Allah berfirman :
ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ﴿٤٥﴾
ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ﴿٤٥﴾
"Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. " (Al Ankabut : 45)
Kata ‘utlu’ adalah bentuk kata perintah dari kata tilawah. Tilawah memiliki makna yang berbeda dengan qiroah. Qiro’ah adalah masdar dari Qoroah yang berarti mengumpulkan atau al jam’u, yang berarti mengumpulkan huruf-huruf dalam sebuah untaian kata dan kalimat. Kata turunnan dari kata dasar qoroah memiliki beberapa makna, diantaranya :
Tafahhama ( berusaha memahami )
Daarasa (terus mempelajari )
Tafaqqaha (berupaya mengerti secara mendalam )
Hafizha ( menghafal ) karena menghafal juga berarti jama’a (mengumpulkan ) dan dhamma ( menyatukan )
(lihat Mu’jam Mufradat Alfazhil Qur’an hal 413-414 dan Lisanul Arab I/128-133 )
Qiroah lebih menitik beratkan kepada aspek pengetahuan dan bersifat umum tidak untuk kitab suci saja namun bisa berarti membaca apapun.
Adapun Tilawah dari kata Talaa-Yatlu. Makna awalnya adalah mengikuti ( tabi’a atau ittaba’a ) yang secara khusus berarti mengikuti kitab-kitab Allah dengan menjalankan apa yang terkandung di dalamnya (ittiba’ ). Sedangkan makna yang lain adalah Tilawah alfzaazhihi (membaca lafaznya), sehingga qiro’ah ( membaca ) merupakan bagiannya. Jika tilawah seperti ini maknanya (membaca dan mengikuti), maka berarti dalam tilawah terdapat penegakkan agama secara keseluruhan yaitu mempelajari dan mengamalkan.
Adapun ‘aqimish sholat’ bermakna ‘ lakukanlah terus menerus atau konsistenlah dalam mengerjakan sholat.'. Dalam ayat ini Allah menghubungkan yang khusus dengan yang umum sebelumnya yakni tilawah kitab-Nya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perbuatan khusus berupa sholat, hal ini menunjukkan begitu istimewanya sholat dan pengaruhnya yang indah dalam kehidupan. ( Tafsir Ruhul Bayan, Ismail Al Haqi )
Seseorang yang mampu melaksanakan sholat dengan menyempurnakan syarat dan rukunnya disertai sikap khusyu’ (hadirnya hati) sambil memikirkan apa yang ia baca dan komitmen untuk melaksanakan kandungan Al Quran yang ia baca maka hatinya akan bersinar dan menjadi bersih, imannya bertambah, kecintaannya kepada kebaikan menjadi kuat, keinginannya kepada keburukan menjadi kecil atau bahkan hilang, sehingga jika terus menerus dilakukan, maka akan membuat pelakunya mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Hubungannya dengan Allah terjalin, sehingga Allah memberikan kepadanya penjagaan, dan setan yang mengajak kepada kemaksiatan merasa kesulitan untuk menguasai dirinya. Perbuatan Keji ( fahsya ) adalah perbuatan yang dianggap sangat buruk oleh syara’ di antaranya adalah perbuatan maksiat yang disenangi oleh jiwa sedangkan Munkar adalah semua maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah. Maka sholat yang benar dengan tilawah dan konsiten akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Maka inilah buah yang dihasilkan dari sholat.
Namun di dalam sholat juga terdapat maksud yang lebih besar dari itu, yaitu dapat tercapai dzikrullah (mengingat Allah) seperti yang dikandung oleh sholat itu sendiri, di mana di dalamnya terdapat dzikrullah baik dengan hati, lisan maupun dengan anggota badan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya, sedangkan ibadah yang paling utama adalah sholat yang di sana terdapat bukti penghambaan anggota badan secara keseluruhan yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh karena itulah, pada lanjutan ayatnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan (ketahuilah) mengingat Allah(sholat) itu lebih besar….” ( Hidayatul Insan, Marwan bin Musa )
Syaikh Wahbah Azzuhaili menyimpulkan dari ayat ini bahwa sholat memiliki dua fungsi, pertama, mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Kedua sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Untuk mencapai kedua hal ini sholat yang dilakukan oleh seorang muslim hendaknya dilandasi dengan rasa khusyu’ dan ikhlas. Dengan demikian, ketika mengerjakan sholat, seseorang dapat merasakan komunikasi yang intens dengan AllahTa’ala, menjadikan hati takut dan tunduk kepada-Nya, sehingga tujuan dari sholat bisa tercapai. Adapun jika hanya sekedar gerakan dan bacaan saja maka kedua fungsi ini tidak akan tercapai. (Tafsir Munir, Wahbah Az Zuhaili )
Kalau kita mengkaji lebih lanjut maka sholat juga menjadi pembeda antara seorang muslim dan kafir.Sholat yang berkualitas akan mampu menyebabkan dampak positif bagi perkembangan jiwa sekaligus berkontribusi besar dalam membangun kesalehan individual dan sosial. Syaikh Ali Nayif As Suhud merinci sejumlah dampak positif sholat bagi seorang mukmin, antara lain :
1. Sholat adalah bukti keimanan seorang hamba, identitas ketaqwaan sekaligus pemenuhan janji kepada Allah Ta’ala.
2. Sholat merupakan manhaj ( metode ) untuk mendidik manusia agar memiliki akhlak mulia karena shalat dapat mencegah perbuatatn keji dan munkar.
3. Sholat dapat menjadi solusi bagi seorang mukmin untuk keluar dari segala kesulitan dan kesusahan hidup. ( Al Baqarah : 153 ).
4. Sholat adalah konsumsi jiwa yang dapat meringankan hati dan melapangkan dada. ( Al Ma’arij :19-23 ).
5. Sholat menjadi penyebab dari dihapuskanya kesalahan dan diampuni dosa. ( HR Bukhari-Muslim )
6. Sholat akan mendidik kaum muslimin untuk menjadi pribadi yang bersih dan teratur dalam hidup.
7. Sholat berjamaah dapat mempererat tali silaturahim sekaligus memperkuat keimanan dan keyakinan akan kebenaran islam. ( At Taubah : 11 )
( Al Manhaj An Nabawi Li Tarbiyatil Athfal, Ali Nayif As Suhudi )
Dapat kita simpulkan bahwa sholat seseorang yang baik akan menjadi solusi seluruh permasalahan yang ada di masyarakat saat ini. Sholat yang dilakukan setiap individu-individu muslim dengan mengaplikasikan hal-hal di atas, akan menjadi modal awal pembentuakan Modal Sosial yang baik.
Francis Fukuyama dengan meyakinkan berargumentasi bahwa Modal Sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial sebagai persyaratan bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan stabilitas demokrasi. Di dalamnya merupakan komponen kultural bagi kehidupan masyarakat modern. Korupsi dan penyimpangan yang terjadi di berbagai belahan bumi dan terutama di negara-negara berkembang Asia, Afrika, dan Amerika Latin, salah satu determinan utamanya adalah rendahnya modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat.
Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Suatu kelompok masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial dengan lebih mudah. Hal ini memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa hidup dengan rasa saling mempercayai yang tinggi, bersatu dan memiliki hubungan sosial (jejaring sosial) secara intensif dan dengan didukung oleh semangat kebaikan untuk hidup saling menguntungkan dan saling memberi. Dan hal itulah yang akan menjadi modal dalam mencapai kemamuran suatu bangsa.
Wallahu A’lam
Temanggung, 21 Januari 2016
Ta’ Rauf Yusuf
Kata ‘utlu’ adalah bentuk kata perintah dari kata tilawah. Tilawah memiliki makna yang berbeda dengan qiroah. Qiro’ah adalah masdar dari Qoroah yang berarti mengumpulkan atau al jam’u, yang berarti mengumpulkan huruf-huruf dalam sebuah untaian kata dan kalimat. Kata turunnan dari kata dasar qoroah memiliki beberapa makna, diantaranya :
Tafahhama ( berusaha memahami )
Daarasa (terus mempelajari )
Tafaqqaha (berupaya mengerti secara mendalam )
Hafizha ( menghafal ) karena menghafal juga berarti jama’a (mengumpulkan ) dan dhamma ( menyatukan )
(lihat Mu’jam Mufradat Alfazhil Qur’an hal 413-414 dan Lisanul Arab I/128-133 )
Qiroah lebih menitik beratkan kepada aspek pengetahuan dan bersifat umum tidak untuk kitab suci saja namun bisa berarti membaca apapun.
Adapun Tilawah dari kata Talaa-Yatlu. Makna awalnya adalah mengikuti ( tabi’a atau ittaba’a ) yang secara khusus berarti mengikuti kitab-kitab Allah dengan menjalankan apa yang terkandung di dalamnya (ittiba’ ). Sedangkan makna yang lain adalah Tilawah alfzaazhihi (membaca lafaznya), sehingga qiro’ah ( membaca ) merupakan bagiannya. Jika tilawah seperti ini maknanya (membaca dan mengikuti), maka berarti dalam tilawah terdapat penegakkan agama secara keseluruhan yaitu mempelajari dan mengamalkan.
Adapun ‘aqimish sholat’ bermakna ‘ lakukanlah terus menerus atau konsistenlah dalam mengerjakan sholat.'. Dalam ayat ini Allah menghubungkan yang khusus dengan yang umum sebelumnya yakni tilawah kitab-Nya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perbuatan khusus berupa sholat, hal ini menunjukkan begitu istimewanya sholat dan pengaruhnya yang indah dalam kehidupan. ( Tafsir Ruhul Bayan, Ismail Al Haqi )
Seseorang yang mampu melaksanakan sholat dengan menyempurnakan syarat dan rukunnya disertai sikap khusyu’ (hadirnya hati) sambil memikirkan apa yang ia baca dan komitmen untuk melaksanakan kandungan Al Quran yang ia baca maka hatinya akan bersinar dan menjadi bersih, imannya bertambah, kecintaannya kepada kebaikan menjadi kuat, keinginannya kepada keburukan menjadi kecil atau bahkan hilang, sehingga jika terus menerus dilakukan, maka akan membuat pelakunya mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Hubungannya dengan Allah terjalin, sehingga Allah memberikan kepadanya penjagaan, dan setan yang mengajak kepada kemaksiatan merasa kesulitan untuk menguasai dirinya. Perbuatan Keji ( fahsya ) adalah perbuatan yang dianggap sangat buruk oleh syara’ di antaranya adalah perbuatan maksiat yang disenangi oleh jiwa sedangkan Munkar adalah semua maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah. Maka sholat yang benar dengan tilawah dan konsiten akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Maka inilah buah yang dihasilkan dari sholat.
Namun di dalam sholat juga terdapat maksud yang lebih besar dari itu, yaitu dapat tercapai dzikrullah (mengingat Allah) seperti yang dikandung oleh sholat itu sendiri, di mana di dalamnya terdapat dzikrullah baik dengan hati, lisan maupun dengan anggota badan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya, sedangkan ibadah yang paling utama adalah sholat yang di sana terdapat bukti penghambaan anggota badan secara keseluruhan yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh karena itulah, pada lanjutan ayatnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan (ketahuilah) mengingat Allah(sholat) itu lebih besar….” ( Hidayatul Insan, Marwan bin Musa )
Syaikh Wahbah Azzuhaili menyimpulkan dari ayat ini bahwa sholat memiliki dua fungsi, pertama, mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Kedua sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Untuk mencapai kedua hal ini sholat yang dilakukan oleh seorang muslim hendaknya dilandasi dengan rasa khusyu’ dan ikhlas. Dengan demikian, ketika mengerjakan sholat, seseorang dapat merasakan komunikasi yang intens dengan AllahTa’ala, menjadikan hati takut dan tunduk kepada-Nya, sehingga tujuan dari sholat bisa tercapai. Adapun jika hanya sekedar gerakan dan bacaan saja maka kedua fungsi ini tidak akan tercapai. (Tafsir Munir, Wahbah Az Zuhaili )
Kalau kita mengkaji lebih lanjut maka sholat juga menjadi pembeda antara seorang muslim dan kafir.Sholat yang berkualitas akan mampu menyebabkan dampak positif bagi perkembangan jiwa sekaligus berkontribusi besar dalam membangun kesalehan individual dan sosial. Syaikh Ali Nayif As Suhud merinci sejumlah dampak positif sholat bagi seorang mukmin, antara lain :
1. Sholat adalah bukti keimanan seorang hamba, identitas ketaqwaan sekaligus pemenuhan janji kepada Allah Ta’ala.
2. Sholat merupakan manhaj ( metode ) untuk mendidik manusia agar memiliki akhlak mulia karena shalat dapat mencegah perbuatatn keji dan munkar.
3. Sholat dapat menjadi solusi bagi seorang mukmin untuk keluar dari segala kesulitan dan kesusahan hidup. ( Al Baqarah : 153 ).
4. Sholat adalah konsumsi jiwa yang dapat meringankan hati dan melapangkan dada. ( Al Ma’arij :19-23 ).
5. Sholat menjadi penyebab dari dihapuskanya kesalahan dan diampuni dosa. ( HR Bukhari-Muslim )
6. Sholat akan mendidik kaum muslimin untuk menjadi pribadi yang bersih dan teratur dalam hidup.
7. Sholat berjamaah dapat mempererat tali silaturahim sekaligus memperkuat keimanan dan keyakinan akan kebenaran islam. ( At Taubah : 11 )
( Al Manhaj An Nabawi Li Tarbiyatil Athfal, Ali Nayif As Suhudi )
Dapat kita simpulkan bahwa sholat seseorang yang baik akan menjadi solusi seluruh permasalahan yang ada di masyarakat saat ini. Sholat yang dilakukan setiap individu-individu muslim dengan mengaplikasikan hal-hal di atas, akan menjadi modal awal pembentuakan Modal Sosial yang baik.
Francis Fukuyama dengan meyakinkan berargumentasi bahwa Modal Sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial sebagai persyaratan bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan stabilitas demokrasi. Di dalamnya merupakan komponen kultural bagi kehidupan masyarakat modern. Korupsi dan penyimpangan yang terjadi di berbagai belahan bumi dan terutama di negara-negara berkembang Asia, Afrika, dan Amerika Latin, salah satu determinan utamanya adalah rendahnya modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat.
Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Suatu kelompok masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial dengan lebih mudah. Hal ini memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa hidup dengan rasa saling mempercayai yang tinggi, bersatu dan memiliki hubungan sosial (jejaring sosial) secara intensif dan dengan didukung oleh semangat kebaikan untuk hidup saling menguntungkan dan saling memberi. Dan hal itulah yang akan menjadi modal dalam mencapai kemamuran suatu bangsa.
Wallahu A’lam
Temanggung, 21 Januari 2016
Ta’ Rauf Yusuf
No comments:
Post a Comment