat dalam penggunaan kas masjid, maka kita perlu mengetahui niat atau maksud dari pemberi uang. 
Terdapat tiga kemungkinan. Pertama, uang diberikan untuk pembangunan masjid. Pada kemungkinan ini, pemberi uang secara jelas menyebutkan bahwa dia ingin membantu pembangunan masjid/musholla.
Kemungkinan kedua adalah uang diberikan tanpa tujuan tertentu. Kita bisa menyebutnya “memberi secara mutlak”, dilepas begitu saja, tidak ada syarat, tidak ada alokasi yang dinyatakan secara jelas dari pemberi infaq.
Kemungkinan ketiga adalah untuk mashalih al-masjid/musholla, yakni apa pun yang berdampak positif, yang baik, yang biasa dilakukan oleh masjid/musholla.Contohnya seperti pengajian (bisyaroh narasumber dan konsumsi, misalnya), memberi honor untuk orang-orang yang merawat masjid/musholla.
Untuk kemungkinan pertama, jika memang uang itu diniatkan untuk pembangunan masjid, maka syarth al-waqif ka nash al-syari’, apa yang disyaratkan oleh orang yang berwakaf itu setara dengan nas syariat, hal ini berarti harus menjalankan sesuai dengan niat dari orang yang menginfaqan. Dan syarat ini bisa disampaikan secara langsung oleh penginfaq kepada takmir, atau penginfaq menyumbang pada kotak pembangunan masjid yang memang di khususkan untuk pembangunan. Artinya bahwa syarat ini diketahui oleh pemberi dan takmir selaku pengelola kas masjid.
Untuk kemungkinan kedua dan ketiga, yakni pemberian mutlak atau untuk mashalih al- masjid/musholla, maka penggunaannya boleh untuk selain pembangunan, yang penting mengandung kemaslahatan untuk masjid/musholla. Contohnya seperti pendanaan pengajian. Karena pengajian sejatinya juga termasuk bagian dari fungsi masjid itu sendiri, yaitu menyebarkan ilmu, tempat pengajaran. Sejak zaman Rasulullah, masjid dan musholla memanglah tempat untuk pengajian.
Sedangkan gaji untuk imam, muadzin, atau orang-orang yang merawat masjid maka hal itu juga bagian dari imaratul masjid. Bukan imarah sebagai pembagunan, tetapi sebagai wujud melestarikan masjid. Maksudnya adalah menjaga masjid tetap bersih dan nyaman. Ketika masuk waktu sholat, ada yang adzan. Saat sholat berjamaah, ada yang mengimami. Sehingga memberi gaji muadzin dan imam adalah bagian dari imaratul masjid.
Oleh karenanya, kas masjid yang tidak bersumber dari “pemberi dengan maksud pembangunan” bisa dialokasikan untuk keperluan tersebut. Kita bisa mengambilnya dari pemberi yang memutlakkan pemberian atau yang ditujukan untuk mashalih al-masjid/musholla.
Dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin  
،ويجوز بل يندب للقيم أن يفعل ما يعتاد في المسجد من قهوة ودخون وغيرهما مما يرغب نحو المصلين ، وإن لم يعتد قبل إذا زاد على عمارته   
Diperbolehkan bahkan disunnahkan bagi takmir melakukan sesuatu yang biasa dilakukan di masjid, seperti menyediakan kopi, rokok dan sesuatu yang disukai para jama’ah walaupun hal ini tidak dibiasakan sebelumnya apabila uang kas ini sudah melebihi untuk pembangunan masjid.
Dari pernyataan tersebut intinya dibolehkan menggunakan kas masjid untuk hal-hal yang mubah untuk mengundang atau membuat jamaah nyaman di masjid. Tentunya tidak boleh menyediakan hal-hal yang dilarang agama untuk menarik jamaah. Untuk saat ini mungkin bisa di adakan AC, wifi dan fasilitas-fasilitas yang membuat jamaah nyaman. Namun jangan menyediakan hal yang tidak nyaman bagi jamaah. Khusus untuk rokok menurut penulis tentunya perlu adanya catatan khusus dikarenakan status hukum rokok itu sendiri.
Dalam Kitab Fathul Ilahil Manan juga disebutkan
الموقوف على مصالح المساجد كما في مسئلة السؤال يجوز الصرف فيه البناء والتجصيص المحكم وفي أجرة القيم والمعلم والإمام والحصر والدهن وكذا فيما يرغب المصلين من نحو قهوة وبخور يقدم من ذلك الأهم فالأهم وعليه فيجوز الصرف في مسئلة السؤال لما ذكره السائل اذا فضل من عمارته ولم يكن ثم ما هو أهم منه من المصالح 
Barang yang diwakafkan untuk kemaslahatan masjid seperti yang terjadi pada pertanyaan di atas itu boleh dipergunakan untuk membangun, memperkuat masjid dan juga untuk membayar takmir, pengajar, imam, membeli karpet, minyak dan segala sesuatu yang disukai oleh para jama’ah seperti kopi dan dupa ( untuk pengharum ruangan). Dalam hal ini juga harus mempertimbangkan mana yang lebih penting.
Syaikh Abdullah Al Faqih dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah mengatakan
 فلا يجوز للشخص أن يأخذ أجرة على إمامته للناس في الصلاة، أو قراءته للقرآن، إلا إذا أعطي من بيت مال المسلمين، أو كان فقيراً محتاجاً وأخذ لذلك، وإن استعف فهو خيرٌ له. هذا ما ذهب إليه الأئمة الأربعة: أبو حنيفة ومالك والشافعي وأحمد. 
Tidak boleh bagi seseorang memgambil upah atas keimamannya kepada orang-orang dalam shalat, atau membaca Al Qur’an. Kecuali diambil dari Baitul maal kaum muslimin {Baitul Maal di masa kini bisa direpresentasikan oleh uang kas masjid yang merupakan dana untuk maslahat masjid (operasional, perawatan, gaji marbot dan imam, dana kegiatan)}, atau dia orang yang membutuhkan, atau dia fakir, dia boleh ambil itu, namun jika dia ‘iffah itu lebih baik baginya. Inilah pendapat imam empat madzhab: Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy, dan Ahmad. 
Dari pembahasan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa kas masjid yang bersyarat maka harus di laksanakan sesuai dengan syaratnya. Namun untuk kas masjid tanpa syarat dapat pula di gunakan untuk mashalih al- masjid/musholla. Hal tersebut harus disesuaikan dengan tujuan asasi di bangunya masjid.
Untuk menghindari perdebatan ada baiknya disediakan beberapa kotak kas masjid kemudian di tuliskan tujuan kas masjid pada setiap kotak. Misalkan Kas 1 untuk operasional dan pembangunan masjid, kemudian Kas 2 untuk kegiatan sosial dsb. Hal ini bisa mengacu dari program yang direncanakan takmir. Sehingga orang yang berinfaq bisa memilih untuk apa uang infaqnya sesuai dengan program masjid.
Wallahua'lam
Ta' Rouf Yusuf

Untuk Apa Penggunaan Kas Masjid

Assalamu'alaikum Ijin bertanya, Untuk apa penggunaan kas masjid? Jawab : Kas Masjid merupakan kotak infaq yang di letakan di masjid untu...