" al-waqt ka as-shaif" waktu
itu seperti pedang memiliki 2 sisi mata jika kita mampu memanfaatkanya maka
akan menjadi senjata bagi kita namun jika kita tidak mampu menggunakanya maka
bisa jadi malah akan menjadi alat untuk membunuh diri kita. Ini kenyataan yang tak bisa lagi
dipungkiri. Namun sayangnya walaupun kita tahu betapa pentingnya nilai waktu tapi hanya sedikit dari kita yang bisa
memanfaatkannya. Terkadang kita tidak ingin menyia-nyiakan waktu tapi tetap
saja dalam praktek sehari-hari kita kalah, dan lebih senang dengan kekosangan.
Hampir semua orang sukses adalah mereka yang pandai memanfaatkan waktu. Ada beberapa kisah bagaimana ulama umat Islam memanfaatkan waktunya.
Sahl at-Tusturi RA makanannya dalam setahun hanya menghabiskan 3 dirham, 3 dirham tersebut dipergunakan untuk membeli tepung, garam dan minyak. setelah diolah ketiga bahan tadi maka beliau bulatkan 360 bulatan kecil-kecil. setiap satu hari beliau makan satu butir. dan beliau itu memakannya tidak mengunyah tapi langsung ditelan. Ketika ditanyakan kenapa beliau lakukan demikian, beliau menjawab agar tidak menghabiskan waktu percuma, karena dengan mengunyah akan menghabiskan waktu dan perlu lagi membersihkan sisa-sisanya diatara gigi. MasyaAllah.
Dawud at-Tha'i adalah minum roti yang diremukkan dalam air dan ia tidak makan roti, lalu ditanyakan kepadanya tentang demikan, maka Dawud at-Tha'i menjawab: "diantara mengunyah roti dan minum roti yang diremukkan dalam air itu bacaan lima ayat."
Subhanallah, begitu tingginya beliau menilai kadar waktu.
Masruq. Istri Masruq berkata: "Tidaklah masruq dijumpai melainkan kedua betisnya bengkak karena lama berdirinya shalat." dan istri masruq berkata: "Demi Allah, saya duduk di belakangnya lalu saya menangis karena kasihan kepadanya".
sahabat, itu hanya sebagian dari kisah mereka yang luar biasa dan istiqamah dalam menjaga waktu. masih banyak lagi kisah yang tak terhingga, namun cukuplah itu saja menjadi contoh bagi kita. supaya kita tahu untuk mencapai kesuksesan tidak lah semudah membalikkan telapak tangan.
Hampir semua orang sukses adalah mereka yang pandai memanfaatkan waktu. Ada beberapa kisah bagaimana ulama umat Islam memanfaatkan waktunya.
Sahl at-Tusturi RA makanannya dalam setahun hanya menghabiskan 3 dirham, 3 dirham tersebut dipergunakan untuk membeli tepung, garam dan minyak. setelah diolah ketiga bahan tadi maka beliau bulatkan 360 bulatan kecil-kecil. setiap satu hari beliau makan satu butir. dan beliau itu memakannya tidak mengunyah tapi langsung ditelan. Ketika ditanyakan kenapa beliau lakukan demikian, beliau menjawab agar tidak menghabiskan waktu percuma, karena dengan mengunyah akan menghabiskan waktu dan perlu lagi membersihkan sisa-sisanya diatara gigi. MasyaAllah.
Dawud at-Tha'i adalah minum roti yang diremukkan dalam air dan ia tidak makan roti, lalu ditanyakan kepadanya tentang demikan, maka Dawud at-Tha'i menjawab: "diantara mengunyah roti dan minum roti yang diremukkan dalam air itu bacaan lima ayat."
Subhanallah, begitu tingginya beliau menilai kadar waktu.
Masruq. Istri Masruq berkata: "Tidaklah masruq dijumpai melainkan kedua betisnya bengkak karena lama berdirinya shalat." dan istri masruq berkata: "Demi Allah, saya duduk di belakangnya lalu saya menangis karena kasihan kepadanya".
sahabat, itu hanya sebagian dari kisah mereka yang luar biasa dan istiqamah dalam menjaga waktu. masih banyak lagi kisah yang tak terhingga, namun cukuplah itu saja menjadi contoh bagi kita. supaya kita tahu untuk mencapai kesuksesan tidak lah semudah membalikkan telapak tangan.
Allah
ta’ala berfirman dalam surah al ‘Ashr :
”Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati
supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS.
Al ‘Ashr).
Surat Al
‘Ashr merupakan sebuah surat dalam Al Qur’an yang banyak dihafal oleh kaum
muslimin karena pendek dan mudah dihafal. Namun sayangnya, sangat sedikit di
antara kaum muslimin yang dapat memahaminya. Padahal, meskipun surat ini
pendek, akan tetapi memiliki kandungan makna yang sangat dalam. Sampai-sampai
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,
”Seandainya
setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk
mereka.” [Tafsir Ibnu Katsir
8/499] .
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar” [Syarh Tsalatsatul Ushul].
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar” [Syarh Tsalatsatul Ushul].
Al Ashr adalah salah satu
nama waktu dimana tenaga manusia sudah terperas habis pada siang harinya
sehingga waktu siang hampir memasuki malam. Hal ini juga bisa berarti masa
senja dimana orang sudah tua renta, biasanya baru menyadari untuk apa saja
waktunya digunakan.
Iman yang Dilandasi dengan Ilmu
Dalam
surat ini Allah ta’ala menjelaskan bahwa seluruh manusia benar-benar
berada dalam kerugian. Kerugian yang dimaksud dalam ayat ini bisa bersifat
mutlak, artinya seorang merugi di dunia dan di akhirat, tidak mendapatkan
kenikmatan dan berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka. Bisa jadi ia hanya
mengalami kerugian dari satu sisi saja. Oleh karena itu, dalam surat ini Allah
mengeneralisir bahwa kerugian pasti akan dialami oleh manusia kecuali mereka
yang memiliki empat kriteria dalam surat tersebut [Taisiir Karimir Rohmaan hal.
934].
Kriteria
pertama, yaitu beriman kepada Allah. Dan keimanan ini tidak akan terwujud tanpa
ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak
akan sempurna jika tanpa ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i
(ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk mempelajari setiap ilmu
yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya,
seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal yang
wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam
mu’amalah, dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
”Menuntut
ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah nomor 224 dengan sanad shahih).
Imam
Ahmad rahimahullah berkata,
”Seorang
wajib menuntut ilmu yang bisa membuat dirinya mampu menegakkan
agama.” [Al Furu’ 1/525].
Maka
merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim untuk mempelajari berbagai hal
keagamaan yang wajib dia lakukan, misalnya yang berkaitan dengan akidah, ibadah, dan
muamalah. Semua itu tidak lain dikarenakan seorang pada dasarnya tidak
mengetahui hakikat keimanan sehingga ia perlu meniti tangga ilmu untuk
mengetahuinya. Allah ta’ala berfirman,
”Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah Al Quran itu dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (Asy Syuura: 52).
Mengamalkan Ilmu
Seorang
tidaklah dikatakan menuntut ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh
untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya, seseorang dapat mengubah ilmu
yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan
tercermin dalam pemikiran dan amalnya.
Oleh karena itu, betapa indahnya perkataan Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah
Oleh karena itu, betapa indahnya perkataan Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah
”Seorang
yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan
ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim” (Dikutip
dari Hushul al-Ma’mul).
Perkataan
ini mengandung makna yang dalam, karena apabila seorang memiliki ilmu akan
tetapi tidak mau mengamalkannya, maka (pada hakikatnya) dia adalah orang yang
bodoh, karena tidak ada perbedaan antara dia dan orang yang bodoh, sebab ia
tidak mengamalkan ilmunya.
Oleh
karena itu, seorang yang berilmu tapi tidak beramal tergolong dalam kategori
yang berada dalam kerugian, karena bisa jadi ilmu itu malah akan berbalik
menggugatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
,”Seorang hamba tidak akan beranjak dari
tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja
yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.” (HR. Ad Darimi nomor 537 dengan
sanad shahih).
Berdakwah kepada Allah
Berdakwah,
mengajak manusia kepada Allah ta’ala, adalah tugas para Rasul dan merupakan
jalan orang- orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Allah ta’ala
berfirman,
“Katakanlah, “inilah jalan (agama)ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108).
Jangan anda tanya mengenai keutamaan berdakwah ke jalan Allah. Simak firman Allah ta’ala berikut,
Jangan anda tanya mengenai keutamaan berdakwah ke jalan Allah. Simak firman Allah ta’ala berikut,
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushshilat : 33).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan
petunjuk kepada seseorang dengan perantara dirimu, itu lebih baik bagimu
daripada unta merah” (HR. Bukhari nomor 2783).
Oleh
karena itu, dengan merenungi firman Allah dan sabda nabi di atas, seyogyanya
seorang ketika telah mengetahui kebenaran, hendaklah dia berusaha menyelamatkan
para saudaranya dengan mengajak mereka untuk memahami dan melaksanakan agama
Allah dengan benar.
Sangat
aneh, jika disana terdapat sekelompok orang yang telah mengetahui Islam yang
benar, namun mereka hanya sibuk dengan urusan pribadi masing-masing dan “duduk
manis” tanpa sedikit pun memikirkan kewajiban dakwah yang besar ini.
Pada hakekatnya orang yang lalai akan kewajiban berdakwah masih berada dalam kerugian meskipun ia termasuk orang yang berilmu dan mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian dikarenakan ia hanya mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan terhadap agamanya. Ia tidak mau memikirkan bagaimana cara agar orang lain bisa memahami dan melaksanakan ajaran Islam yang benar seperti dirinya. Sehingga orang yang tidak peduli akan dakwah adalah orang yang tidak mampu mengambil pelajaran dari sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Pada hakekatnya orang yang lalai akan kewajiban berdakwah masih berada dalam kerugian meskipun ia termasuk orang yang berilmu dan mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian dikarenakan ia hanya mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan terhadap agamanya. Ia tidak mau memikirkan bagaimana cara agar orang lain bisa memahami dan melaksanakan ajaran Islam yang benar seperti dirinya. Sehingga orang yang tidak peduli akan dakwah adalah orang yang tidak mampu mengambil pelajaran dari sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
”Tidak
sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, hingga ia senang apabila
saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi.” (HR. Bukhari nomor 13).
Jika anda merasa senang dengan hidayah yang Allah berikan berupa kenikmatan mengenal Islam yang benar, maka salah satu ciri kesempurnaan Islam yang anda miliki adalah anda berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah seberapapun kecilnya sumbangsih yang anda berikan.
Jika anda merasa senang dengan hidayah yang Allah berikan berupa kenikmatan mengenal Islam yang benar, maka salah satu ciri kesempurnaan Islam yang anda miliki adalah anda berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah seberapapun kecilnya sumbangsih yang anda berikan.
Bersabar dalam Dakwah
Kriteria
keempat adalah bersabar atas gangguan yang dihadapi ketika menyeru ke jalan
Allah ta’ala. Seorang da’i (penyeru) ke jalan Allah mesti menemui rintangan
dalam perjalanan dakwah yang ia lakoni. Hal ini dikarenakan para dai’
menyeru manusia untuk mengekang diri dari hawa nafsu (syahwat), kesenangan dan
adat istiadat masyarakat yang menyelisihi syari’at [Hushulul ma’mul hal. 20].
Hendaklah
seorang da’i mengingat firman Allah ta’ala berikut sebagai pelipur lara ketika
berjumpa dengan rintangan. Allah ta’ala berfirman,
”Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) para rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka” (QS. Al-An’am : 34).
Seorang da’i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dakwahnya dan bersabar terhadap gangguan yang ia temui. Allah ta’ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya (yang artinya),
Seorang da’i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dakwahnya dan bersabar terhadap gangguan yang ia temui. Allah ta’ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya (yang artinya),
”Hai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)” (QS. Luqman :17).
”Maka
dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan
dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (berdakwah dan
bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan
keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan
keuntungan yang besar” [Taisiir Karimir Rohmaan hal. 934].
Semoga
Allah memberikan taufik kepada kita untuk menyempurnakan keempat hal ini,
sehingga kita dapat memperoleh keuntungan yang besar di dunia ini, dan
lebih-lebih di akhirat kelak. Amiin.
Syukron....barakallah....
ReplyDelete