Wednesday, 13 February 2013

Tawakal


Tawakal
Menurut istilah bahasa, Tawakal ialah mengandalkan, menyerahkan, dan mewakilkan suatu  urusan kepada seseorang, yakni menyerahkan dan mempercayakan urusan itu untuk ditanganinya. Tawakkal artinya sama dengan mengakui ketidakmampuan diri dan mengandalkan kepda orang lain.
Syekh Ibnu ‘Utsaimin telah mengatakan, “Tawakkal ialah mempercayakan sepenuhnyab kepada Allah yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya disertai dengan upaya menjalankan semua penyebab yang diperintahkan oleh Allah sebagai realisasinya.
Pengertian tawakal tidak bisa lepas dari usaha menempuh berbagai penyebab yang diperbolehkan syariat. Tawakkal ialah percaya kepada Allah dan berpegang teguh pada-Nya disertai dengan upaya menempuh berbagai penyebab. Tawakal adalah memadukan dua hal di atas secara tepat. Tetapi penyebab tidak boleh kita yakini sebagai pemberi tetapi cukup sebagai penyebab datangnya ketentuan Allah.
Akan tetapi tawakal harus sesuai antara lisan dan hati. Tawakal harus kita tanamkan dalam kalbu kita agar jika semua penyebab telah kita lakukan tetapi gagal kita tidak boleh langsung frustasi seperti orang-orang matrealistis. Orang mukmin selalu mempunyai harapan untuk mendapatkan keberuntungan meskipun usahanya gagal karena kita yakin hanya Allah lah yang mampu mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.
Ibnu Qayim telah mengatakan bahwa tawakal adalah separuh agama, sedangkan separuh yang lainnya terletak pada inabah, karena sesungguhnya agama itu pada intinya terletak pada meminta pertolongan kepda Tuhan dan menghambakan diri kepada-Nya. Kedudukan tawakal dalam hal ini tak ubahnya bagaikan meminta pertolongan, sedang kedudukan inabah sama halnya dengan ibadah.
Kedudukan tawakal memang sangat diperlukan oleh semua hamba Allah. Apabila mereka mendapat suatu masalah, mereka pasti meminta tolong kepada Allah seraya kembali kepadanya dengan penuh rasa tawakal. Dengan demikian, Allahpun akan meleyapkan kesulitan dan memberi kemudahan serta merealisasikan bagi hamba yang bersangkutan apa yang diinginka, sehingga dia merasa tenang hatinya, teduh jiwanya lahi ridha dengan apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah atas dirinya, serta menghargainya dengan sepenuh hati.
“Hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawaqal jika kamu benar-benar beriman.”(Q.S. Al-Maaidah : 23)

Taqwa


Taqwa
Muadz bin jabal r.a adalah seorang sahabat yang mempunyai keduduka yang sangat tinggi di sisi rasulullah SAW karena baliau SAW pernah bersabda kepadanya,” Hai Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu.”
Mari kita mengingat apa yang disabdakan Nabi kepada Mu’adz ketika menugaskan sebagai duta ke negeri Yaman :
“hai mu’adz, bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan iringilah keburukan dengan kebaikan,niscaya kebaikan akan dapat menghapuskannya dan perlakukanlah orang lain dengan akhlak yang baik!”
Padahal Mu’adz adalah sahabat besar dan termasuk pimpinan kaum serta salah seorang yang paling ‘alim masalah halal & haram.nabi SAW sangat percaya kepadanya dan mengutusnya ke berbagai wilayah yang cukup banyak,termasuk negeri Yaman yang mengangkatnya sebagai qadhi dan hakim.Pada hari kiamat nanti,semua ‘ulama dihimpunkan dibawah panji mu’adz bin jabal.
Sahabat Ibnu mas’ud yang termasuk sahabat muhajirin pernah berkata tentang Mu’adz,”sesungguhnya Mu’adz adalah pemimpin yang patuh kepada Allah lagi hanif dan dia bukan orang-orang yang musyrik.Meskipun ke’aliman Mu’adz sehebat itu.nabi tetap berpesan,”Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada...”Sehebat apakah kata taqwa sehingga sahabat sekaliber mu’adz bin Jabal masih membutuhkan nasehat untuk bertaqwa?
”Umar ra. Pernah bertanya kepada ubay bin ka’ab ra:”Apakah taqwa itu?”Ubay balik bertanya:”Wahai Amirul mukminin, pernahkah engkau menempuh jalan yang banyak anak durinya?
Umar menjawab:”ya, pernah.” Ubay bertanya:”Lalu apakah yang engkau lakukan? “Umar menjawab:”Aku angkat betisku seraya memandang ke tempat-tampat yang telah ddinjak oleh telapak kakiku, lalu aku memajukan salah satu kakiku atau memundurkan yang lainnya karena aku takut bila kakiku tertusuk duri.” Ubay bin ka’ab pun barkata:”demikianlah gambaran taqwa, yaitu menyingsingkan lengan baju untuk mengerjakan keta’atan, membedakan mana yang halal dfan mana yang haram, bersikap hatio-hati agra tidak tergelincir dan senantiasa merasa takut Tuhan Yang Maha besar Lagi Maha Tinggi.”
Sedangkan lafadz at taqwa adalah bentuk isim at-tuqo, sedangkan bentuk masdarnya adalah at-ittiqo diambil dari materi waqa.Berasal dari al-wiqoyah yang artinya sesuatu yang dijadikan sarana pelindung oleh manusia untuk menghindari diri dari sesuatu yang membahayakan. Dengan demikian al-wiqoyah artinya pelindung sesuatu.
Ibnu rajab telah mengatakan bahwa pengertrian asal taqwa ialah bila seseorang hamaba membuat pelinadung antara dirinya dan hal-hal yang ditakuti dan diwaspadai agar terhindar darinya.
Imam Ibnul Qoyyim sehubungan dengan definisi taqwa menurut pengertian syari’at telah mengatakan bahwa hakikat taqwa itu ialah mengerjakan keta’atan kepada Allah karena Iman dan mengharapkan pahala-Nya,baik yang berkaitan dengan perintah maupun larangan.Oleh karena itu, seseorang hamba yang bertaqwa akan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah, karena beriman kepada Dia yang memerintahkannya dan mempercayai akan janji-Nya. Dia meninggalkan apa yangdilarang oleh-Nya karena beriman kepada dia yang melarang dan takut akan ancamannya.
Pengertian taqwa itu mengandung tiga tingkatan:
1.Menghindarkan diri dari berbagai penyebab yang dapat mengekalkan pelakunya di dalam neraka, yaitu kesyirikan dan kekafiran dengan cara mengikuti ajaran dan memurnikannya.
2.Menghindarkan diri dari segala hal yang mendatangkan adzab di dalam neraka meskipun hanya sebentar, baik berupa dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil yang sudah dikenal dalam istilah syari’at.
3.hendaknya seorang hamba enggan melakukan hal-hal yang memalingkan dirinya dari Allah meskipun hal itu berupa perkara yang diperbolehkan, sebab dapat memalingkan perhatiannya dari menempuh jalan Allah atau memperlambat perjalanannya.Dan hal ini merupakan tingkatan yang dapat diraih oleh orang-orang yang sempurna ketaqwaannya lagi mempunyai kedudukan yang tinggi, karena sesungguhnya menyibukkan diri dengan hal-hal yang diperbolehkan dapat memalingkan kalbu pelakunya dari Allah, dan ada kalanya akan membuat klbunya menjadi keras, sehingga dengan mudah ia dapat terjerumus ke dalam berbagai hal yang dimakruhkan dan lambat laun tidak menutup kemungkinan bila pelakunya akan terjerumus ke dalam hal-hal yang haram.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan jangan sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam(QS Ali Imrain:102)
“dan perihalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada allah, kemudian masing-masing diri diberi balasan yang smpurna atas apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) ‘(QS albaqoroh:281)
Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Jagalah diri anda dari api neraka! Jagalah anda dari dosa-dosa meskipun hanya dosa kecil karena gunung adalah kumpulan dari batu kerikil.Berhati-hatilah dalam menjalani hidup seperti kehatia-hatian Anda ketika berjalan di hutan penuh duri. Pakailah perisai taqwa Anda sebelum panah iblis menembus dada Anda.
‘takutlah  kepada Yang Maha Agung Allah Swt. Mengamalkan wahyu yang diturunkan-Nya artinya mengaku dirinya bertaqwa kepada Allah, kemudian tidak menganal dengan cara apa ia bertaqwa dan taqwanya bukan berdasarkan keterangan dari Al Kitab dan sunnah, berarti dia bukanlah seorang yang bertaqwa. Puas dengan sedikit rizqi, artinya Anda tidakk menjadikan dunia sebagai pusat peerhatian Anda, tetapi cukup bagi Anda darinya sebagaimana apa yang dianggap cukup oleh seorang musafir. Berbekalah untuk hari keberangkatan yakni hari kemudian dalam kehidupan yang kekal.  Demikian nasehat Ali bin Abi Thalib ketika beliau ditanya tentang taqwa.
Bertaqwalah karena sabaik-baiknya bekal adalah taqwa dan semoga kita beruntung menjadi golongan orang-ornag yang bertaqwa. Amin.

Ilmu Agama


Ilmu Agama
Jika alasan Allah SWT menciptakan manusia adalah untuk menyembah dalam artian melakukan hal-hal yang diridhoi-Nya maka sudah seharusnya kita mempelajari apa yang membuat Allah ridho. Syariat islamlah yang akan menunjukkan hal-hal yang diridhoai-Nya dan mendapatkan kebaikan dikehidupan ini.”Barang siapa yang dikehandaki kebaikan oleh Allah,maka Allah akan menjadikan faqih (paham) dalam Agama.”(HR Bukhari-Muslim) Allah SWT berfirman: “Dialah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk dan agama yang benar.”(Attaubah:33) Petunjuk itu adalah ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar adalah amal saleh.
Allah memerintah Nabi-Nya untuk memohon ditambah ilmu ‘Dan katakanlah,”Ya Tuhanku,tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”(Attaahaa:114)
Alhafizh Ibnu Hajar berkata,”Ayat ini amat jelas menerangkan tentang keutamaan ilmu pengetahuan.Karena Allah tidak memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan sesuatu kecuali meminta tambahan ilmu pengetahuan.Nabi SAW. Menamakan majelis yang di dalamnya terdapat orang yang mempelari ilmu yang bermanfaat dengan istilah “Taman surga”’juga juga memberitahukan bahwa ‘ulama adalah pewaris para Nabi.”
Tentunya , seseorang sebelum melakukan suatu perbuatan, ia harus mengetahui cara mngerjakan perbuatan itu dengan benar. Sehingga perbuatannya itu menjadi benar dan memberikan hasil yang diinginkan.
Dalam kaitan antara ilmu penegetahuan dan amal , manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1. Mereka yang mempelajari ilmu yang bermanfaat dan mengamalkan amal amalan saleh.Mereka itu telah diberikan hidayah oleh Allah kepada jalan orang-orang yang diberikan nikmat yaitu para nabi shiddiqiin,syuhada dan shalihin.
2. Mereka yang mempelajari ilmu yang bermanfaat tapi tidak beramal dengannya.Mereka itu adalah orang-orang yangmendapat murka dari Allah,yaitu orang-orang yahudi dan pengikutnya.
3. Orang-orang yang beramal tanpa ilmu.Mereka itu adalah orang-orang yang tersesat dari kalangan nasranidan orang-orng yang mengikuti mereka.
Ketiga golongan di atas terngkum dalam firman Allah SWT: “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus,(yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada mereka,bukan (jalan) mereka yang dimurkaidan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”(Alfatihah:6-7).
Syaikh Muhammad bin Abdul wahab berkata,”sedangkan firman Allah,”bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat,”maksudnya dengan orang-orang yang dimurkai adalah para ‘Ulama yang tak beramal dengan ilmu mereka.Sedangkan orang-orang  yang sesat adlah mereka yang beramal tanpa ilmu.Yang pertama adalah sifat orang-orang yahudi , sedangkan yang kedua adalah sifat orang-orang nasrani.
Perlu anda ketahui pula ilmu yang paling bermanfaat adalah ilmu yang didapatkan dari Al qur’an dan asunnah,dengan memahami dan mentadaburinya, sambil meminta bimbingan dari para guru yang mumpuni dalam hal ilmu tafsir,syarah haditds,kitab fiqih,kitab nahwu dan bahasa Arab yang merupakan bahasa al Qur’an.karena ilmu-ilmu tadi adalah jalan memahami Alqur’an dan Asunnah.
Ilmu itu juga berkembang dan bertambah baik dengan adanya ‘amal perbuatan.Maka,jika anda beramal dengan ilmu yang adna ketahui,niscaya Allah akan menambah ilmu kepada anda. Allah berfirman:
“Dan bertaqwalah kepada Allah.Allah mengajarmu,dan Allah maha mengetahui segala sesuatu.”(QS Albaqoroh:282).
Allah SWT juga memuji para ‘ulama yang beramal shleh dengan meninggikan derajat mereka dalam alqur’an:
“Katakanlah,”adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan oarang-orang yang tidak mengetahui? “Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”(Azzumar:9).
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(al Mujaadilah:11).
Dalam ayat ini Allah menjelaskan keutamaan orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang disertai dengan keimanan.Kemudian dia memberitahukan bahwa Dia maha mengetahui tentang apa yang kita kerjakan dan mengawasinya. Hal ini untuk menujukkan kepada kita bahwa harus ada ilmu dan amal sekaligus,dan semua itu hendaknya lahir dari keimanan dan muraqabah kepada Allah.
Rasulullah melakukan shalat malam sampai kakinya bengkak.Abu bakar selalu sedih dan menangis.umar terlihat garis di pipi bekas tangisnya.Utsman yang menghatamkan Al Qur’an dalam sekali sholat.Ali  menangis di mihrabnya hingga janggutnya basah oleh air mata.Hasan Bashri hidup dalam kesusahan semasa hidupnya.sufyan ats-tsauri menangis darah karena takut kepada Allah yang akan menghanguskan rasa takut kepada selain Allah

Niat Yang Ikhlas


Niat Yang Ikhlas
Seorang pengembara seharusnya memiliki tujuan yang akan ditujunya.Niat merupakan tolok ukur keabsahan setiap amal.Ulama’ salaf pun senang meniatkan semua kegiatan hidupnya untuk beribadah meraih ridho Allah karena itulah alasan manusia diciptakan.Niat yang benar merupakan salah satu amal yang benar,maka jika jika niatnya rusak maka jelaslahnkerusakan amal.Amal yang disertai niat ( yang benar) mempunyai tiga keadaan:
Pertama,mengerjakan suatu amalan karena takut kepada Allah ta’ala. Ini adalah ibadah para hamba sahaya.
Kedua,mengerjakan amalan tersebut untuk mendapatkan surga dan pahala.ini adalah ibadah pedagang.
Ketiga,mengerjakan amalan tersebut karena malu kepada Allah ta’la,selain itu untuk menunaikan kewajiban beribadah dan sebagai cerminan rasa syukur sembari melihat kekurangan dirinya serta hatinya selalu khawatir karena dirinya tidak tahu apakah amalnya diterima atau tidak.ini adalah ibadahnya orang merdeka.Ibadah jenis ini telah diisyaratkan Rosulullah ketika ditanya Aisyah mengapa beliau beliau shalat malam sampai telapak kakinya pecah-pecah,dan jawaban beliau: “Bukankah aku harus menjadi hamba yang bersyukur.”(HR.Bukhori-Muslim)
Tiga amalan ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang ikhlas.Lafadz ikhlas menunjukkan pengertian jernih,bersih dan suci dari campuran dan pencemaran.Sesuatu yang murni artinya bersih tanpa ada campuran, baik yang bersifat materi ataupun non materi. Dikatakan,”Aku memurnikan keta’atanku hanya kepada Allah.” Artinya hanya ditujukan karena Allah tanpa riya’. Al-Fa’iruzabadi mengatakan,”Ikhlas karena Allah.”artinya meninggalkan riya’ dan pamer.
Ikhlas merupakan istilah tauhid.Orang-orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesakan Allah dan merupakan hamba-hamba-Nya yang terpilih.Adapun pengertian ikhlas menurut pengertian syara’adalah seperti yang diungkapakan Ibnu Qoyim rahimahumullah berikut:” Mengesakan Allah yang Hak dalam berniat melakukan keta’atan,bertujuan hanya kepada-Nya tanpa mempersekutukannya dengan sesuatu apapun.”
Adapun ungkapan ulama’ salaf rahimahumullah sehubungan dengan pengertian ikhlas antara lain:
1.Melakukan amal karena Allah semata,tiada bagian bagi selain Allah di dalamnya.
2.Mengasakan Allah yang Hak dalam berniat melakukan keta’tan.
3.Membersihkan amal dari perhatian makhluk.
4.membersihkan amalk dari setiap pencemaran yang dapat mengeruhkan kemurniannya.
Orang yang ikhlas adalah seorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan dalam kalbu orang lain lenyap kalau harus demikian jalannya,demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah , sedang dia tidak menginginkan sama sekali ada orang lain yang mengetahui  amal kebaikannya barang seberat dzarah pun.Allah SWT telah berfirman:”Katakanlah.”Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan keta’atan  kepada-Nya dalam (menjalankan)agamaku.”(QS Azzumar:14)
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku , ibadahku , hidupku dan matiku , hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam , tiada sekutu baginya , dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”(QS:Al An’aam;162-163)
Keikhlasan kadang diikuti penyakit ujub.Maka dari itu jika anda merasa bangga dengan amalannya,maka terhapuslah kadang juga tercampur dengan riya’ sehingga mengotori tauhid anda. Al Fudhail Ibnu ‘Iyadh berkata,”Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’,sedangkan mengerjakan amalan karena manusia adalah syirik.Ikhlas adalah jika Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya”Makna ucapan beliau adalah jika anda bertekat bulatmengerjakan suatu ibadah namun anda meninggalkannya karena khawatir akan dipuji orang maka hal itu adalah riya’.Namun anda meninggalkannya untuk mengerjakannya di tempat sepi yang tidakterlihat orang maka itu disunahkan dengan syarat amalan itu bukan amalan wajib seperti shlat lima waktu atau zakat wajib.Atau bukan seorang ‘alim yang diteladani.Jika syarat itu dipenuhi maka mengerjakan amal dengan terang-terangan itu lebih utama .Demikian pula jika anda melakukan amal karena seseorang maka itu termasuk syirik.Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman,”Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan persekutuan.Oleh karena itu barang siapa mengerjakan suatu amalan yang ia persekutukan untuk-Ku bersama selain-Ku mak Aku terlepas dari dirinya.”(HR.Muslim,Ibnu Majah,Ahmad dan Aththaya lisi).Semoga kita terhindar dari ujub,riya’ dan sum’ah (Melakukan sembunyi kemudian menceritakan kepada orang lain). Ikhlaslah dalam beribadah,menjalani ibadah dan menghadapi cobaan.

Apakah jasad atau ruh yang disiksa di alam kubur?

Apakah jasad arau ruh manusia yang di siksa di alam kubur? Jawab : Alam kubur disebut juga dengan alam barzakh. Ulama berbeda pendapat soal ...