Al-Isti’adzah: Isti’adzah artinya ucapan seseorang أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ
أَعُوْذُ (A’udzu) : Aku mohon perlindungan.
بِاللهِ (Billahi) : Maksudnya kepada Robb segala sesuatu, Yang Maha Kuasa atas segalanya, Yang Maha Tahu segalanya, sembahan orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian.
الشَّيطَانِ (Asy-Syaithon) : Iblis yang dilaknat oleh Allah.
Kata ‘syaithoon’ dalam bahasa Arab, berasal dari kata ‘syathona’, yang bermakna ‘menjauh’. Dikatakan demikian karena tabiat setan itu jauh dari tabiat manusia, dan dengan kefasikannya dia jauh dari semua kebaikan. Ada yang berpendapat: Dia berasal dari kata ‘syaatho’ karena dia diciptakan dari api.
الرَّجِيْمِ (Ar-Rojiim) : Yang dirajam, yang dijauhkan, dan terusir dari segala bentuk kasih saying dan kebaikan.
Kata ‘ar rojiim’ berwazan fa’iil yang bermakna maf’uul. Maksudnya: Dia dilemparkan dan diusir dari semua kebaikan.
Dapat kita simpulkan makna kalimat isti'adzah adalah,'Aku mohon perlindungan dan penjagaan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk agar ia tidak menggangguku dalam bacaanku, dan juga tidak menyesatkan aku, sehingga aku binasa dan hidup sengsara.' dalam konteks membaca AlQuran. Atau lebih luas lagi bisa bermakna, ' Aku memohon perlindungan di sisi Allah dari setan yang terkutuk, jangan sampai dia membahayakan agama dan duniaku, atau menghalangiku dari perintah Allah, atau mendorongku untuk melakukan yang dilarangNya. Karena setan, tidak ada yang mampu mencegahnya dari berbuat jahat kepada manusia selain Allah. Karenanya, Allah Ta’ala memerintahkan untuk memperlakukan musuh dari kalangan manusia dengan kebaikan, dan bergaul dengannya dengan sifat dermawan, agar tabiat aslinya bisa mengembalikan dirinya dari perbuatan buruk yang selama ini dia lakukan. Sebaliknya, Allah memerintahkan untuk berlindung kepadaNya dari setan jin, karena dia tidak bisa disogok dan tidak akan terpengaruh dengan kebaikan. Hal itu karena tabiat aslinya adalah keburukan, sementara tidak ada yang bisa menghalanginya darimu selain Yang telah menciptakannya.
Disunnahkan bagi setiap orang yang hendak membaca Al-Qur’an, baik satu surat atau lebih untuk membaca ta’awudz (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ), setelah itu baru memulai membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْآنَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَانِ ٱلرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk”(QS. An-Nahl: 98)
Juga dianjurkan bagi orang yang sedang marah atau terlintas pada pikirannya suatu hayalan yang buruk , merasa takut akan syetan maka di anjuran ia membaca isti’adzah.
Meminta perlindungan ada beberapa keadaan :
Pertama : meminta perlindungan kepada yang kita diharamkan berlindung kepadanya. Allah berfirman ;
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin-jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” [QS. Al-Jin : 6].
Kedua, meminta perlindungan kepada yang tidak mampu menolong kita, maka ini adalah perbuatan yang sia-sia. Kadang bisa menjadi haram. Allah berfirman ;
وَلَا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا وَلَا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ
“Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (QS. Al A’raf: 192)
Ketiga, meminta perlindungan kepada sesuatu yang mungkin dapat dijadikan tempat berlindung, baik manusia, tempat, atau yang lainnya. Hal ini diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamketika menyebut fitnah :
من تشرف لها تستشرفه فمن وجد فيها ملجأ أو معاذا فليعذ به
“Barangsiapa yang mencari-carinya ia akan terjerat olehnya dan barangsiapa yang mendapat tempat berlindung atau berteduh maka hendaklah ia berlindung dengannya” ( HR Bukhari-Muslim )
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bentuk perlindungan ini dengan sabdanya :
فمن كان له إبل فليلحق بإبله
“Siapa yang yang memiliki onta, maka hendaklah menggunakan ontanya” ( HR Muslim )
Dalam Shahih Muslim disebutkan dari Jabir, bahwa seorang wanita dari Bani Makhzum melakukan pencurian lalu dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan kemudian ia minta perlindungan kepada Ummu Salamah.
Dalam Shahih Muslim juga dari Ummu Salamah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
يَعُوذُ عَائِذ بِاْلبَيْتِ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْث
“Ada orang yang berlindung dengan Ka’bah, lalu dikirimlah suatu utusan kepadanya” ( HR Muslim )
Jika seseorang minta perlindungan dari kejahatan orang dzalim maka kita wajib melindunginya sebatas kemampuan yang kita miliki. Akan tetapi jika dia minta perlindungan untuk tujuan melakukan kemungkaran atau melarikan diri dari menunaikan kewajibannya, maka haram bagi seseorang melindunginya.
Kempat, Memohon perlindungan kepada Allah yang mengandung sikap membutuhkan benar-benar, hanya kepadanya tempat bergantung, hanya Dia yang mencukupi segala sesuatu serta hanya Dia tempat berlindung yang sempurna dari segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi, kecil atau besar. Baik datang dari manusia atau yang lainnya. Atau meminta perlindungan kepada Allah dengan sifat-Nya, seperti kalam-Nya, kemuliaan-Nya, keagungan-Nya, atau semisalnya; Berdasarkan firman Allah :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ *مِن شَرّ مَا خَلَقَ
”Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai shubuh, dari kejahatan makhluk-Nya” [QS. Al-Falaq : 1-2].
Dan juga firman-Nya :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ النّاسِ *مَلِكِ النّاسِ *إِلَـَهِ النّاسِ *مِن شَرّ الْوَسْوَاسِ الْخَنّاسِ *الّذِى يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النّاسِ *مِنَ الْجِنّةِ وَالنّاسِ
”Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia” [QS. A-Naas : 1-6].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَق
“Aku berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya” ( HR Muslim )
Dan juga sabda beliau :
أَعُوذُ بِعِظْمَتِكَ أَنْ أَغتَال مِنْ تَحْتِي
“Aku berlindung dengan keagungan-Mu dari terbinasakan dari arah bawahku” ( HR Ahmad dan An-Nasa’i ).
Dan dalam doa ketika sakit :
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِد
“Aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku temui” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah )
Dan sabda beliau yang lain :
أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
“Aku berlindung dengan ridla-Mu dari kemurkaan-Mu” ( HR Muslim )
Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika turun ayat :
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىَ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ
“Katakanlah : Dialah yang bekuasa untuk menimpakan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu ke dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain” (QS. Al-An’am : 65);
maka beliau bersabda :
أَعُوذُ بِوَجْهِكَ
“Aku berlindung dengan Wajah-Mu” ( HR Bukhari ).
Seorang muslim yang telah berikrar bahwa tidak ada illah إله selain Allah seharusnya telah melalui level tauhid sebelumnya yaitu mengakui tidak ada Rabb ربّ selain Allah. Secara makna bahasa :
إله berasal dari kata أَلَه يَأْلَهُ بالفتح فيهما إِلاَهَةً أي عَبَد
yakni alaha ya’lahu ilaahatan bermakna ‘abada (menyembah)
إلاَه على فِعَال بمعنى مفعول لأنه مَألُوه أي مَعْبُود
Ilaah di atas wazan fi’aal bermakna maf’uul karena dia ma’luuh yakni ma’buud (yang disembah) [Mukhtar ash-Shihah 1/13 ]
Sehingga makna Ilaah adalah Ma’buud (Yang disembah atau Sesembahan)
الإلَهُ الله عز وجل وكل ما اتخذ من دونه معبوداً إلَهٌ عند متخذه
al-Ilaah adalah ALLAH ‘azza wa jalla dan setiap yang dijadikan sesembahan selain ALLAH disebut ilaah oleh yang menjadikannya [Lisaan al-‘Arab 13/467 ]
Sehingga orang-orang musyrik menamai sesembahan mereka selain ALLAH sebagai ilaah. Bentuk jamak (plural) dari ilaah adalah aalihah.
ربّ berasal dari kata
رَبُّ كل شيء مالِكُه
Rabb segala sesuatu adalah Maalik(penguasa atau pemilik)nya. [Mukhtar ash-Shihah 1/111 ]
Hal semakna juga disebutkan oleh Ibnu Mandzur [Lisaan al-‘Arab 1/399 ]
Sehingga makna Rabb adalah Maalik yakni penguasa atau pemilik. Rabb juga berarti yang melakukan perbaikan, yang mengelola, yang memaksa dan yang selalu mengurusi.
Maka seharusnya keyakinan Allah sebagai Rabb benar-benar terealisasikan. Termasuk dalam Isti'adzah atau memohon perlindungan. Karena pada hakikatnya keamanan dari bahaya adalah terjadi atas kehedak Allah. Tidak ada satu bahayapun yang mampu menimpa seseorang tanpa adanya kehendak ijin dari Allah. Dalam sebuah hadits di ceritakan ;
عبْد الله بن عَبّاسٍ -رَضِي اللهُ عَنْهُما- قالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمًا، فَقَالَ: ((يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ))
Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu harisaya berada di belakang Nabishallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat:Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalahkepada Allah, dan jika engkau hendakmemohon pertolongan, mohonlahkepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu.Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” ( HR Tirmidzi )
Maka pada hakikatnya manusia yang lemah memang sudah seharusnya memohon perlindungan kepada Allah semata Sang Pemilik Perlindungan yang haqiqi, sehingga nanti Allah akan mengadakan sebab-sebab telindunginya dia dari segala hal yang membahayakan dirinya. Termasuk dari bahaya syetan yang terkutuk.
Wallahu 'Alam
Ta' Rauf Yusuf