Assalamualaikum,
Mau nanya pak, saya td pagi niat
puasa sunnah Kamis.
Lalu sya bru sadar kalau hari ini msh hri Rabu skitar jm 9. lantas sya
memtuskan untk membatalkan puasa. Kalau
seandainya sya tdk mmbatalkn, tetap puasa apakah boleh ustad?
Kalau
mengganti niat kala sudah siang hari apakah jg boleh?
Trmksh, wassalamualaikum
Zerlinda
Jawab :
Waalaikumsallam,
agar bisa nyambung kita akan bahas tentang dua hal, yaitu macam-macam puasa
sunah dan hal-hal yang berkaitan denganya..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,
لا يَصُوْمُ عَبْدٌ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ الله.
إلا بَاعَدَ اللهُ، بِذَلِكَ اليَوْمِ، وَجْهَهُ عَنِ النَارِ سَبْعِيْنَ
خَرِيْفاً.
“Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di
jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya
dari api neraka (dengan puasa itu) sejauh 70 tahun jarak perjalanan.” (HR.
Bukhari Muslim dan yang lainnya)
Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa
haruslah didasari niat yang benar yakni beribadah kepada Allah subhanahu
wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan sesuai dengan tuntunan
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
Makna puasa secara Syar’i adalah
“menahan diri dari makan, minum dan jima’ serta segala sesuatu yang
membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat beribadah
kepada Allah subhanahu wa ta’ala” ,
I. Ada beberapa Puasa
Sunah yang di syariatkan, diantaranya adalah :
1. Puasa 6
hari pada bulan Syawwal
Dari Abu Ayyub
Al-Anshory bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ. ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ
شَوَّال. كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa
berpuasa Ramadhan, kemudian melanjutkan dengan berpuasa enam hari pada bulan
Syawal, maka seperti ia berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ بعَشْرةِ أَشْهُرٍ، وَصِيَامُ
سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَهُ بِشَهْرين، فَذَلِكَ صِيَامُ السَّنَةِ
“Puasa pada
bulan Ramadhan seperti berpuasa sepuluh bulan , dan puasa enam hari
setelahnya seperti berpuasa selama dua bulan, maka yang demikian itu (jika
dilakukan) seperti puasa setahun.” (Hadits shahih
Riwayat Ahmad)
Puasa Syawal
tidak boleh dilakukan pada hari yang dilarang berpuasa di dalamnya, yakni pada
hari Idul Fitri.Puasa tersebut tidak disyaratkan harus berurutan, sebagaimana
kemutlakan hadits hadits di atas, akan tetapi lebih utama bersegera dalam
kebaikan.Jika ada kewajiban mengqodo’ puasa Ramadhan maka dianjurkan
mendahulukan qodo baru kemudian berpuasa Syawal 6 hari sebagaimana hadits dari
Abu Ayyub Al-Anshori di atas.
2. Puasa pada
hari Arafah bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَام ُيَوْمِ عَرَفَةَ أحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. وَالسَّنَةَ الّتِي بَعْدَهُ
“Puasa pada
hari Arofah, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa setahun yang
telah lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim)
Adapun bagi orang yang sedang
melaksanakan ibadah haji, maka yang lebih utama adalah tidak berpuasa pada hari
Arofah sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para shahabatnya.
3. Puasa pada
hari Asyura’ (10 Muharrom) dan sehari sebelumnya
Dari Abu
Qotadah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa pada
hari ‘Asyuro’, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa setahun yang
telah lalu.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Sungguh jika
aku masih hidup sampai tahun depan aku akan berpuasa pada hari yang
kesembilan.” (HR. Muslim)
4.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, dia berkata:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ
صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.
“Saya tidak
pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan
penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidaklah saya melihat beliau
memperbanyak puasa dalam suatu bulan seperti banyaknya beliau berpuasa pada
bulan sya’ban.” (HR. Bukhari)
Dan dianjurkan tidak
berpuasa pada hari yang meragukan apakah sudah masuk ramadhan atau belum, yakni
sehari atau dua hari pada akhir Sya’ban, kecuali bagi seseorang yang kebetulan
bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukannya dari puasa-pusa sunnah ( misal puasa
dawud atau puasa senin kamis )
5.
Memperbanyak Puasa Pada Bulan Muharrom
Berdasarkan
hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أفْضَلُ الصِّيَامِ، بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ
الْمُحَرَّمُ وَ أفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاةُ اللَيْلِ
“Puasa yang
paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yakni bulan
Muharrom, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat
malam.” (HR. Muslim)
6. Puasa Hari
Senin dan Kamis
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ
فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Amal-amal
ditampakkan pada hari senin dan kamis, maka aku suka jika ditampakkan
amalku dan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. An-Nasa’i)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, beliau
bersabda:
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ. وَيَوْمٌ بُعِثْتُ (أَوْ
أَنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ)
“Ia adalah
hari ketika aku dilahirkan dan hari ketika aku diutus (atau diturunkan (wahyu)
kepadaku ).” (HR. Muslim)
7. Puasa 3
hari setiap bulan
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
أوْصَانِى خَلِيْلِى صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِثَلاثٍ: صِيَامِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَى الضُحَى،
وَأَنْ أَوْترَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
“Kekasihku,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Mewasiatkan kepadaku tiga perkara:
puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat
witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari Muslim)
Lebih
dianjurkan untuk berpuasa pada hari baidh yakni tanggal 13, 14 dan 15
bulan Islam (Qomariyah). Berdasarkan perkataan salah seorang sahabat radhiyallahu
‘anhu, ia berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنْ نَصُوْمَ مِنَ الشَّهْر ِثَلاثَةَ أَيَّامِ البَيْضِ: ثَلاثَ عَشْرَةَ، وَ
أَرْبَعَ عَشْرَةَ ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berpuasa pada tiga hari ‘baidh’:
tanggal 13, 14 dan 15.” (Hadits Hasan, dikeluarkan oleh An-nasa’i dan yang
lainnya)
8. Berpuasa
Sehari dan Berbuka Sehari (Puasa Dawud ‘alaihis salam)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ
الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل، وَيَقُومُ
ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا (متفق
عليه)
“Puasa yang
paling disukai Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan shalat yang paling disukai
Allah adalah Shalat Nabi Dawud, adalah beliau biasa tidur separuh malam, dan
bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya, adalah beliau berbuka
sehari dan berpuasa sehari.” (Muttafaqun
‘alaihi)
II. Ada beberapa hal yang terkait dengan syariat puasa sunnah, diantaranya :
1.
Boleh berniat
puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, dan minum serta tidak
melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, berbeda dengan puasa wajib maka
niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
عَنْ عَائِشَةَ
أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-
ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ «
فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ
صَائِمًا ». فَأَكَلَ
Dari ‘Aisyah
Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menemuiku pada suatu hari lantas beliau berkata, “Apakah kalian memiliki
sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun berkata,
“Kalau begitu saya puasa saja sejak sekarang.” Kemudian di hari lain beliau
menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays
(jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau
bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat
puasa.” Lalu beliau menyantapnya. (HR. Muslim ).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalil di atas adalah dalil
bagi mayoritas ulama bahwa boleh berniat di siang hari sebelum waktu zawal
(matahari bergeser ke barat) pada puasa sunnah.”(Syarh Shahih Muslim )
Namun tidak bagi puasa wajib atau
qadha puasa wajib. Karena ada hadits :
مَنْ لَمْ
يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa
yang tidak berniat sebelum fajar (Shubuh), maka puasa ( Ramadhanya)nya tidak sah.” (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, dan An Nasa’i
)
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ
الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang belum berniat
puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud 2456 dan yang
lainnya).
Hadis ini berlaku untuk puasa wajib,
termasuk puasa qadha. Imam Nawawi mengatakan,
لا يصح صوم رمضان ولا القضاء ولا الكفارة
ولا صوم فدية الحج وغيرها من الصوم الواجب بنية من النهار ، بلا خلاف
Tidak sah melakukan puasa ramadhan,
puasa qadha, puasa kaffarah, maupun puasa tebusan ketika haji, atau puasa wajib
lainnya, jika niatnya di siang hari, dengan sepakat ulama. (al-Majmu’ syarh
Muhadzab).
Berdasarkan hadis ini, tidak mungkin
bagi orang yang tengah puasa sunah, lalu dia mengubah niatnya menjadi puasa
qadha. Namun di bolehkan mengganti niat untuk puasa sunah yang lain. Hal ini
diambil dari hadits Aisyah tentang Nabi berniat tidak puasa kemudian merubah
menjadi niat puasa sunah.
2.
Dua Niat dalam satu Puasa. Puasa dengan niat ganda, ada yang boleh hukumnya
dan ada yang tidak boleh. Termasuk yang tidak boleh adalah puasa yang diniatkan
untuk beberapa puasa yang hukumnya wajib. Misalnya, seseorang berpuasa satu
hari dengan niat untuk membayar qadha' puasa Ramadhan 30 hari. Karena puasa
satu hari hanyalah untuk membayar puasa satu yang ditinggalkan.
Demikian juga ketika seseorang bernadzar untuk puasa 1 minggu, lalu ketika
keinginannya terkabul, dia hanya puasa 1 hari saja namun niatnya untuk puasa 7
hari. Cara seperti ini juga cara akal-akalan yang tidak dibenarkan syariah.
Yang bisa dibenarkan adalah melakukan puasa wajib yang dijatuhkan harinya
di hari-hari yang utama untuk berpuasa, misalnya dijatuhkan pada hari Senin
atau hari Kamis.
Kedua hari itu adalah hari yang punya keutamaan tersendiri untuk berpuasa,
kalau ada puasa wajib, maka kita puasa wajib, sedangkan bila tidak ada
kewajiban, maka kita puasa sunnah. Yang penting, kita bisa memanfaatkan hari
Senin atau Kamis untuk berpuasa, baik statusnya wajib atau sunnah. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memang menyebutkan keutamaan puasa pada
hari itu dan beliau juga menyebutkan sebab musababnya, yaitu karena hari
kelahiran beliau atau karena Senin dan Kamis adalah hari pelaporan amal-amal
umat manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, "Itu hari
kelahiranku dan diturunkan wahyu." (HR Muslim dan Ahmad).
"Sesungguhnya amal manusia itu diperlihatkan (dilaporkan) setiap hari
Senin dan Kamis. Lalu Allah mengampuni setiap muslim atau setiap mukimin,
kecuali metahajirin. Beliau berkata, "Akhir dari keduanya." (HR Ahmad
dengan sanad shahih).
Maka boleh hukumnya berpuasa wajib, misalnya puasa qadha' atau nadzar, yang
kita jatuhkan di hari Senin atau Kamis, karena di kedua hari itu ada keutamaan
tersendiri yang berbeda nilainya kalau kita puasa wajib di hari lain.
Dan boleh pula kita berpuasa sunnah yang kita jatuhkan di hari Senin atau
hari Kamis. Misalnya puasa 6 hari bulan Syawwal yang hukumnya sunnah, akan
menjadi lebih utama kalau dijatuhkan pada hari Senin atau hari Kamis.
3.
Seseorang yang
berpuasa sunnah diperbolehkan membatalkan puasanya jika ia menghendaki,
dan tidak ada qadha atasnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha dia berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ:( هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟
) فَقُلْنَا: لا. قَالَ: ( فَإِنِى إِذًا صَائِمٌ
) ، ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَر. فَقُلْنَا:
يَا رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ . فَقَالَ: ( أَرينيْهِ، فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ) فَأَكَلَ. (رواه مسلم)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam suatu hari datang kepadaku kemudian berkata: “Apakah
engkau memiliki sesuatu (dari makanan)?”, kemudian kami berkata: “tidak”,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau begitu saya
berpuasa”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang pada
hari yang lain kemudian kami katakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami
dihadiahi haisun (kurma yang dicampur minyak dan susu yang dihaluskan),
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bawalah
kemari, sesungguhnya aku tadi berpuasa”, kemudian beliau memakannya (HR.
Muslim)
4.
Seorang istri
tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seijin
suaminya
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لا تَصُوْمُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلا
بِإِذْنِهِ
“Janganlah
seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya menyaksikannya kecuali dengan
seizinnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Kesimpulan :
Terkait puasa pada hari rabu pada
bulan muharram kemarin, maka Anda bisa mengganti niatnya dengan puasa bulan Muharram
yang memang di syariatkan untuk memperbanyak puasa dan kalaupun ingin
membatalkan juga tidak mengapa dan tidak ada qadha atasnya.
Wallahu A’lam
No comments:
Post a Comment