SELAMAT HARI PAHLAWAN
Subkhi atau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Subkhi lahir sekitar tahun 1860 di Parakan, beliau dikenal sebagai ulama yang sangat berjasa atas kemerdekaan bangsa Indonesia. Sang Jenderal Bambu Runcing, begitu orang menyebut beliau. Sosok Kiai Khos, tawaduk, kharismatik, yang menjadi rujukan para pahlawan nasional dalam merebut kemerdekaan dari penjajah.
Secara geografis Parakan sebelum kemerdekaan (1945) adalah potret desa yang masyarakatnya yang sebagian besar petani dan pedagang, selebihnya buruh. Jalan raya yang menghubugkan dengan kota dilalui dengan kereta api, sebagian masyarakat yang menuju kota lebih senang dengan berjalan kaki.
Mbah Subkhi lahir sekitar tahun 1860 dan wafat tahun 1959. Seorang ulama nasionalis tanah air. Ayah beliau merupakan salah satu pejuang gigih, mempertaruhkan nyawa bersama pasukan Diponegoro yang kemudian menetap di Parakan.
Mbah Subkhi seorang ulama yang menonjol. Beliau sangat lugas dalam berbicara, berani melawan kezaliman dan membela kebenaran, dikenal tawadu dan mempunyai rasa tresno (belas kasih) terhadap umat.
Keberanian dan sifat mulia itulah membuat Mbah Subkhi menjadi sangat dihormati semua orang, dicintai santri-santrinya, disegani kawan-kawannya dan ditakuti musuh-musuhnya. Kewibawaan dan rasa hormat orang lain kepada beliau tidak lantas membuat Mbah Subkhi lupa diri, beliau popular dengan kesederhanaan. Hidup sederhana beliau menjadi contoh umat dalam meraih maqam (kedudukan) zuhud.
Saifudin Zuhri dalam bukunya Berangkat dari Pesantren berkata, “KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin dan KH. Masykur pernah juga mengunjunginya (Mbah Subkhi). Dalam pertemuan itu, KH Subkhi menangis karena banyak yang meminta doa darinya. Ia merasa tidak layak dengan maqam itu. Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin, akan keikhlasan sang Kiai. Tapi, Kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan mengatakan bahwa apa yang dilakukannnya sudah benar.”
Mbah Subkhi dimata masyarakat terutama para pejuang seperti magnet yang menggerakkan mereka kepada kebaikan, magnet yang mempunyi pengaruh luar biasa dalam kehidupan sosial.
Mbah Subkhi mengabdikan diri kepada bangsa begitu ikhlas, tulus, dan tanpa pamrih. Para pendiri bangsa dan para pejuang telah berkali-kali mendatangi kediamannya, dari masyarakat biasa hingga para pembesar negeri sowan pada beliau untuk mencium jemari tangannya, meminta nasihat dan doa.
Wajah yang sejuk, tatapan mata yang teduh, lembut tutur katanya, sebagaimana mata air, seperti itulah Mbah Subkhi menyejukkan batin umat. Akhlakul karimah yang tertanam dalam jiwa beliau memberikan ruang kepada masyarakat yang berkunjung untuk menikmati kemuliaan dari sosok Kiai Subkhi.
Bambu Runcing adalah sebutan popular bagi sebuah bambu yang diruncingkan ujungnya, dipakai sebagai senjata dalam perang merebut kemerdekaan, atau disebut juga dengan tombak bambu. Peralatan sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang dipakai rakyat dalam melawan penjajah. Bambu Runcing senjata ampuh popular berasal dari Parakan, itu mengapa, daerah Parakan juga disebut dengan kampung Bambu Runcing.
Senjata-senjata tradisional seperti tombak, keris, ketapel, sujen, dan lain-lain adalah peralatan perang utama penduduk pribumi melawan penjajah. Namun dari berbagai senjata tersebut, bamboo runcing menjadi simbol heroisme pada masa pra kemerdekaan hingga sekarang.
Mbah Subkhi adalah Kiai yang tidak menyukai popularitas. KH. Syaifuddin Zuhri dalam bukunya kembali mengisahkan, “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung penganten sundoro Sumbing….. Di antaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH. Masykur. Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia dibawah pimpinan Bung Tomo, Barisan Banteng dibawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman, Laskar Pesindo dibawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan-badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan.”
Ketika ribuan pejuang datang ke Parakan menemui Kiai Subkhi untuk mencium tangannya dan meminta doa, Kiai Subkhi malah bertanya, “Mengapa tidak datang kepada Kiai Dalhar, Kiai Hasbullah dan Kiai Siraj?.”
Itulah ketawaduan dan keikhlasan beliau dalam berjuang di jalan Allah. Menunjukkan ketawaduan yang telah mencapai maqam istimewa dalam ranah tasawuf. Berkah doa dari kiai di Parakan, terutama kiai Subkhi, bambu runcing Parakan menjadi senjata utama sebelum para pejuang berhasil merampas senjata milik tentara penjajah.
Mbah Subkhi adalah Kiai yang luas keilmuannya, termasuk dari beberapa ulama yang murassikhin (menancap ilmunya), aplikasinya dari kehidupan beliau sehari-hari yang menakjubkan. Beliau sangat sederhana dan rendah hati. Itu mengapa, ketika KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin dan KH. Masykur mengunjungi beliau. Mbah Subkhi menangis karena banyak yang meminta doanya. Beliau merasa tidak layak dan pantas dengan maqam itu. Subhanallah..
Mata air akhlakul karimah dan semangat nasionalisme dari Mbah Subkhi semoga senantiasa terus mengalir ke dalam hati para generasi bangsa ini, sekarang dan selamanya.
Tuesday, 8 November 2016
Mbah Subkhi
Saturday, 29 October 2016
Jumlah minimal shalat jum'at dan shalat jum'at bagi wanita
Assalamualaikum
Ustad bertanya.
1. Dasar Sholat jum'at harus minimal dihadiri 40 orang
2. Apakah ada dasar bagi wanita untuk sholat jum'at yang jamaahnya wanita semua?
Trims.
Ummu Azza
jawaban :
Waalaikum sallam wa rahmatullahi wa barakatuh.
1. Diwajibkan sholat jum'at secara berjamaah karena shalat Jum’at bermakna banyak orang (jama’ah). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menunaikan shalat ini secara berjama’ah, bahkan hal ini telah menjadi ijma’ para ulama. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah )
Terkait dengan jumlah minimal orang yang menghadiri sholat jum'at ada perbedaan pendapat antar ulama.
Menurut madzhab Hanafiyah, jika telah hadir satu jama’ah selain imam, maka sudah terhitung sebagai jama’ah shalat Jum’at. Karena demikianlah minimalnya jamak. Dalil dari pendapat Hanafiyah adalah seruan jama’ dalam ayat,
فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّـهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli” (QS. Al Jumu’ah: 9). Seruan dalam ayat ini dengan panggilan jamak. Dan minimal jamak adalah dua orang. Ada pula ulama Hanafiyah yang menyatakan tiga orang selain imam.
Ulama Malikiyyah menyaratkan yang menghadiri Jum’at minimal 12 orang dari orang-orang mereka berdalil dengan hadits Jabir,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَتْ عِيرٌ مِنْ الشَّامِ فَانْفَتَلَ النَّاسُ إِلَيْهَا حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah pada hari Jum’at, lalu datanglah rombongan dari Syam, lalu orang-orang pergi menemuinya sehingga tidak tersisa, kecuali dua belas orang.” (HR. Muslim)
Ulama Syafi’iyah dan Hambali memberi syarat 40 orang dari yang diwajibkan menghadiri Jum’at. Ibnu Qudamah penulis Al Mughni berkata, “Syarat 40 orang dalam jama’ah Jum’at adalah syarat yang telah masyhur dalam madzhab Hambali. Syarat ini adalah syarat yang diwajibkan mesti ada dan syarat sahnya Jum’at. Empat puluh orang ini harus ada ketika dua khutbah Jum’at.”
Dalil yang menyatakan harus 40 jama’ah disimpulkan dari perkataan Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
لأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ قَالَ لأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ جَمَّعَ بِنَا فِى هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِى بَيَاضَةَ فِى نَقِيعٍ يُقَالُ لَهُ نَقِيعُ الْخَضِمَاتِ. قُلْتُ كَمْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعُونَ.
“As’ad bin Zararah adalah orang pertama yang mengadakan shalat Jum’at bagi kami di daerah Hazmi An Nabit dari harrah Bani Bayadhah di daerah Naqi’ yang terkenal dengan Naqi’ Al Khadhamat. Saya bertanya kepadanya, “Waktu itu, ada berapa orang?” Dia menjawab, ”Empat puluh.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Begitu pula ditarik dari hadits Jabir bin ‘Abdillah,
مَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِيْ كُلِّ أَرْبَعِينَ فَمَا فَوْقَهَا جُمْعَةٌ
“Telah berlalu sunnah (ajaran Rasul) bahwa setiap empat puluh orang ke atas diwajibkan shalat Jum’at.” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro, namun menurut ibnu Hajar Al Atsqalani dalam Talkhish Habir
menyatakan hadits ini dhoif sehingga tidak bisa di jadikan dalil)
Sedangkan Imam Ahmad mensyaratkan 50 orang namun berdalilkan hadits-hadits dhoif sehingga tidak bisa dijadikan pendukung. Seperti hadits Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَى الْخَمْسِيْنَ جُمْعَةٌ وَلَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ ذَلِكَ
“Diwajibkan Jum’at pada lima puluh orang dan tidak diwajibkan jika kurang dari itu. (HR. Ad Daruquthni. Hadits ini dhoif, di sanadnya terdapat Ja’far bin Az Zubair, seorang matruk).
Juga hadits Abu Salamah, ia bertanya kepada Abu Hurairah,
عَلَى كَمْ تَجِبُ الْجُمُعَةُ مِنْ رَجُلٍ ؟ قَالَ : لَمَّا بَلَغَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسِينَ جَمَّعَ بِهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Berapa jumlah orang yang diwajibkan shalat jama’ah?” Abu Hurairah menjawab, ”Ketika sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumlah lima puluh, Rasulullah mengadakan shalat Jum’at” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni ). Al Baihaqi berkata, ”Telah diriwayatkan dalam permasalahan ini hadits tentang jumlah lima puluh, namun isnadnya tidak shahih.” (Sunan Al Kubra).
Jadi menurut kami pendapat yang kuat adalah jama’ah shalat Jum’at tidak beda dengan jama’ah shalat lainnya. Artinya, sah dilakukan oleh dua orang atau lebih karena sudah disebut jamak. Adapun hadits yang menceritakan dengan 12 jama’ah, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil pembatasan hanya dua belas orang saja karena terjadi tanpa sengaja, dan ada kemungkinan sebagiannya kembali ke masjid setelah menemui mereka. Adapun pendapat Imam Ahmad yang menyaratkan 50 orang, namun haditsnya lemah sehingga tidak bisa dijadikan pendukung.
2. Para ulama sepakat bahwa wanita tidak wajib melaksanakan shalat Jumat, meskipun dia tidak sedang safar, dan tidak ada udzur apapun.
Ibnul Mundzir dalam Al Ijma' menyebutkan:
وأجمعوا على أن لا جمعة على النساء
“Mereka (para ulama) sepakat bahwa shalat jum'at tidak wajib untuk wanita.” (Al-Ijma’, no. 52)
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis dari Thariq bin Ziyad radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَربَعَة : عَبدٌ مَملُوكٌ ، أَو امرَأَةٌ ، أَو صَبِيٌّ ، أَو مَرِيضٌ
“Shalat jum'at adalah kewajiban bagi setiap muslim, untuk dilakukan secara berjamaah, kecuali 4 orang: Budak, wanita, anak (belum baligh), dan orang sakit.” (HR. Abu Daud ).
Namun wanita di bolehkan melaksanakan shalat Jumat di masjid dengan catatn tetap menjaga adab-adab islami. Cara yang dia lakukan sama persis dengan jumatan yang dilakukan jamaah laki-laki. Artinya, dia wajib mendengarkan khutbah dengan seksama, tidak boleh ngobrol dengan temannya, dan dia hanya shalat 2 rakaat bersama imam, sebagaimana aturan sholat jum'at yang kita kenal.
Ibnul Mundzir dalam kitab Al-Ijma’ mengatakan:
وأجمعوا على أنَّهن إن حضرن الإمام فصلَّينَ معه أن ذلك يجزئ عنهن
“Mereka (para ulama) sepakat bahwa jika ada wanita yang menghadiri Jumatan bersama imam, kemudian dia shalat bersama imam, maka itu sudah sah baginya.” (Al-Ijma’, no. 53).
Dia tidak wajib melaksanakan shalat zuhur karena telah melaksanakan sholat jum'at.
Hal senada juga dikatakan Ibnu Qudamah, setelah beliau memaparkan ketidak wajiban sholat jum'at bagi wanita, beliau menegaskan:
ولكنها تصح منها – أي الجمعة – ؛ لصحة الجماعة منها ، فإن النساء كن يصلين مع النبي صلى الله عليه وسلم في الجماعة
“Hanya saja sholat jum'at itu sah dikerjakan wanita (bersama imam). Karena mereka shalat jamaahnya sah. Dulu para wanita shalat berjamaah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Mughni )
Namun jamaah shalat jum'at yang dilakukan semua oleh wanita maka kami tidak menemukan dalil tentang hal itu.
Wallahu a'lam
Posted via Blogaway
Thursday, 13 October 2016
Fatwa MUI tentang kosmetik
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 26 Tahun 2013
Tentang
STANDAR KEHALALAN PRODUK KOSMETIKA DAN PENGGUNAANNYA
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG :
a. bahwa kosmetika telah menjadi salah satu kebutuhan manusia pada umumnya;
b. bahwa kosmetika yang akan digunakan oleh setiap muslim
harus berbahan halal dan suci;
c. bahwa perkembangan teknologi telah mampu menghasilkan berbagai produk kosmetika yang menggunakan berbagai jenis bahan, serta memiliki fungsi yang beragam, yang seringkali
bahannya tidak jelas apakah suci atau tidak;
d. bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan dari masyarakat mengenai standar kehalalan produk kosmetika dan penggunaannya;
e. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang standar kehalalan produk kosmetika dan penggunaannya guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT :
1. Al-Quran al-Karim
a. Firman Allah SWT tentang perintah untuk berhias serta larangan berhias yang menyerupai orang jahiliyyah, antara
lain:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَال تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ األولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias (bertabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah” (QS. Al-
Ahzaab : 33)
b. Firman Allah SWT tentang manfaat ciptaan Allah secara
umum untuk kepentingan manusia, antara lain :
هُوَ اّلَذِيْ خَلَقَ ّلَكُمْ مَا فِيْ اْألَرْضِ جَمِيْعًا )اّلبقرة: 92)
"Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu..." (QS. al-Baqarah [2]: 29)
قُلْ مَنْ حَرَمَ زِيْنَةَ اهللِ اّلَتِيْ أَخْرَجَ ّلِعِبَادِه وَاّلّطَـيّـِبَاتِ مِنّ اّلرِزْقِ، قُلْ هِيَ ّلِلَذِيْنَ آمَنُوْا فِي
اّلْحَيَاةِ اّلّدُنْيَا خَاّلِصَةً يَوْمَ اّلْقِيَامَةِ، كَذّلِكَ نُفَصِلُ اْآليتِ ّلِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ )األعراف: 29)
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapakah yang mengharamkan) rezki yang baik?' Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
orang-orang yang mengetahui" (QS. al-A`raf [7]: 32)
.وَسَّخَرَ ّلَكُمُ مَا فِي اّلّسَمَاوَاتِ وَمَا فِي اْألَرْضِ جَمِيْعًا مِنْهُ، إِنَ فِيْ ذّلِكَ آليتِ ّلِقَوْمٍ
يَتَفَكَرُوْنَ
"Dan Dia (Allah) telah menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir" (QS. al-Jasiyah [45]: 13)
c. Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal, antara lain:
يَا أيُهَا اّلنَاسُ كُلُوْا مِمَا فِى اْألَرْضِ حَالَالً طَـيِبًا وَالَتَتَبِعُوْا خُّطُوَاتِ اّلّشَيّْطَانِ، إِنَهُ ّلَكُمْ
عَّدُوٌ مُبِيْنٌ )اّلبقرة: 861.)
"Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu" (QS. al-Baqarah [2]: 168).
يَا أيُهَا اّلَذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِـبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوْا هللِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَاهُ تَعْبُّدُوْنَ )اّلبقرة:
.)879
"Hai orang yang beriman! Makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah Kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah" (QS. al-Baqarah [2]: 172)
d. Firman Allah SWT tentang beberapa jenis makanan (dan minuman) yang diharamkan, antara lain:
إِنَمَاحَرَمَ عَلَيْكُمُ اّلْمَيْتَةَ وَاّلّدَمَ وَّلَحْمَ اّلّْخِنْزِيْرِ وَمَاأُهِلَ بِهِ ّلِغَيْرِ اهللِ، فَمَنِ اضّْطُرَ غَيْرَ بَاغٍ
وَالَعَادٍ فَالَإِثْمَ عَلَيْهِ، إِنَ اهللَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ )اّلبقرة: 872)
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang" (QS. al-Baqarah [2]: 173).
حُرِمَتْ عَلَيْكُمُ اّلْمَيْتَةُ وَاّلّدَمُ وَّلَحْمُ اّلّْخِنْزِيْرِ وَمَاأُهِلَ ّلِغَيْرِ اهللِ بِهِ وَاّلْمُنّْخَنِقَةُ وَاّلْمَوْقُوْذَةُ
وَاّلْمُتَرَدِيَةُ وَاّلنَّطِيْحَةُ وَمَاأَكَلَ اّلّسَبُعُ إِالَ مَاذَكَيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى اّلنُصُبِ ... )اّلمائّدة: 2)
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (da-ging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan)
yang disembelih untuk berhala..." (QS. al-Ma'idah [5]: 3).
قُلْ الَأَجِّدُ فِى مَاأُوْحِيَ إِّلَيَ مُحَرَمًا عَلَى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهُ إِالَ أَنْ يَكُوْنَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا
أَوْ ّلَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَإِنَهُ رِجْسٌ أَوْ فِّسْقًا أُهِلَ ّلِغَيْرِ اهللِ بِهِ، فَمَنِ اضّْطُرَ غَيْرَ بَاغٍ وَالَعَادٍ فَإِنَ
رَبَكَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ )األنعام: 841)
"Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun, Maha Penyayang" (QS. al-An'am [6]: 145).
وَيُحِرِمُ عَلَيْهِمُ اّلّْخَبَائِثَ )األعراف: 817)
"... dan ia (Nabi) mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk..." (QS. al-A`raf [7]: 157). Maksud buruk (khaba'its) di sini menurut ulama adalah najis.
وَالَتُلْقُوْا بِأَيّْدِيْكُمْ إِّلَى اّلتَهْلُكَةِ )اّلبقرة: 821)
"...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan..." (QS. al-Baqarah [2]: 195).
2.Hadis Nabi SAW
a. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan kehalalan dan
keharaman sesuatu yang dikonsumsi, antara lain:
أَيُهَا اّلنَاسُ! إِنَ اهللَ طَيِبٌ الَيَقْبَلُ إِالَ طَـيِـبًا. وَإِنَ اهللَ أَمَرَ اّلْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ اّلْمُرْسَلِيْنَ.
فَقَالَ: يَاأَيُهَا اّلرُسُلُ كُلُوْا مِنَ اّلّطَـيِـبَاتِ وَاعْمَلُوْا صَاّلِحًا، إِنِيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ. وَقَالَ: يَا
أيُهَا اّلَذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِـبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ. ثُمَ ذَكَرَ اّلرَجُلَ يُّطِيْلُ اّلّسَفَرَ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ،
يَمُّدُ يَّدَيْهِ إِّلَى اّلّسَمَاءِ: يَارَّبِ! يَارَّبِ! وَمَّطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَّشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَّسُهُ حَرَامٌ،
وَغُذِيَ بِاّلْحَرَامِ. فَأَنَى يُّسْتَجَاّبُ ّلِذَّلِكَ؟ )رواه مّسلم عن أبي هريرة(
"Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah thayyib (baik), tidak akan menerima kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan Allah memerintahkan kepada orang beriman segala apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia
berfirman, 'Hai rasul-rasul! Makanlah dari makanan yang baik-
baik (halal) dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan' (QS. al-
Mu'minun [23]: 51), dan berfiman pula, 'Hai orang yang beriman! Makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu...' (QS. al-Baqarah [2]: 172). Kemudian Nabi
menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, 'Ya
Tuhan, Ya Tuhan...' (Berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh Allah--pen.). Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia selalu menyantap yang
haram. (Nabi memberikan komentar), 'Jika demikian halnya,
bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya?'" (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
اَّلْحَالَلُ بَيِنٌ وَاّلْحَرَامُ بَيِنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُّشْـتَبِهَاتٌ الَيَعْلَمُهُنَ كَثِيْرٌ مِنَ اّلنَاسِ، فَمَنِ اتَقَى
اّلّشُـبُهَاتِ فَقَّدِ اسْتَـبْرَأَ ّلِّدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ )رواه مّسلم(
"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah
jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat
(syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),
kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya..." (HR. Muslim).
اَّلْحَالَلُ مَاأَحَلَ اهللُ فِيْ كِتَابِهِ، وَاّلْحَرَامُ مَاحَرَمَ اهللُ فِيْ كِتَابِهِ، وَمَاسَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَا عَفَا
عَنْهُ )أخرجه اّلترمذي وابن ماجه عن سلمان اّلفارسي(
"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah
dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan" (Nail al-Authar, 8:
106).
إِنَ اهللَ فَرَضَ فَرَئِضَ فَالَتُضَيِعُوْهَا، وَحَّدَ حُّدُوْدًا فَالَتَعْتَّدُوْهَا، وَحَرَمَ أَشْيَاءَ فَالَتَنْتَهِكُوْهَا،
وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً ّلَكُمْ غَيْرَ نِّسْيَانٍ فَالَتَبْحَثُوْا عَنْهَا )رواه اّلّدارقّطني وحّسنه
اّلنووي(
“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah
kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, jangalah
kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah
kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu
tanya-tanya hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi).
b. Hadis nabi saw yang menerangkan tentang dorongan
untuk berhias dan menjaga kebersihan diri, antara lain:
وعن ابن مّسعودٍ رضي اهلل عنه عن اّلنبيّ صلى اهلل عليه وسلم قَالَ :"ال يَّدْخُلُ اّلجَنَةَ مَنْ كَانَ
فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَةٍ مِنْ كِبْرٍ" فَقَالَ رَجُلٌ : إنَ اّلرَجُلَ يُحِبُ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَّسَناً ، وَنَعْلُهُ حَّسَنةً ،
فَقَالَ : "إنَ اهللَ جَمِيلٌ يُحِبُ اّلجَمَالَ ، اّلكِبْرُ : بَّطَرُ اّلحَقِ ، وَغَمْطُ اّلنَاسِ". )رواه مّسلم و أحمّد و
اّلترمذي(
Dari Ibn Mas’ud ra dari Nabi saw beliau bersabda: “Tidak
masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat setitik
kesombongan”, kemudian salah seorng sahabat bertanya:
“Seseorang suka pakainnya bagus serta sendalnya baik. Rasulullah pun menjawab: “Allah SWT itu indah dan menyukai keindahan.
Kesombongan adalah menghinakan kebenaran dan merendahkan orang lain” (HR. Imam Muslim, Ahmad, dan al-Turmudzi)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ اّلنَّبِيَّ صَلَّى اّللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ”اكْتَحِلُوا بِاّلْإِثْمِّدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو اّلْبَصَرَ وَيُنْبِتُ
اّلّشَّعْرَ" )رواه اّلترمذي(
Dari Ibn ‘Abbas ra bahwa Nabi saw bersabda: “Pakailah celak
dengan menggunakan itsmid, karena ia dapat memperjelas
pandangan dan menumbuhkan rambut” (HR. Al-Turmudzi)
عَن أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي اهلل عنه قَالَ : إِنَ رَسُولَ اّللَهِ صللى
اهلل عليه وسلم قَالَ: "إِنَ اّلْيَهُودَ وَاّلنَصَلارَ الَ يَصْلبُغُونَ ،
فَّخَاّلِفُوهُمْ ")رواه اّلبّخاري ومّسلم(
Dari Abi Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak
menyemir/mewarnai (rambut), maka berbedalah kalian
dengan mereka”. (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبّْدِ اّللَهِ رَضِيَ اهللُ عَنْهُ قَالَ أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ
يَوْمَ فَتْحِ مَكَةَ وَرَأْسُهُ وَّلِحْيَتُهُ كَاّلثَغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ
اّللَهِ صلى اهلل عليه وسلم: "غَيِرُوا هَذَا بِّشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا
اّلّسَوَادَ" )رواه مّسلم واّلنّسائى و ابو داود(
Dari Jabir ibn Abdillah ra ia berkata: Pada saat Fathu Makkah, datanglah Abu Quhafaah dalam keadaan (rambut) kepala dan jenggotnya putih seperti pohon tsaghamah (yang serba putih,
baik bunga maupun buahnya). Kemudian Rasulullah saw
bersabda: “Ubahlah ini (rambut dan jenggot Abu Quhafah) dengan sesuatu, tetapi jauhilah warna hitam”. (HR. Imam
Muslim, al-Nasa’i dan Abu Daud)
c. Hadis Nabi saw yang menerangkan soal larangan terhadap hal yang membahayakan, antara lain:
الَضَرَرَ وَالَضِرَارَ )رواه أحمّد وابن ماجه عن ابن عباس وعبادة بن اّلصامت(
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh (pula) membahayakan orang lain" (HR. Ahmad dan Ibn Majah dari Ibn 'Abbas dan `Ubadah bin Shamit).
d. Hadis Nabi saw yang menegaskan adanya larangan
beberapa jenis aktifitas berhias, antara lain:
عن عبد اهلل بن مسعود رضي اهلل عنه قال: لعن اهلل
الواشمات و المستوشمات و المتنمصات و المتفلجات
للحسن المغيرات خلق اهلل )رواه البخاري(
Dari Abdullah ibn Mas’ud ra. Ia berkata: “Allah SWT
melaknat orang-orang perempuan yang membuat tato dan
yang meminta membuat tato, memendekkan rambut,
serta yang berupaya merenggangkan gigi supaya
kelihatan bagus, yang merubah ciptaan Allah. (HR. Al-
Bukhari)
عن عبداهلل بن عباس رضي اهلل عنمما قال : لعن رسول
اهلل المتشبمين من الرجال بالنساء و المتشبمات من النساء
بالرجال )رواه البخاري و أبو داود و الترمذي و ابن ماجه
)
Dari Abdillah ibn ‘Abbas ra. Ia berkata: “Rasulullah saw
melaknat kaum laki-laki yang menyerupakan diri dengan
perempuan, juga kaum perempuan yang menyerupakan
diri dengan laki-laki” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, al-
Turmuzi dan Ibn Majah)
3. Kaidah fiqh:
اَألَصْلُ فيِ اْألَشْيَاءِ اّلنَافِعَةِ اْإلِبَاحَةُ، وَفيِ اْألَشْيَاءِ اّلضَارَةِ اّلْحُرْمَةُ.
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan
hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".
اَألَصْلُ فيِ اْألَشْيَاءِ اْإلِبَاحَةُ، مَا ّلَمْ يَقُمْ دَّلِيْلٌ مُعْتَبَرٌ عَلَى اّلْحُرْمَة
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada
dalil muktabar yang mengharamkanya."
األُمُوْرُ بِمَقَاصِّدِهَا
“(Hukum) Segala sesuatu tergantung pada tujuannya”
األَصْلُ فِي اّلْمُعَامَلَةِ اإلِبَاحَةُ
“Hukum asal pada masalah mu’amalah adalah boleh”
األَصْلُ فِي اّلْمَنَاِفعِ اإلِبَاحَةُ
“Hukum asal pada setiap yang bermanfaat adalah boleh”
ّلِلْوَسَائِلِ حُكْمُ اّلْمَقَاصِّدِ
“Pada wasilah (hukumnya) sebagaimana hukum pada yang
ditujunya”
MEMPERHATIKAN :
1. Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia Nomor:
2/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-
Ari, Dan Air Seni Manusia Bagi Kepentingan Obat-Obatan Dan
Kosmetika
2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-139/MUI/IV/20
Tentang Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik;
3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal.
4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 11 Tahun 2009 tentang
Hukum Alkohol
5. Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang
Panjang tentang Konsumsi Makanan Halal.
6. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Kosmetika dan Obat
Luar
7. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi pada tanggal 13 Juli
2013.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG STANDAR KEHALALAN PRODUK
KOSMETIKA DAN PENGGUNAANNYA
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang
digunakan untuk membersihkan, menjaga, meningkatkan
penampilan, merubah penampilan, digunakan dengan cara
mengoles, menempel, memercik, atau menyemprot.
2. Tahsiniyat adalah salah satu kebutuhan syar’i yang bersifat
penyempurna (tertier), yang tidak sampai pada tingkat
dlarurat ataupun hajat, yang jika tidak dipenuhi tidak akan
mengancam eksistensi jiwa seseorang, serta tidak menimbulkan kecacatan.
3. Penggunaan kosmetika ada yang berfungsi sebagai obat dan
ada yang berfungsi sekedar pelengkap, ada yang masuk
kategori haajiyyat dan ada yang masuk kategori tahsiniyyat.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias
hukumnya boleh dengan syarat:
a. bahan yang digunakan adalah halal dan suci;
b. ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara
syar’i; dan
c. tidak membahayakan.
2. Penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke
dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau
haram hukumnya haram.
3. Penggunaan kosmetika luar (tidak masuk ke dalam tubuh)
yang menggunakan bahan yang najis atau haram selain babi
dibolehkan dengan syarat dilakukan penyucian setelah
pemakaian (tathhir syar’i).
4. Penggunaan kosmetika yang semata-mata berfungsi
tahsiniyyat, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk
memanfaatkan kosmetika yang haram.
5. Penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki
ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa
terkait penggunaan obat-obatan.
6. Produk kosmetika yang mengandung bahan yang dibuat
dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang
melibatkan gen babi atau gen manusia hukumnya haram.
7. Produk kosmetika yang menggunakan bahan (bahan baku, bahan aktif, dan/atau bahan tambahan) dari turunan hewan halal (berupa lemak atau lainnya) yang tidak diketahui cara
penyembelihannya hukumnya makruh tahrim, sehingga
harus dihindari.
8. Produk kosmetika yang menggunakan bahan dari produk
mikrobial yang tidak diketahui media pertumbuhan
mikrobanya apakah dari babi, harus dihindari sampai ada
kejelasan tentang kehalalan dan kesucian bahannya.
Keempat : Rekomendasi
1. Masyarakat dihimbau untuk memilih kosmetika yang suci
dan halal serta menghindari penggunaan produk kosmetika
yang haram dan najis, makruh tahrim dan yang
menggunakan bahan yang tidak jelas kehalalan serta
kesuciannya.
2. Pemerintah mengatur dan menjamin ketersediaan kosmetika halal dan suci dengan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
3. Pelaku usaha diminta untuk memastikan kesucian dan kehalalal kosmetika yang diperjualbelikan kepada umat
Islam.
4. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi halal terhadap produk kosmetika yang menggunakan bahan haram dan
najis, baik untuk kosmetika dalam maupun luar.
5. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi halal terhadap
produk kosmetika yang menggunakan bahan yang tidak jelas kehalalan dan kesuciannya, sampai ada kejelasan tentang
kehalalan dan kesucian bahannya.
Kelima : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di ke mudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 04 Ramadhan 1434 H
13 J u l i 2013 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM.
Sekertaris
ASRORUN NI’AM SHOL EH, MA
Wednesday, 12 October 2016
Puasa Sunah dan Beberapa Hal yang Berkaitan Denganya
Al Fatihah Bagian 4
Tadabur Al Fatihah bagian ke 4 ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ Tunjukilah kami jalan yang lurus, Permintaan yang diajarkan Allah yang per...
-
A. Tadabbur Menurut Bahasa Tadabbur berasal dari kata: تَدَبَّرَ اْلأَمْرَ و َ فِيْهِ : دَبَّرَهُ . Artinya: Tadabbaral Amra wa Fihi : ...
-
Pertanyaan : Ustadz mau tanya hukum lomba burung merpati? Bolehkah? Sapta H Jawab : Di sekitar kita marak sekali lapak balap merpati dan...
-
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (1) قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَ...