Sunday, 11 January 2015

Islamic DAP (Developmentally Appropriate Practices)


Jika kita melihat Umat Islam saat ini maka benar bahwa umat Islam ini seakan –akan seperti buih di atas lautan. Begitu banyaknya pemeluk agama ini namun begitu lemahnya sehingga ketika ada saudara  kita yang tertindas, kaum muslimin seakan tidak memiliki daya untuk melindungi mereka. Mungkin salah satu sebabnya adalah karena lemahnya sistem pendidikan Islam itu sendiri.
Kelemahan itu datangnya bukan karena Sistem Pendidikan Islam tidak sesuai lagi dengan jaman ini. Namun lebih karena seperti yang dikhawatirkan Nabi Muhammad Saw dimana Al Qur’an hanya menjadi sebuah bacaan saja, hadits hanya sebagai berada dalam tataran teori saja. Pengaplikasian keduanya belum terasa dalam kehidupan nyata. Termasuk juga dalam dunia pendidikan.
Umat Muslim seakan benar-benar mengikuti kaum Yahudi dan Nasrani dalam segala hal, termasuk dalam dunia pendidikan.
Dari Abu Sa'id (al-Khudry) bahwasanya Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka menelusuri lubang masuk ‘Dlobb' (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak-red), niscaya kalian akan menelusurinya pula".
Kami (para shahabat) berkata: "Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?". Beliau bersabda: "Siapa lagi (kalau bukan mereka)". {H.R.al-Bukhary)
 
Hadits tersebut dimulai dengan tiga kata penegas; yaitu al-Qasam al-Muqaddar (Bentuk sumpah yang abstrak), al-Lâm serta an-Nûn. Semuanya di dalam tata bahasa Arab adalah merupakan bentuk penegasan dimana seharusnya kalimat aslinya berbunyi ‘Demi Allah, Sungguh kamu akan mengikuti...'.
Syaikh al-‘Utsaimin -rahimahullah- menyatakan bahwa kalimat ‘Latattabi'unna' diarahkan kepada orang banyak (jama') bukan kepada orang per-orang (mufrad). Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan di dalam hadits ini bukan makna zhahirnya bahwa semua umat ini akan mengikuti cara/metode orang-orang sebelum mereka tetapi maksudnya disini adalah bersifat ‘âmm khâsh' (umum tetapi khusus) sebab ada diantara umat ini yang tidak mengikuti hal tersebut. Tetapi bisa jadi juga, maknanya tetap umum (general) tetapi meskipun demikian, tidak mesti bahwa umat ini mengikuti sunnah umat terdahulu dalam segala halnya. Bisa jadi, ada sebagian yang mengikuti sisi yang satu ini dan sebagian yang lain mengikuti sisi yang lainnya. Maka dengan demikian, hadits ini tidak dapat diartikan bahwa umat ini telah keluar dari dien al-Islam. Makna ini adalah lebih pas sehingga hadits tersebut tetap di dalam keumuman maknanya. Tentunya yang harus kita ketahui bahwa ada diantara cara-cara hidup (sunnah/metode) orang-orang terdahulu yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari dien ini seperti memakan riba, dengki, prostitusi dan dusta. Sebagian lagi ada yang mengeluarkan pelakunya dari dien ini seperti menyembah berhala.
Dan saat ini kita melihat bahwa setiap langkah yang dilakukan kaum yahudi dan nasrani seakan-akan selau kita ikuti sejengkal demi sejengkal  termasuk dalam mendidik anak-anak kita. 
Walaupun tidak menafikan ada  ilmu kebaikan di sebagian ilmu-ilmu barat namun seakan-akan  kita meninggalkan apa yang dilakukan oleh para salafus shalih dan menggantikan dengan sistem pendidikan barat. Padahal jika kita melihat  temuan –temuan barat maka kebaikan itu akan semakin mendekati apa yang dilakukan para pendahulu kita.
 
Salah satunya adalah Konsep DAP (Developmentally Appropriate Practices) atau pembelajaran yang menyesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak berdasarkan psikologi anak. Konsep ini muncul di Amerika dan kemudian dikembangkan di beberapa negara dan akhirnya di aplikasikan di Indonesia menjadi salah satu landasan ilmiah pembuatan kurikulum 2013. 
Kurikulum Amerika tahun 1960-1970an di anggap gagal menghasilkan siswa yang dapat berpikir kritis dan menyelesaikan masalah kehidupan.
Alasan kegagalanya adalah :
1.Orientasinya hanya pada menghafal ( rote memorization)
2.Lebih banyak menekankan aspek kognitif daripada aspek lain (sosial, emosi dan spiritual)
3.Pelajaran bersifat abstrak ( tidak konkrit )
4.Materi pelajaran terpisah dari pelajaran lain.
5.Guru berceramah sedangkan anak hanya mendengarkan secara pasif
6.Lebih banyak mengerjakan kegiatan individu
7.Ujian/ulangan lebih mengutamakan pilihan berganda

 Sehingga di buatlah satu sistem kurikullum DAP Konsep pembelajaran DAP adalah memperlakukan anak sebagai individu yang utuh ( the whole child ) yang melibatkan 4 komponen : Pengetahuan ( Knowledge), ketrampilan ( skills ), sifat alamiah ( dispositions ) dan perasaan ( feelings). Karena pikiran , emosi, imajinasi dan sifat alamiah anak berkerja secara bersamaan dan saling berhubungan. Apabila sistem pembelajaran di sekolah dapat melibatkan semua aspek ini secara bersamaan, maka perkembangan intelektual, sosial dan karakter anak dapat terbentuk secara simultan
 
Adapun kegiatan DAP adalah :
Berarti dan relevan dengan kehidupan anak
Belajar dengan menggunakan konsep bukan hafalan (rote learning) dan menggunakan objek konkrit
Menimbulkan minat dan ketertarikan anak
Interactive teaching and cooperative learning
Kegiatan terintegrasi dengan kegiatan lain
Melihat kemajuan anak secara berkelanjutan
Evaluasi harus sesuai dan dilakukan secara terus menerus (meliputi proses dan hasil akhir)
      
 Kalau kita melihat hal yang dilakukan para sahabat Nabi dalam mendidik anak, seperti :
1.Prioritas utama para sahabat adalah menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul Nya
2.Mengajarkan kecintaan belajar dan ilmu
3.Mengajarkan dengan praktek secara langsung.
4.Tidak membatasi dengan ruang kelas khusus, mereka mengajar di  rumah, masjid, padang gembala, pasar dll
5.Tidak mematok anak-anak mereka menjadi seseorang  dengan profesi tertentu. Mereka hanya mengajarkan ketaqwaan, anak-anak mereka diberikan pilihan  akan menjadi apa nantinya.
6.Menekankan pendidikan akhlak mulia, bukan hanya  kelemahlembutan tapi juga ketegasan dan keberanian.
7.Para sahabat nabi memberi kesempatan yang sama setiap   anaknya untuk berkembang.
8.Para sahabat tidak hanya mengajarkan teori namun juga mengajarkan gerak motorik kepada anak seperti kegiatan fisik dan olahraga.
  
Maka kita akan mendapati apa yang dikatakan temuan modernsebenarnya sudah dilakukan oleh para sahabat Nabi dalam mendidik anak-anak mereka. Kecuali dalam segi hafalan. Para sahabat mengajarkan anak-anak mereka menghafal Al Qur,an dan Hadits sebagai prioritas utama. Karena Kedua hal ini menjadi dasar konsep hidup mereka. Dan ini memang di anjurkan oleh Nabi kita Muhammad Saw : Dari Buraidah dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada Hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” dijawab: “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Qur’an” (Hadits riwayat Al-Hakim dan dia menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim [1/568], dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya [21872] dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya [3257]).

Hai ini berbeda dengan di Barat yang tidak di  anjurkan untuk menghafal kitab suci mereka.
     

No comments:

Post a Comment

Al Fatihah Bagian 2

Al Fatihah Bagian 2 ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. ٱلْحَمْدُ Dalam Tafsir At Thabari di k...