Segala Puji hanyalah milik Allah subhanahu wa ta'alla. Sholalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Kajian Talqwap adalah kajian untuk mentadaburi, memhami dan mengamalkan Al Quran dalam kehidupan nyata kita. Konsep Al Quran adalah konsep yang sempurna dan aplikatif. Semua nilai dalam Al Quran bisa di aplikasikan dalam kehidupan keseharian kita. Maka kami berharap aktifitas kita di grup whatssapp ini tidak berhenti hanya sampai selesai di baca saja. Tapi harapanya kajian yang kita dapatkan, maka mulai hari itu kita amalkan dan kita terapkan dalam kehidupan nyata kita, menjadi nilai-nilai setiap aktifitas kita, menjadi pedoman hidup kita dan menjadi jalan hidup kita. Kita mulai kajian kita dengan mempelajari isti'azah sebagai awal do'a kita dalam langkah-langkah menghayati nilai-nilai Al Quran. الْكَلَامُ عَلَى تَفْسِيرِ الِاسْتِعَاذَةِ Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجاهِلِينَ. وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 199-200) ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَصِفُونَ. وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزاتِ الشَّياطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (gambarkan). Dan katakanlah, "Ya Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindimg (pula) kepada Engkau, ya Rabb ku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al-Mu’minun: 96-97) ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَما يُلَقَّاها إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَما يُلَقَّاها إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 34-36) Setelah ketiga ayat di atas, tidak ada ayat keempat yang semakna dengannya, yaitu Allah Subhanahu wa ta'alla memerintahkan agar bersikap diplomasi terhadap musuh dari kalangan sesama manusia dan berbuat baik kepadanya dengan tujuan agar ia sadar dan kembali kepada watak aslinya yang baik, yakni kembali bersahabat dan rukun. Allah memerintahkan kita untuk memohon perlindungan kepada-Nya dalam menghadapi musuh dari kalangan setan, sebagai suatu keharusan, karena kita tidak boleh bersikap diplomasi dan tidak boleh pula bersikap baik kepadanya. Setan selamanya hanya menginginkan kebinasaan manusia karena sengitnya permusuhan antara dia dan nenek moyang umat manusia, yaitu Adam di masa dahulu, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطانُ كَما أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. (Al-A'raf: 27) إِنَّ الشَّيْطانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّما يَدْعُوا حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحابِ السَّعِيرِ Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Fathir: 6) أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50) Sesungguhnya setan (iblis) pernah bersumpah kepada nenek moyang kita semua, yaitu Adam alaihi sallam, bahwa dia benar-benar termasuk orang-orang yang menasihatinya. Tetapi ternyata setan berdusta dalam sumpahnya itu. Selanjutnya bagaimanakah perlakuan setan terhadap kita (sebagai anak cucu Adam alaihisallam.)? Hal ini diungkapkan oleh firman-Nya, menyitir perkataan setan: فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ Demi kekuasaan Engkau. aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka. (Shad: 82-83) Allah Subhanahu wa ta'alla berfirman: فَإِذا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ. إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. إِنَّما سُلْطانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (An-Nahl: 98-100) Kalimat ta'awud seharusnya selalu kita ucapkan dalam segala langkah kita dalam menjalankan tugas kita sebagai hamba-hamba Allah dalam menjalankan tugas beribadah kepada Nya. Termasuk dalam hal-hal kecil karena hal-hal kecil yang kita lakukan yang steril dari godaan setan maka in sya Allah akan melahirkan kebaikan kebaikan yang lain. Ibadah-ibadah yang besar yang digoda oleh setan bukan tidak mungkin malah akan menggelincirkan kita kepada keburukan. Semoga Allah mudahkan mulut kita untuk selalu berdzikir dan memohon perlindungan dari godaan setan yang terkutuk. Wallahu a'lam Ta' Rouf Yusuf Talqwap JPRMI Kabupaten Temanggung 28 Dzulhijah 1437 H
Saturday, 1 October 2016
Hukum Melupakan Hafalan Al Quran
Assalamualaikum, mau nanya ustadz/ah. Apakah ada hadits atau ayat dlm Al-Quran yg menjelaskan bhwa ada sanksi dr Allah bagi "mantan" penghafal Al-Quran?
Trmakasih
Zerlinda
Jawaban :
DR Yusuf Qardhawi dalam kitabnya _Kaifa Nata'malu ma'a Al Quran Al 'Azhim_ menjelaskan bahwa Imam Suyuti berbicara tentang hukum melupakan Al Qur'an, ia berkata : melupakan hafalan Al Qur'an adalah dosa besar, seperti dikatakan An Nawawi dalam kitab "Ar Raudhah" dan ulama lainnya dengan dalil hadits Abi Daud : "Dosa - dosa ummatku diperlihatkan kepadaku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar dari dosa seseorang yang diberi ni'mat hafal Al Qur'an atau suatu ayat, kemudian ia melupakannya." (HR. Abu Daud)
Beliau juga meriwayatkan hadits sebagai berikut,"Siapa yang menghafal Al Qur'an namun kemudian melupakannya, maka ia akan bertemu Alloh pada hari kiamat dalam keadaan terserang penyakit sopak."(HR. Abu Daud)
Dalam Mukhtashar as Sunan Imam Tirmizi mengatakan bahwa hadits tersebut gharib atau dha'if. Ketika Imam Bukhari di tunjuki hadits tersebut, Beliau tidak mengetahuinya dan melihatnya sebagai hadits yang gharib, sedangkan hadits kedua dikomentari oleh Al Munziri : dalam sanadnya ada Yazid bin Abi Ziyad, ia tidak dapat dijadikan hujjah dan ia juga munqathi'.
Dengan demikian sandaran bagi mereka yang berpendapat bahwa lupa hafalan al Quran menimbulkan disa besar adalah hadits yang sudah jelas kedhaifanya. Menurut Yusuf Qardhawi yang benar hukum melupakan hafalan al Quran adalah Karihiyah syadidah atau sangat makruh namun tidak sampai haram.
Dalam kitab Fatawa Bin Baaz, Syaikh bin Baaz juga pernah di tanya hal yang serupa kemudian beliau menjawab,"
Secara hukum dia tidak berdosa, akan tetapi disyariatkan bagi seorang Muslim untuk selalu menjaga dan memelihara hafalan Al-Qurannya agar tidak hilang dari ingatannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَلَّذِي نَفْسِ بِيَدِهِ إِنَّهُ َلأَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ الإِبِلِ فِي عُقُلِهَ
“Jagalah Al-Quran ini, demi zat yang jiwaku berada dalam tangan-Nya. Sesungguhnya dia lebih gampang terlepas daripada unta yang dilihat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akan tetapi, yang paling penting adalah mempelajari dan memahami ayat-ayat Al-Quran kemudian mengamalkannya. Karena barangsiapa yang mengamalkan Al-Quran, maka Al-Quran tersebut akan menjadi hujjah baginya (akan membelanya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan Al-Quran, maka Al-Quran tersebut akan menjadi bumerang dia. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَ الٌُقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Dan Al-Quran itu bisa menjadi hujjah bagimu (membelamu) dan bisa menjadi hujjah atas kamu (mengancammu).” (HR. Muslim dan hadits Al-Harits Al-Asy’ari yang panjang)."
Wallahu a'lam
Ta' Rouf Yusuf
Tafsir isti'azah dan hukum-hukumnya (arsip talqwap)
Segala Puji hanyalah milik Allah subhanahu wa ta'alla. Sholalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Kajian Talqwap adalah kajian untuk mentadaburi, memhami dan mengamalkan Al Quran dalam kehidupan nyata kita. Konsep Al Quran adalah konsep yang sempurna dan aplikatif. Semua nilai dalam Al Quran bisa di aplikasikan dalam kehidupan keseharian kita. Maka kami berharap aktifitas kita di grup whatssapp ini tidak berhenti hanya sampai selesai di baca saja. Tapi harapanya kajian yang kita dapatkan, maka mulai hari itu kita amalkan dan kita terapkan dalam kehidupan nyata kita, menjadi nilai-nilai setiap aktifitas kita, menjadi pedoman hidup kita dan menjadi jalan hidup kita. Kita mulai kajian kita dengan mempelajari isti'azah sebagai awal do'a kita dalam langkah-langkah menghayati nilai-nilai Al Quran. الْكَلَامُ عَلَى تَفْسِيرِ الِاسْتِعَاذَةِ Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجاهِلِينَ. وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 199-200) ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَصِفُونَ. وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزاتِ الشَّياطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (gambarkan). Dan katakanlah, "Ya Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindimg (pula) kepada Engkau, ya Rabb ku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al-Mu’minun: 96-97) ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَما يُلَقَّاها إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَما يُلَقَّاها إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 34-36) Setelah ketiga ayat di atas, tidak ada ayat keempat yang semakna dengannya, yaitu Allah Subhanahu wa ta'alla memerintahkan agar bersikap diplomasi terhadap musuh dari kalangan sesama manusia dan berbuat baik kepadanya dengan tujuan agar ia sadar dan kembali kepada watak aslinya yang baik, yakni kembali bersahabat dan rukun. Allah memerintahkan kita untuk memohon perlindungan kepada-Nya dalam menghadapi musuh dari kalangan setan, sebagai suatu keharusan, karena kita tidak boleh bersikap diplomasi dan tidak boleh pula bersikap baik kepadanya. Setan selamanya hanya menginginkan kebinasaan manusia karena sengitnya permusuhan antara dia dan nenek moyang umat manusia, yaitu Adam di masa dahulu, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطانُ كَما أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. (Al-A'raf: 27) إِنَّ الشَّيْطانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّما يَدْعُوا حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحابِ السَّعِيرِ Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Fathir: 6) أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedangkan mereka adalah musuh kalian? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al-Kahfi: 50) Sesungguhnya setan (iblis) pernah bersumpah kepada nenek moyang kita semua, yaitu Adam alaihi sallam, bahwa dia benar-benar termasuk orang-orang yang menasihatinya. Tetapi ternyata setan berdusta dalam sumpahnya itu. Selanjutnya bagaimanakah perlakuan setan terhadap kita (sebagai anak cucu Adam alaihisallam.)? Hal ini diungkapkan oleh firman-Nya, menyitir perkataan setan: فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ Demi kekuasaan Engkau. aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka. (Shad: 82-83) Allah Subhanahu wa ta'alla berfirman: فَإِذا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ. إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. إِنَّما سُلْطانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (An-Nahl: 98-100) Kalimat ta'awud seharusnya selalu kita ucapkan dalam segala langkah kita dalam menjalankan tugas kita sebagai hamba-hamba Allah dalam menjalankan tugas beribadah kepada Nya. Termasuk dalam hal-hal kecil karena hal-hal kecil yang kita lakukan yang steril dari godaan setan maka in sya Allah akan melahirkan kebaikan kebaikan yang lain. Ibadah-ibadah yang besar yang digoda oleh setan bukan tidak mungkin malah akan menggelincirkan kita kepada keburukan. Semoga Allah mudahkan mulut kita untuk selalu berdzikir dan memohon perlindungan dari godaan setan yang terkutuk. Wallahu a'lam Ta' Rouf Yusuf Talqwap JPRMI Kabupaten Temanggung 28 Dzulhijah 1437 H
Iblis, setan, jin, kesurupan dan terapinya
Pertanyaan
Ustad tanya,
1. apa setan , iblis dan jin itu sama?
2. Kalau orang kesurupan itu yang mengganggu setan iblis atau jin?
3. Bagaimana Cara menyembuhkan kan orang yang kesurupan?
Sapta H
Jawaban:
إبليس
adalah nama nenek moyang dari bangsa jin. Sebagaimana Adam adalah seorang nenek moyang dari manusia. Allah menciptakan Iblis dari nyala api.
Iblis (dari bahasa Arab yang artinya "dia yang dipukul memar"). Alkitab tak punya literatur tentang Setan, selain dari perjanjian lama: ha-Satana, yang berarti musuh. Definisi setan ini lalu diadopsi oleh bahasa Yunani: diabolos yang dalam bahasa Inggris disebut devil.
Dalam bahasa Arab nama Iblis berasal dari kata balasa بَلَسَ, meaning yang artinya menyesal. Maka nama Iblis diartikan "Yang akan terus menyesal di dunia dan di akhirat"
Kata Syaithon atau (شيطان) setan adalah kata sifat yang dibendakan. makna syaitan adalah yang jahat atau tipu daya, bisikan kejahatan. Kita dianjurkan untuk berlindung dari syaitan dari jenis Jin dan manusia sebagaimana yang ada dalam surat An Nas.
Jin memiliki dunia yang berbeda dengan manusia. Jin mampu melihat manusia sedangkan manusia tidak mampu melihat jin. Mereka juga punya kemampuan untuk bergerak dengan kecepatan tinggi dan juga mampu memasuki dunia manusia dalam wujud yang mereka kehendaki. Jin dapat menyerupai hewan ataupun manusia. Jin juga dapat masuk dalam aliran darah manusia sehingga mampu juga mengganggu manusia secara fisik dan psikis. Maka fenomena kesurupan adalah satu hal yang bisa terjadi pada seseorang karena gangguan jin
Cara mengatasinya adalah dengan meminta perlindungan kepada Allah dengan membaca Al Quran dan doa doa tetrtentu yang bisa dibaca sendiri atau dibacakan orang lain
Ustad Hasimi Al Baturi
Friday, 30 September 2016
Tata Cara Ruqyah
Tata cara meruqyah :
1. Menanamkan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah dengan menggunakan bacaan Al Qur’an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa lain yang jelas , dapat dipahami dan tidak menyimpang dari aqidah yang benar.
3. Mengikhlaskan niat dan khusyu ' menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun.
Pada dasarnya seluruh bagian Al Quran dapat digunakan untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalam dalil-dalil dari hadits akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan fasih dan jelas agar penderita belajar dan merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah dengan cara meniup dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Diperbolehkan jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya. Untuk media yang paling baik ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُوْا الزَيْتَ وَ ادَّهِنُوا بِهِ فَإنَهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَة
“Makanlah minyak zaitun , dan olesi tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah”.
9. Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya dengan tangan kanan…”. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180].
Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih tentang itu yang telah aku himpun dalam kitab Al Adzkar”.
10. Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan seraya mengatakan بِسْمِ الله (Bismillah, 3 kali).
أعُوذُ بِالله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ
“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti”.
Dalam riwayat lain disebutkan “Dalam setiap usapan”. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali.
Atau membaca :
بِسْمِ الله أعُوذُ بِعزَِّةِ الله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ مِنْ وَجْعِيْ هَذَا
“Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dari rasa sakitku ini”.
Apabila rasa sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.
11. Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka dibacakan pada tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun keluar untuk mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku dan berguling menimpa lenganmu. Maka aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:
أَذْهِبْ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkan penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit”
Dia (Ummu Jamil) berkata: “Tidaklah aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali tanganmu telah sembuh”.
12. Apabila penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila, dada sempit atau keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘laihi wa sallam meruqyah orang yang mengeluhkan rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin K’ab , ia berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka aku mendengar Beliau membentenginya (ta’widz) dengan surat Al Fatihah”.
Dalam hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu, dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi isyarat buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal ‘Ain Wan Namlah).
13. Dalam prosesi ruqyah tidak boleh melanggar apa-apa yang di larang oleh Allah.
Wallahu a'lam
Monday, 5 September 2016
Fiqih Idhul Adha
- Mandi. Dalilnya:
أن رجلا سأل عليا ، رضي الله عنه ، عن الغسل ، فقال : غتسل كل يوم إن شئت ، قال : لا بل الغسل, قال اغتسل كل يوم جمعة ، ويوم الفطر ، ويوم النحر ، ويوم عرفة“Seorang lelaki bertanya kepada Ali radhiallahu’anhu tentang mandi, ia menjawab: ‘Mandilah setiap hari jika engkau mau’. Lelaki tadi berkata: ‘bukan itu, tapi mandi yang benar-benar mandi’. Ali menjawab: ‘Mandi di hari Jum’at, Idul Fitri, Idul Adha dan hari Arafah’” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Al Irwa 1/177)
- Memakai pakaian yang terbaik. Sebagaimana diriwayatkan dari Nafi’:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَلْبَسُ فِي الْعِيدَيْنِ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ“Ibnu Umar biasa mengenakan bajunya yang terbaik pada Idul Fitri dan Idul Adha” (HR. Al Baihaqi 6143, dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 2/510)
- Tidak makan hingga kembali dari shalat Id. Dalilnya hadits Buraidah:
كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلم لا يخرجُ يومَ الفطرِ حتَّى يَطعَم ، ويومَ النحرِ لا يأكل حتَّى يرجعَ فيأكلَ من نَسِيكتِهِ“Nabi Shallallahu’alahi Wasallam biasanya tidak keluar pada hari Idul Fitri hingga makan terlebih dahulu, dan tidak makan pada hari Idul Adha hingga beliau kembali dari shalat, lalu makan dengan daging sembelihannya” (HR. Muslim 1308)
- Mengambil jalan yang berbeda ketika pergi shalat Id. Dalilnya hadits Jabir:
كان النبي – صلى الله عليه وسلم – إذا كان يوم عيدٍ خالَفَ الطريقَ“Nabi Shallallahu’alahi Wasallam biasanya ketika hari Id mengambil jalan yang berbeda antara pulang dan pergi” (HR. Bukhari 986)
- Sebagian ulama menganjurkan untuk menyegerakan pelaksanaan shalat
Idul Adha, dengan kata lain jika dimulai lebih pagi itu lebih baik.
Diriwayatkan secara mursal bahwa:
كتَب إلى عمرِو بنِ حزْمٍ وهو بنَجْرانَ عجِّلِ الأضحى وأخِّرِ الفطرَ وذكِّرِ الناسَ“Nabi Shallallahu’alahi Wasallam mengirim surat kepada Amr bin Hazm ketika ia di Najran agar ia menyegerakan shalat Idul Adha dan mengakhirkan shalat Idul Fitri dan mengingatkan manusia”(HR. Al Baihaqi 3/282). Pada Idul Fitri tujuannya untuk melonggarkan waktu pembayaran zakat fitri, sedangkan pada Idul Adha untuk menyegerakan penyembelihan sehingga waktunya lebih luas (Mulakhash Fiqhi, 1/270)
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum shalat Id, sebagian mengatakan wajib, sebagian ulama mengatakan hukumnya sunnah. Oleh karena itu, setiap muslim yang tidak memiliki uzur dan halangan hendaknya bersemangat untuk menjalankan ibadah ini. Terlebih lagi, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan para wanita yang sedang haid dan wanita yang dipingit untuk hadir di lapangan walau mereka tidak ikut shalat Id. Sebagaimana hadits dari Ummu ‘Athiyyah radhiallahu’anha :
Tata Cara Shalat Id
- Tidak ada adzan dan iqamah. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Jabir Radhiallahu’anhuma :
لم يكن يُؤذَّن يوم الفطر ولا يوم الأضحى“Tidak pernah ada adzan pada shalat Idul Fitri dan shalat Idul Adha” (HR. Bukhari 960, Muslim 886)
- Tata cara shalat Id umumnya sama seperti shalat biasa. Hanya saja ia
dikerjakan sebanyak dua rakaat. Dan bertakbir sebanyak 7 kali pada
rakaat pertama, atau 5 kali pada rakaat kedua, sebelum membaca yang
lain, tidak termasuk takbiratul ihram, takbir intiqal dan takbir untuk
rukuk. Dalilnya hadits ‘Aisyah:
أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يكبر في الفطر والأضحى: في الأولى سبع تكبيرات، وفي الثانية خمساً، سوى تكبيرتي الركوع“Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam biasanya bertakbir pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha 7 kali di rakaat pertama dan 5 kali di rakaat kedua, tidak termasuk takbir untuk rukuk” (HR. Abu Daud 1150, Ibnu Majah 1280, dishahihkan Al Albani dalam Al Irwa 639)
- Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam biasanya membaca surat Al A’laa dan Al Ghasiyah terutama jika hari Id jatuh pada hari Jum’at, atau terkadang juga surat Qaf dan Al Qamar (lihat hadits Muslim 878, 891).
- Diikuti dengan khutbah setelah selesai shalat. Dalilnya hadits Ibnu Abbas:
شهدتُ العيد مع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأبي بكر وعمر وعثمان رضي الله عنهم، فكلهم كانوا يُصَلُّون قبل الخُطبة“Aku ikut shalat Id bersama Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu’anhum. Mereka semua shalat sebelum khutbah” (HR. Bukhari 962, Muslim 884).
Mendengarkan khutbah hukumnya sunnah dan tidak berpengaruh pada keabsahan shalat Id. Beradasarkan hadits:
إنَا نخطب، فمن أحب أن يجلس للخطبة فليجلس، ومن أحب أن يذهب فليذهب“Aku (Rasulullah) akan berkhutbah. Siapa yang ingin duduk mendengarkan, silakan. Siapa yang ingin pergi, juga silakan” (HR. Abu Daud 1155, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 2289) - Tidak ada shalat khusus sebelum (qabliyah) atau setelah (ba’diyah) shalat Id. Dalilnya hadits Ibnu ‘Abbas :
أن النبي – صلى الله عليه وسلم – صلى يوم الفطر ركعتين، لم يُصَلِّ قبلَها ولا بعدها“Nabi Shallallahu’alahi Wasallam shalat di hari Idul Fitri dua rakaat tanpa menyambung dengan shalat sebelum atau sesudahnya” (HR. Bukhari 989)
- Jika Idul Adha jatuh pada hari Jum’at, boleh meninggalkan shalat
Jum’at pada siang harinya, dengan kata lain cukup shalat Zhuhur saja.
Namun jika tetap melaksanakan shalat Jum’at juga diperbolehkan. Dalilnya
hadits Zaid bin Arqam:
أنه صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ صلَّى العيدَ ، ثم رخَّص في الجمعةِ ، فقال : من شاء أن يُصلِّيَ فلْيُصلِّ“Nabi Shallallahu’alahi Wasallam shalat Id, lalu beliau memberi keringanan untuk tidak melakukan shalat Jum’at, tapi beliau bersabda: ‘siapa yang ingin shalat, silakan’” (HR. Abu Daud 1070, An Nasa’1 3/194, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
Allah Ta’ala berfirman:
Para ulama berbeda pendapat mengenai tafsiran ayat ‘hari-hari yang ditentukan‘. Yang shahih, sesuai dengan riwayat shahih yang keluarkan Ibnu Abi Syaibah (2/165) dari Ali radhiallahu’anhu bahwasanya takbiran Idul Adha dilakukan sejak subuh tanggal 9 Dzulhijjah hingga setelah shalat Ashar tanggal 13 Dzulhijjah (Al Wajiz, 1/160).
Fiqih Qurban
Al Fatihah Bagian 4
Tadabur Al Fatihah bagian ke 4 ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ Tunjukilah kami jalan yang lurus, Permintaan yang diajarkan Allah yang per...
-
A. Tadabbur Menurut Bahasa Tadabbur berasal dari kata: تَدَبَّرَ اْلأَمْرَ و َ فِيْهِ : دَبَّرَهُ . Artinya: Tadabbaral Amra wa Fihi : ...
-
Pertanyaan : Ustadz mau tanya hukum lomba burung merpati? Bolehkah? Sapta H Jawab : Di sekitar kita marak sekali lapak balap merpati dan...
-
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (1) قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَ...