Thursday, 3 November 2022
Tiga Amal yang Menyelamatkan Hidup Manusia
Tuesday, 1 November 2022
Amal Yang Paling di Cintai Allah
Yang dimaksud: “Shalat pada waktunya” adalah shalat di awal waktu, sebagaimana keterangan Ibnu Hajar, dimana beliau menukil keterangan Ibnu Battal ketika menjelaskan hadis di atas:
قال ابن بطال: فيه أن البدار إلى الصلاة في أول وقتها أفضل من التراخي فيه
Ibnu Battal mengatakan, “Dalam hadis ini disimpulkan bahwa menyegerakan shalat di awal waktunya itu lebih afdhal (utama) dari pada menundanya.” (Fathul Bari, 2:9)
Birrul walidain artinya berbakti kepada orang tua. Birrul walidain adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36)
Diantara keutamaan birrul Walidain adalah :
a. Lebih Utama dari Jihad fi Sabililah
Sebagaimana hadits Abdullah bin Mas’ud yang telah disebutkan. Juga hadits tentang seorang lelaki yang meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi berjihad, beliau bersabda:
أحَيٌّ والِدَاكَ؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِما فَجَاهِدْ
“Apakah orang tuamu masih hidup?”Lelaki tadi menjawab: “Iya.” Nabi bersabda: “Kalau begitu datangilah kedunya dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah.
b. Bersanding dengan perintah mengesakan Allah
Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36).
Hal ini menunjukkan betapa besarnya timbangan pahala birrul Walidain.
c. Salah satu Pintu Surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الوالِدُ أوسطُ أبوابِ الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه
“Kedua orangtua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orangtua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian.” (HR Tirmidzi)
d. Wasilah dalam bertawasul
Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:
“Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orangtua yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orangtuaku sebelum keluargaku.
Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orangtuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka.
Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar.
Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajah-Mu, maka bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya.“ (HR Bukhari-Muslim)
e. Menambah Umur
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rezeki, maka berbaktilah pada orangtua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR Ahmad)
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwatakan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
«رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ».
“Ridha Rabb tergantung ridha orangtua, dan murka Allah tergantung murka orangtua.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
3. Jihad di Sabilillah
Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (الجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan karena Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga.
Menurut ar-Raghib al-Ashfahani rahimahullah (wafat th. 425 H), bahwa اَلْـجَهْدُ berarti kesulitan dan اَلْـجُهْدُ berarti kemampuan. Kata jihad ( اَلْـجِهَادُ ) diambil dari kata: جَاهَدَ – يُـجَاهِدُ – جِهَادًا .
Dalam kitab An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (I/319), karya Ibnul Atsir disampaikan bahwa menurut istilah (terminologi), arti jihad adalah:
اَلْـجِهَادُ : مُـحَارَبَةُ الْكُفَّارِ وَهُوَ الْمُغَالَبَةُ وَاسْتِفْرَاغُ مَا فِـيْ الْوُسْعِ وَالطَّاقَةِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ.
“Jihad adalah memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan, baik berupa perkataan atau perbuatan.”
Dikatakan juga:
اَلْـجِهَادُ وَالْمُجَاهَدَةُ: اِسْتِفْرَاغُ الْوُسْعِ فِـيْ مُدَافَعَةِ الْعَدُوِّ.
“Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh.”
Di balik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar.Jihad dapat dimaknai sebagai “qital” atau “perang”, jihad juga dapat dimaknai untuk seluruh perbuatan yang memperjuangkan kebaikan.
Jihad dilakukan sesuai dengan keadaannya. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jhad seperti itu wajib.
Namun jika dalam keadaan damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.
Jihad di sabilillah memiliki beberapa keutamaan di antaranya :
a. Mendapat pahala yang berlipat
Dikatakan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam: Amalan apa yang setara dengan jihad fii sabiilillah? Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berkata: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Para shahabat mengulangi pertanyaan tersebut dua kali atau tiga kali, dan Rasul tetap menjawab: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Kemudian Rasul bersabda pada kali yang ketiga: “Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyu’ dengan (membaca) ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya sampai orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala itu kembali.”
b. Dijanjikan Surga
Allah subhanahuvwa ta'alla berfirman
لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,”(Q.S. An Nisa:95)
c. Mendapat rezeki
Rasullullah shallalhu alaihi wa sallam bersabda:
” Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” la berkata; “Dapatkah kita bertanya tentang hal itu? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ruh-ruh mereka seperti burung hijau yang melebarkan sayapnya di surga mana saja yang ia kehendaki, kemudian ia bernaung di atas lentera yang tergantung di Arasy. Di saat mereka seperti itu, Tuhanmu muncul kepada mereka,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Mintalah kepadaku apa yang kalian inginkan! Mereka berkata; Tuhan kami! apa yang akan kami minta kepada-Mu, sementara kami sedang melebarkan sayap di surga sesuka hati kami? Ketika mereka melihat bahwa mereka tidak dibiarkan untuk tidak meminta, maka mereka berkata; ‘Kami meminta agar ruh kami dikembalikan kepada jasad kami di dunia, kemudian kami terbunuh kembali di jalan-Mu. Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala melihat bahwa mereka tidak meminta hal lainnya kecuali hal itu, maka mereka ditinggalkan.” (Ibnu Majah: 2791)
d. Diampuni dosanya
Orang yang mati syahid di jalan Allah akan diampuni dosanya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَٰرَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”
تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
” (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
” Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. .” (Q.S. Ash Shaff:10-12)
e. Diselamatkan dari fitnah dan siksa Kubur
Mereka yang berjihad di jalan Allah akan diselamatkan dari siksa dan fitnah kubur. Sebagaimana sabda Rasul: “Orang yang mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yang besar, dihiasi dengan perhiasan iman, dikawinkan dengan bidadari dan dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya.” (HR. At-Tirmizi no. 1586 dan Ibnu Majah no. 2789)
f. Memberikan syafaat kepada 70 anggota keluarganya
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang mati syahid itu dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan keluarganya.” (HR. Abu Dawud)
Itulah tiga amalan yang di cintai Allah subhanahu wata'alla, semoga Allah memudahkan kita untuk melaksanakanya sehingga mendapatkan kecintaan dari Allah.
Wallahu alam bi shawab
Ta' Rouf Yusuf
Temanggung, 2 November 2022
Monday, 31 October 2022
Siapakah Ahlu Sunnah Wal Jamaah?
Pertanyaan :
Afwan...
Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarokatuh
Izin bertanya
Di era akhir zaman ini banyak berkeliaran aliran" dan Ormas"
sesat... 🙏
Maaf... Siapa dan golongan manakah yang tergolong sesat itu...
Bukankah nabi pernah berkata jika kelak umat islam terpecah menjadi 73
golongan dan semuanya masuk neraka kecuali aswaja...
Nah, semua golongan itu dengan mudahnya mengaku" aswaja... Padahal
mereka itu bagian dari khowarij
Siapakah aswaja yang sebenarnya...
Jawab :
Waalaikumsallam warohmatullahi
wa barakatuh
Kata atau istilah Ahlussunnah wal Jama’ah diambil dari hadis Imam
Thabrani sebagai berikut:
افترقت اليهود على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة ، وافترقت النصارى على
إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة ، وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة، الناجية منها
واحدة والباقون هلكى. قيل: ومن الناجية ؟ قال: أهل السنة والجماعة. قيل: وما السنة
والجماعة؟ قال: ما انا عليه اليوم و أصحابه
“orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71 atau 72
golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan, dan
umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang
selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka. Ditanyakan ’Siapakah
yang selamat itu?’ Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menjawab, ‘Ahlusunnah
wal Jama’ah’. Dan kemudian ditanyakan lagi, ‘apakah assunah wal jama’ah
itu?’ Beliau menjawab, ‘Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan
beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan
diamalkan beserta para sahabat).
Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu:
1. Ahl, أهل berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
2. Al-Sunnah, السنة secara
bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun
tidak diridhoi).
3. Al-Jama’ah, الجماعة artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan
sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan),
lawan kata dari tafarruq(perceraian), dan furqah(perpecahan). Jama’ah adalah
sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul
berdasarkan satu tujuan.
Menurut istilah “sunnah” adalah suatu cara untuk nama yang diridhoi dalam
agama, yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam
atau selain dari kalangan orang yang mengerti tentang Islam. Seperti para
sahabat Rasulullah. Secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah wal jama’ah
golongan yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.
Imam Al-Safarini, seorang ulama madzhab Hanbali dalam kitab, Lawami’
Al-Anwar Al-Bahiyah wa Sawati’ Al-Asrar Al-Atsariyah: Syarah Al-Durrat
Al-Madiyah ala Aqaid Al-Firqah Al-Najiyah, hlm. 1/73.
أهل السنة والجماعة
ثلاث فرق : الأثرية : وإمامهم أحمد بن حنبل رحمه الله تعالى. والأشعرية : وإمامهم
أبو الحسن الأشعري رحمه الله تعالى. والماتريدية : وإمامهم أبو منصور الماتريدي
“Ahlussunnah Wal Jamaah (secara aqidah) ada tiga golongan yaitu:
Al-Atsariyah, imamnya adalah Ahmad bin Hanbal. Al-Asy’ariyah, imamnya Abul
Hasan Al-Asy’ari, dan Al-Maturidiyah imamnya Abu Manshur Al-Maturidi.” Aqidah
al-atsariyah disebut juga dengan Hanabilah atau ahlul hadits.
Tajuddin Al-Subki, ulama madzhab Syafi’I, juga memasukkan aqidah
Al-Atsariyah sebagai bagian dari aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah:
“Ahlussunnah Wal Jamaah semuanya sepakat pada satu aqidah terkait perkara yang
wajib, mubah dan mustahil. Walaupun mereka berbeda dalam detail. Secara umum
mereka ada tiga golongan. Yaitu, Ahlul hadits yang mendasarkan pada dalil
sam’iyah yakni Al Quran, Al-Sunnah dan ijmak. Asy’ariyah dan Hanafiyah yang
mendasarkan pada pandangan akal dan pemikiran. Guru Asy’ariyah adalah Abul Hasan
Al-Asy’ari sedangkan guru Hanafiyah adalah Abu Manshur Al-Maturidi.”
Hamad Sinan dan Fauzi Anjazi dalam kitab Ahlussunnah Al-Asya’irah Syahadatu
Ulama Al-Ummah wa Adillatuhum, hlm. 80.
أهل السنة والجماعة
مصطلح ظهر للدلالة على من كان على منهج السلف الصالح من التمسك بالقرآن والسنن
والآثار المروية
عن رسول الله ‘ وعن أصحابه رضوان الله تعالى عليهم، ليتميز عن مذاهب
المبتدعة وأهل الأهواء. وإذا أطلق هذا المصطلح في كتب العلماء فالمقصود به
الأشاعرة والماتريدية وأصحاب الحديث
Ahlussunnah Wal Jamaah itu mengacu pada manhaj salafus salih yang berpegang
pada Al-Quran, sunnah Rasul dan atsar yang diriwayatkan dari Rasulullah dan
para Sahabat untuk membedakan dari madzhab ahli bid’ah dan ahlul ahwa’. Ketika
istilah ini disebut dalam kitab-kitab para ulama maka yang dimaksud adalah
Asy’ariah, Maturidiyah dan Ahli Hadits (atau Atsariyah).
Menurut Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Ziyadah at-Ta’liqat,
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah :
أما أهل السنة فهم أهل التفسير و الحديث و الفقه فإنهم المهتدون
المتمسكون بسنة النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء بعده الراشدين وهم الطاءفة
الناجية قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون و المالكيون
والحنبليون
“Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis,
dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi
dan sunnah khulafaurrasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang
selamat. Ulama mengatakan : Sungguh kelompok tersaebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat
yaitu madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.”
Jadi dapat kita simpulkan dari pembahasan di atas bahwa ahlu sunnah wal Jamaah adalah kaum muslimin yang ber aqidah Asy'ariyah, Maturidiyah dan Atsariyah serta ber madzhab fiqih yang empat. Ahlussunnah Wal Jamaah adalah golongan pengikut setia ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya. Hal ini tercermin dari sifat-sifat mereka dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Ahlussunnah Selalu Memelihara Jamaah
Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah bertugas untuk memelihara keutuhan umat
Islam. Mereka menempuh jalan tersebut sesuai dengan syari’at Allah Subhanahu wa ta’alla.
2. Bersikap Tasamuh
Mereka tidak hanya menghargai perbedaan dan cinta damai terhadap sesama
Muslim, tetapi juga kepada non-muslim yang tidak berbuat zalim. Ahlussunnah
senantiasa menghargai perbedaan dalam masalah mazhab fikih dan mazhab aqidah.
3. Bersikap Tawassuth
At-Tawassuth artinya di tengah-tengah, tidak ekstrim kiri maupun kanan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 143 yang artinya: “Dan
demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) 'umat pertengahan' agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu.”
4. Tawazun atau Seimbang
Ahlussunnah Wal Jamaah seimbang dalam segala hal, termasuk penggunaan dalil
aqli (berasal dari akal pikiran yang rasional) dan dalil naqli (bersumber dari
Alquran dan hadits). Hal ini sesuai firman Allah dalam surat Al Hadid ayat 25:
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang
nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia
dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat
dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Mahakuat, Mahaperkasa.”
5. Ahlussunnah Selalu Bersikap I’tidal
Bersikap i’tidal artinya tegak lurus, senantiasa menegakkan kebenaran dan
keadilan. Inilah tugas manusia yang diperintahkan Allah Subhanahu wa ta’alla.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah.
Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Maidah
ayat 8)
Jadi ketika kita ingin mengenal golongan yang selamat ini maka mari kita kenali dari ciri-ciri keseharianya.
Wallahua’lam
Temanggung, 1 November 2022
Ta’ Rouf Yusuf
Sunday, 30 October 2022
Sifat Penghuni Surga dan Neraka
1. Beriman dan Beramal Saleh
Sifat penghuni surga yang pertama adalah beriman dan beramal saleh. Mereka itulah orang-orang yang akan menghuni surga dan kekal di dalamnya. Ha ini disebutkan dalam surah al-A’raf [7] ayat 42 yang berbunyi:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَآ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٤٢
“Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan kebajikan, Kami tidak akan membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Mereka itulah penghuni surga; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-A’raf [7] ayat 42).
2. Muhsin
Sifat penghuni surga yang kedua adalah Muhsin atau orang yang baik dan berbuat kebaikan. Hal ini diterangkan dalam surah Yunus [10] ayat 26 yang berbunyi:
۞ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوا الْحُسْنٰى وَزِيَادَةٌ ۗوَلَا يَرْهَقُ وُجُوْهَهُمْ قَتَرٌ وَّلَا ذِلَّةٌ ۗاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٦
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus [10] ayat 26).
3. Merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'alla
Sifat penghuni surga yang ketiga adalah merendahkan diri kepada Allah subhanahuwata'alla. Sifat ini disebutkan dalam surah Hud [11] ayat 23 yang berbunyi:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَخْبَتُوْٓا اِلٰى رَبِّهِمْۙ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٣
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan merendahkan diri kepada Tuhan, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Hud [11] ayat 23).
4. Bertobat Dari Kesalahan
Sifat penghuni surga yang keempat adalah bertobat dari segala kesalahan. Melalui pertobatan tersebut, Allah subhabahu wa ta'alla dengan rahmat-Nya akan mengampuni semua kesalahan dan dosa-dosa. Hal ini disyaratkan dalam surah al-Ahqaf [46] ayat 16 yang berbunyi:
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ اَحْسَنَ مَا عَمِلُوْا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّاٰتِهِمْ فِيْٓ اَصْحٰبِ الْجَنَّةِۗ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ ١٦
“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan dan (orang-orang) yang Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf [46] ayat 16).
5. Istikamah
Sifat penghuni surga yang kelima adalah Istikamah, yakni orang-orang yang konsisten dalam kebaikan dan senantiasa mengupayakannya. Hal ini Allah firmankan dalam surah al-Ahqaf [46] ayat 13-14 yang berbunyi:
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ ١٣ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۚ جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ١٤
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istikamah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf [46] ayat 13-14).
6. Sabar dan Tawakal
Sifat penghuni surga yang keenam ialah sabar dan tawakal terhadap berbagai masalah yang dihadapi seraya berusaha menyelesaikannya. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah – sering – mengeluh terhadap takdir Allah subhanahu wa ta'lla dan senantiasa menghadapi dengan lapang dada apa yang ada di depan mereka, baik nikmat maupun cobaan. Hal ini disebutkan dalam surah al-Ankabut [29] ayat 58-59 yang berbunyi:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُبَوِّئَنَّهُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ غُرَفًا تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ نِعْمَ اَجْرُ الْعٰمِلِيْنَۖ ٥٨ الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ ٥٩
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sungguh, mereka akan Kami tempatkan pada tempat-tempat yang tinggi (di dalam surga), yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang berbuat kebajikan, (yaitu) orang-orang yang bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya.” (QS. Al-Ankabut [29] ayat 58-59).
7. Ikhlas (Mukhlis)
Sifat penghuni surga yang ketujuh ialah ikhlas, yakni orang-orang yang mengesakan Allah subhanahu wa ta'alla dan hanya mengharap rida-Nya dalam beramal, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial. Dalam konteks ini, Allah subhanahu wataalla adalah satu-satunya tujuan utama dalam hidup mereka, sedangkan hal lain seperti harta, tahta, pasangan dan anak adalah wasilah penghubung dengan-Nya.
Allah subhanahu wa ta'alla berfirman dalam surah as-Saffat [37] ayat 40-43 yang berbunyi:
اِلَّا عِبَادَ اللّٰهِ الْمُخْلَصِيْنَ ٤٠ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَّعْلُوْمٌۙ ٤١ فَوَاكِهُ ۚوَهُمْ مُّكْرَمُوْنَۙ ٤٢ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِۙ ٤٣
“Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa), mereka itu memperoleh rezeki yang sudah ditentukan, (yaitu) buah-buahan. Dan mereka orang yang dimuliakan, di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS. As-Saffat [37] ayat 40-43).
Sedangkan Sifat Ahli Neraka disebutkan dalam Surat Qaff ayat 23-24, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَ قَرِينُهُۥ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ ٢٣ أَلۡقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ ٢٤ مَّنَّاعٍ لِّلۡخَيۡرِ مُعۡتَدٍ مُّرِيبٍ ٢٥ ٱلَّذِي جَعَلَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَأَلۡقِيَاهُ فِي ٱلۡعَذَابِ ٱلشَّدِيدِ ٢٦
“Dan (malaikat) yang menyertainya berkata, ‘Inilah (catatan perbuatan) yang ada padaku.’ (Allah berfirman), ‘Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka Jahanam semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat enggan melakukan kebaikan, melampaui batas dan bersikap ragu-ragu, yang mempersekutukan Allah dengan tuhan lain, maka lemparkanlah dia ke dalam azab yang keras.’” (Qaf: 23—26)
Pada firman Allah subhanahu wa ta’ala tersebut terdapat enam sifat yang akan membuat seseorang dilemparkan ke dalam Jahanam, yaitu:
1. Orang yang sangat ingkar.
Mereka adalah orang yang sangat kafir, yang mengerjakan berbagai kekafiran, baik berupa perbuatan maupun ucapan. Demikian pula orang yang kekafiran itu telah menguat dalam kalbunya.
2. Keras kepala
Mereka adalah orang yang membangkang terhadap kebenaran dan melawannya dengan kebatilan, padahal ia mengetahui kebenaran tersebut.
3. Enggan melakukan kebaikan.
Seolah-olah dia justru hendak mencari segala kebajikan agar dia bisa menghalanginya, menghalangi manusia dari amal kebajikan. Keburukan terbesarnya adalah menghalangi mereka untuk beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat-Nya, Kitab-kitabNya dan Rasul-rasulnya; serta menghalangi seseorang untuk mendakwahi mereka.
4. Melampaui batas
Mereka melanggar batas-batas hukum Allah subhanahu wa ta’ala dan melanggar hak-hak makhluk sehingga berbuat jahat kepada mereka. Dia tidak hanya menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan, tetapi juga berbuat jahat terhadapnya.
5. Ragu-ragu
Tertanam dalam dirinya keraguan. Demikian juga, ia membuat orang lain menjadi ragu, baik ragu akan janji Allah subhanahu wa ta’ala maupun ancaman-Nya, sehingga tidak ada lagi keimanan dan kebaikan pada dirinya.
6. Syirik
Ini mencakup semua orang yang menghambakan diri dan menghinakan diri kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.
Di dalam hadits juga di sebutkan Dari Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَخْرُجُ عُنُقٌ مِنَ النَّارِ يَتَكَلَّمُ يَقُوْلُ: وُكِلْتُ الْيَوْمَ بِثَلَاثَةٍ؛ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيْدٍ، وَمَنْ جَعَلَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ، فَتَنْطَوِي عَلَيْهِمْ فَتَقْذِفُهُمْ فِيْ غَمَرَاتِ جَهَنَّمِ
“Ada sebuah leher yang keluar dari neraka, Ia bisa berbicara. Ia pun berkata,
‘Pada hari ini aku diperintahi (untuk menyiksa) tiga golongan manusia: (1) setiap orang yang sombong lagi membangkang, (2) orang yang mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, dan (3) setiap orang yang membunuh sebuah jiwa bukan karena qishash.’Leher itu pun melilit mereka dan melemparkan mereka ke dalam dahsyatnya azab Jahanam.” (HR. Ahmad )
Wallahu a'lam
Temanggung, 31 Oktober 2022
TRY
Kanzul Jannah
Hukum Sholat menggunakan Sajadah
Ibnu Taimiyah berkata,
وَإِذَا ثَبَتَ جَوَازُ الصَّلَاةِ عَلَى مَا يُفْرَشُ – بِالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ – عُلِمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَمْنَعْهُمْ أَنْ يَتَّخِذُوا شَيْئًا يَسْجُدُونَ عَلَيْهِ يَتَّقُونَ بِهِ الْحَرَّ
“Jika ketetapan yang menyatakan bolehnya shalat di atas alas -hal ini berdasarkan As Sunnah dan Ijma’ (kesepakatan para ulama), maka diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang shalat di atas alas untuk menghalangi dari panas.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 175).
Diantara dalil kebolehannya adalah sebagaimana ditemukan dalam Sunan Abu Dawud no 656
ﻗﺎﻟﺖ ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ ﺑﻨﺖ اﻟﺤﺎﺭﺙ : ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ «ﻳﺼﻠﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﺣﺬاءﻩ ﻭﺃﻧﺎ ﺣﺎﺋﺾ ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺃﺻﺎﺑﻨﻲ ﺛﻮﺑﻪ ﺇﺫا ﺳﺠﺪ ﻭﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻤﺮﺓ»
Maimunah binti Harits berkata bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam shalat dan saya berada di dekatnya. Terkadang pakaian Nabi menyentuh saya saat beliau sujud. Nabi shalat di atas kain selendang. ( HR Abu Dawud)
Dalam Sunan Abu Dawud no 658 Abu Dawud meriwayatkan hal berikut:
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ «ﻛﺎﻥ ﻳﺰﻭﺭ ﺃﻡ ﺳﻠﻴﻢ ﻓﺘﺪﺭﻛﻪ اﻟﺼﻼﺓ ﺃﺣﻴﺎﻧﺎ ﻓﻴﺼﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺑﺴﺎﻁ ﻟﻨﺎ» ﻭﻫﻮ ﺣﺼﻴﺮ ﻧﻨﻀﺤﻪ ﺑﺎﻟﻤﺎء
Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mendatangi Ummu Sulaim. Kadang bersamaan dengan waktu shalat. Nabi shalat di atas tikar kami. Yaitu tikar yang kami basahi dengan air (dibersihkan dengan air).( HR Abu Dawud)
Namun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah sholat tanpa alas.
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: (سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الصَّلَاةِ) (فَقَالَ لَهُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا تَوَضَّأتَ فَخَلِّلْ أَصَابِعَ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ) وَفِي رِوَايَةٍ: (اجْعَلْ الْمَاءَ بَيْنَ أَصَابِعِ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ) (وَإِذَا رَكَعْتَ فَضَعْ كَفَّيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ حَتَّى تَطْمَئِنَّ, وَإِذَا سَجَدْتَ فَأَمْكِنْ جَبْهَتَكَ مِنْ الْأَرْضِ, حَتَّى تَجِدَ حَجْمَ الْأَرْضِ)
Ibnu Abbas ra. berkata: (Seorang bertanya Nabi dalam masalah shalat) (Lalu Nabi saw. bersabda: Jika anda wudhu, selah selahilah antar jari-jari tangan dan kakimu). Dalam riwayat lain: (Jadikan air pada jemari tangan dan kakimu) (Jika anda ruku’, maka letakkan kedua telapak tanganmu pada lutut hingga tumakninah, dan jika anda sujud, maka letak-kan dahimu pada bumi dengan mantap, sehingga anda merasakan kadar bumi). ( Hr. Hakim: 648; Tirmidzi: 39; Ibnu Majah: 447; Ahmad: 2604)
Imam Nawawi memberikan keterangan dalam Kitab Syarah Nawawi 'ala Shahih Muslim sebagai berikut:
قوله : ( فرأيته يصلي على حصير يسجد ) فيه دليل على جواز الصلاة على شيء يحول بينه وبين الأرض من ثوب وحصير وصوف وشعر وغير ذلك ، وسواء نبت من الأرض أم لا . وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور ، وقال القاضي - رحمه الله تعالى - : أما ما نبت من الأرض فلا كراهة فيه ، وأما البسط واللبود وغيرها مما ليس من نبات الأرض فتصح الصلاة فيه بالإجماع ، لكن الأرض أفضل منه إلا لحاجة حر أو برد أو نحوهما ، لأن الصلاة سرها التواضع والخضوع
"Perkataan Abu Sai'd Al Khudri : (Kemudian kulihat Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersujud di atas tikar). Dalam hadits terdapat dalil bolehnya shalat diatas sesuatu yang menghalangi diantara orang yang shalat dengan tanah, baik penghalangnya berupa baju, tikar, bulu maupun selain itu, baik penghalangnya tersebut adalah sesuatu yang tumbuh dari tanah maupun tidak. Ini adalah madzhab kami (Syafi'iyah) dan madzhab Jumhur Ulama'. Al-Qodhi berkata : adapun shalat diatas sesuatu yang tumbuh dari tanah maka tidak makruh, adapun menggelar sajadah, karung dan selain keduanya dari sesuatu yang tidak tumbuh di tanah maka sholatnya sah secara ijma', tetapi shalat langsung diatas tanah tanpa alas lebih utama daripada hal itu kecuali jika ada hajat misalnya karena panas atau dingin atas selain keduanya, karena shalat rahasianya adalah tawadhu' dan khudhu"
Dari keterangan Imam Nawawi di atas bisa kita simpulkan bahwa Shalat di atas tanah adalah lebih utama jika tanah tersebut suci dari najis. Namun demikian Shalat dengan menggunakan alas seperti sajadah, tikar, kain, dan sebagainya tetap sah. Namun jika shalat langsung di atas tanah menyebabkan kita kepanasan dan kedinginan, maka shalatlah kita menggunakan alas seperti sajadah dan sebagainya.
Wallahu a'lam
Temanggung, 31 Oktober 2022
TRY
Sunday, 6 March 2022
Malam Nisyfu Sya'ban
Malam nisfu sya'ban adalah satu malam yang istimewa di bulan yang istimewa pula. Masyarakat di sekitar Temanggung kebanyakan memanfaatkan malam ini untuk memperbanyak amalan ibadah dengan berkumpul di masjid atau mushola kemudian mengamalkan sholat dan dzikir tertentu.
Mengenai keutamaan malam Nisyfu Syaban diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radiyallahuanhu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ
"Allah Ta’ala menampakkan (rahmat-Nya) kepada hamba-Nya di malam Nisfu Sya’ban, Dia mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali orang yang bermusuhan dan pembunuh." (HR. Ahmad no. 6642)
Hadits ini diriwayatkan oleh banyak jalur yang saling menguatkan, sehingga hadits ini dinyatakan shahih oleh para pakar hadits.
Juga di sunnahkan untuk menghidupkan malam Nishfu Sya'ban dengan memperbanyak ibadah. Walaupun ada sebagian ulama yang melarang atau memakruhkanya. Namun mayoritas ulama mengatakan bahwa dianjurkan (mandub) menghidupkan malam Nishfu Sya'ban dengan berbagai amal shalih secara umum dan mutlak. Seseorang bisa memilih untuk berdzikir, tilawah, shalat malam, sedekah, atau ibadah yang lainnya.
Tertulis dalam Al Mausu'ah fiqiyah Al Kuwaitiyah:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى نَدْبِ إِحْيَاءِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
Menurut mayoritas ahli fiqih, adalah hal yang sunnah (nadb) menghidupkan malam Nishfu Sya’ban (dengan ibadah).
Menghidupkan malam nisyfu sya'ban dengan ibadah, merupakan perilaku kaum salaf, bahkan Imam Ibnu Taimiyah mengatakan:
إذَا صَلَّى الْإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِي جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ .
“Jika manusia shalat malam nishfu seorang diri atau jamaah secara khusus sebagaimana yang dilakukan segolongan salaf, maka itu lebih baik." (Majmu' Al Fatawa, jilid. 2, hal. 447)
Sebagian ulama ada pula yang menganjurkan berkumpul di masjid/mushalla, melakukan shalat khusus dengan bacaan khusus, dengan pakem khusus, adalah perselisihan fiqih ibadah sejak masa salaf.
Sebagian ulama salaf ada yang menolaknya seperti Atha', Ibnu Abi Malikah, fuqaha Madinah, dan para sahabatnya Imam Malik (Malikiyah). Ini juga pendapat Hanafiyah, sebagian Syafi'iyah, seperti Imam An Nawawi, dan menyebutnya sebagai bid'ah qabihah (buruk). (Lihat Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, jilid. 2, hal. 236. Lihat juga Fatawa Al Azhar, jilid. 10, hal. 131)
Namun sebagian kaum salaf ada yang menyetujuinya, dan menilainya "Itu bukan bid'ah," seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin 'Amir, dan Ishaq bin Rahawaih. Kaum salaf memakai wangi-wangian, celak, dan beribadah sampai pagi. (Fatawa Al Azhar, jilid. 10, hal. 131)
Salah satu ulama salaf, Imam Al Fakihi (w. 272 H) bercerita tentang perbuatan penduduk Mekkah di malam Nishfu Sya'ban:
وَأَهْلُ مَكَّةَ فِيمَا مَضَى إِلَى الْيَوْمِ إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، خَرَجَ عَامَّةُ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَصَلَّوْا، وَطَافُوا، وَأَحْيَوْا لَيْلَتَهُمْ حَتَّى الصَّبَاحَ بِالْقِرَاءَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، حَتَّى يَخْتِمُوا الْقُرْآنَ كُلَّهُ، وَيُصَلُّوا، وَمَنْ صَلَّى مِنْهُمْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ مِائَةَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِالْحَمْدُ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَأَخَذُوا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَشَرِبُوهُ، وَاغْتَسَلُوا بِهِ، وَخَبَّؤُوهُ عِنْدَهُمْ لِلْمَرْضَى، يَبْتَغُونَ بِذَلِكَ الْبَرَكَةَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَيُرْوَى فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ
Penduduk Mekkah dari dulu sampai hari ini (zaman Imam Al Fakihi, pen), jika datang malam Nishfu Sya'ban, maka mayoritas laki-laki dan perempuan keluar menuju Masjidil Haram, mereka shalat, thawaf, dan menghidupkan malam itu sampai pagi dengan membaca Al Quran di Masjidil Haram sampai mengkhatamkan semuanya, dan mereka shalat, di antara mereka ada yang shalat malam itu 100 rakaat dan pada tiap rakaatnya membaca Al Fatihah dan Al Ikhlas 10 kali, lalu mereka mengambil air zam zam malam itu, lalu meminumnya, mandi dengannya, dan juga menyembuhkan orang sakit dengannya, dalam rangka mencari keberkahan pada malam tersebut. (Akhbar Makkah, 3/84)
Kedua hal tersebut adalah ikhtilaf di antara ulama. Kita diperbolehkan mengambil salah satu pendapat menurut keilmuan kita, namun jangan ingkari pihak lainnya.
Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah mengatakan:
إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه.
“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.”
(Imam Abu Nu’aim Al Asbahany, Hilaytul Auliya, 3/133)
Imam Ahmad bin Hambal ditanya tentang orang yang shalat Ba'diyah Ashar, Beliau Rahimahullah menjawab:
لا نفعله ولا نعيب فاعله
Kami tidak melakukannya tapi kami tidak juga menilai aib orang yang melakukannya.(hal ini karena menurut beliau adalah ikhtilaf diantara ulama)(Al Mughni, 2/87, Syarhul Kabir, 1/802)
Diantara amalan yang di ajarkan ulama salaf adalah sholat malam nisfu sya'ban. Pada rakaat pertama setelah membaca al-fatihah, kemudian membaca surah al-Kafirun. Pada raka’at kedua, setelah membaca al-fatihah kemudian membaca surah al-ikhlas lalu salam.
Kemudian juga disunnahkan membaca surah Yasin sebanyak tiga kali.
Yasin pertama: Mohon dipanjangkan umur karena ibadah kepada Allah (Usia yang sehat jasmani rohani & penuh manfaat, diridhoi Allah swt).
Yasin kedua: Mohon rizki yang banyak karena ibadah kepada Allah.
Yasin ketiga: Mohon Keteguhan Iman, supaya tetap istiqomah dalam kebaikan dan kebenaran sampai akhir hayat (khusnul khotimah). Karena Iman itulah yg menentukan nasib masa depan seseorang.
Kemudian membaca doa:
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ
Ya Allah, Dzat Pemilik anugrah, bukan penerima anugrah. Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Wahai dzat yang memiliki kekuasaan dan kenikmatan. Tiada Tuhan selain Engkau, Engkaulah penolong para pengungsi, pelindung para pencari perlindungan, pemberi keamanan bagi yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menulis aku di sisiMu di dalam Ummul Kitab sebagai orang yang celaka atau terhalang atau tertolak atau sempit rezeki, maka hapuskanlah, wahai Allah, dengan anugrahMu, dari Ummul Kitab akan celakaku, terhalangku, tertolakku dan kesempitanku dalam rezeki, dan tetapkanlah aku di sisimu, dalam Ummul Kitab, sebagai orang yang beruntung, luas rezeki dan memperoleh taufik dalam melakukan kebajikan.
Sungguh Engkau telah berfirman dan firman-Mu pasti benar, di dalam Kitab Suci-Mu yang telah Engkau turunkan dengan lisan nabi-Mu yang terutus: “Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan apa yang dikehendakiNya dan di sisi Allah terdapat Ummul Kitab.
Wahai Tuhanku, demi keagungan yang tampak di malam pertengahan bulan Sya’ban nan mulia, saat dipisahkan (dijelaskan, dirinci) segala urusan yang ditetapkan dan yang dihapuskan, hapuskanlah dariku bencana, baik yang kuketahui maupun yang tidak kuketahui.
Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi, demi RahmatMu wahai Tuhan Yang Maha Mengasihi. Semoga Allah melimpahkan solawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad shalallahualaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabat beliau. Amin
Secara khusus Sayyid Alawi Al Maliki dalam kitab Madza fi Sya’ban menuliskan tiga amalan utama di malam Nisyfu Syaban, di antaranya :
Pertama, memperbanyak doa. Anjuran ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam bersabda,:
ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء، إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء
“(Rahmat) Allah turun ke bumi pada malam nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan),” (HR Al-Baihaqi).
Kedua, membaca dua kalimat syahadat sebanyak-banyaknya. Dua kalimat syahadat termasuk kalimat mulia. Dua kalimat ini sangat baik dibaca kapan pun dan di mana pun terlebih lagi pada malam nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi mengatakan,
وينبغي للمسلم أن يغتنم الأوقات المباركة والأزمنة الفاضلة، وخصوصا شهر شعبان وليلة النصف منه، بالاستكثار فيها من الاشتغال بكلمة الشهادة "لا إله إلا الله محمد رسول الله".
“Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan dengan memperbanyak membaca dua kalimat syahadat, La Ilaha Illallah Muhammad Rasululullah, khususnya bulan Sya’ban dan malam pertengahannya.”
Ketiga, memperbanyak istighfar. Tidak ada satu pun manusia yang bersih dari dosa dan salah. Itulah manusia. Kesehariannya bergelimang dosa. Namun kendati manusia berdosa, Allah syubhanahu wa ta'alla senantiasa membuka pintu ampunan kepada siapa pun. Karenaya, meminta ampunan (istighfar) sangat dianjurkan terlebih lagi di malam nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi menjelaskan,
الاستغفار من أعظم وأولى ما ينبغي على المسلم الحريص أن يشتغل به في الأزمنة الفاضلة التي منها: شعبان وليلة النصف، وهو من أسباب تيسير الرزق، ودلت على فضله نصوص الكتاب، وأحاديث سيد الأحباب صلى الله عليه وسلم، وفيه تكفير للذنوب وتفريج للكروب، وإذهاب للهموم ودفع للغموم
“Istighfar merupakan amalan utama yang harus dibiasakan orang Islam, terutama pada waktu yang memiliki keutamaan, seperti Sya’ban dan malam pertengahannya. Istighfar dapat memudahkan rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada bulan Sya’ban pula dosa diampuni, kesulitan dimudahkan, dan kesedihan dihilangkan.
Demikian keterangan kami terkait dengan malam nisyfu Sya'ban. Wallahu A’lam
Pengantar Pendidikan Akhlak Mulia
Pengantar Tujuan utama di utusnya Nabi Muhammad shallahu alaihi wa salla adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Proses tersebut dilakukan...
-
A. Tadabbur Menurut Bahasa Tadabbur berasal dari kata: تَدَبَّرَ اْلأَمْرَ و َ فِيْهِ : دَبَّرَهُ . Artinya: Tadabbaral Amra wa Fihi : ...
-
Pertanyaan : Ustadz mau tanya hukum lomba burung merpati? Bolehkah? Sapta H Jawab : Di sekitar kita marak sekali lapak balap merpati dan...
-
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (1) قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَ...