Tawakal
Menurut istilah bahasa, Tawakal ialah
mengandalkan, menyerahkan, dan mewakilkan suatu urusan kepada seseorang,
yakni menyerahkan dan mempercayakan urusan itu untuk ditanganinya. Tawakkal
artinya sama dengan mengakui ketidakmampuan diri dan mengandalkan kepda orang
lain.
Syekh Ibnu ‘Utsaimin telah mengatakan,
“Tawakkal ialah mempercayakan sepenuhnyab kepada Allah yang dapat mendatangkan
manfaat dan menolak bahaya disertai dengan upaya menjalankan semua penyebab
yang diperintahkan oleh Allah sebagai realisasinya.
Pengertian tawakal tidak bisa lepas
dari usaha menempuh berbagai penyebab yang diperbolehkan syariat. Tawakkal
ialah percaya kepada Allah dan berpegang teguh pada-Nya disertai dengan upaya
menempuh berbagai penyebab. Tawakal adalah memadukan dua hal di atas secara
tepat. Tetapi penyebab tidak boleh kita yakini sebagai pemberi tetapi cukup
sebagai penyebab datangnya ketentuan Allah.
Akan tetapi tawakal harus sesuai antara
lisan dan hati. Tawakal harus kita tanamkan dalam kalbu kita agar jika semua
penyebab telah kita lakukan tetapi gagal kita tidak boleh langsung frustasi
seperti orang-orang matrealistis. Orang mukmin selalu mempunyai harapan untuk
mendapatkan keberuntungan meskipun usahanya gagal karena kita yakin hanya Allah
lah yang mampu mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.
Ibnu Qayim telah mengatakan bahwa
tawakal adalah separuh agama, sedangkan separuh yang lainnya terletak pada
inabah, karena sesungguhnya agama itu pada intinya terletak pada meminta
pertolongan kepda Tuhan dan menghambakan diri kepada-Nya. Kedudukan tawakal
dalam hal ini tak ubahnya bagaikan meminta pertolongan, sedang kedudukan inabah
sama halnya dengan ibadah.
Kedudukan tawakal memang sangat
diperlukan oleh semua hamba Allah. Apabila mereka mendapat suatu masalah,
mereka pasti meminta tolong kepada Allah seraya kembali kepadanya dengan penuh
rasa tawakal. Dengan demikian, Allahpun akan meleyapkan kesulitan dan memberi
kemudahan serta merealisasikan bagi hamba yang bersangkutan apa yang diinginka,
sehingga dia merasa tenang hatinya, teduh jiwanya lahi ridha dengan apa yang
telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah atas dirinya, serta menghargainya
dengan sepenuh hati.
“Hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawaqal jika kamu benar-benar beriman.”(Q.S. Al-Maaidah : 23)
No comments:
Post a Comment