Monday, 7 November 2022

Bisikan Hati

Dilihat dari asal penciptaannya, manusia tersusun dari unsur bumi dan unsur langit. Unsur bumi karena manusia diciptakan dari tanah. Unsur langit karena setelah proses penciptaan fisiknya sempurna, Allah meniupkan ruh kepadanya. Ketika ruh di tiupkan kedalam jasad maka akan menjadi Nafs النَفْسٍ. Di dalam An Nafs ini Allah ilhamkan fujur فُجُور ( atau di sebut juga الهوى)  dan ketaqwaan تَقْو kemudian diletakkan dalam Qalbun القلب.

Sebagaimana Allah kabarkan dalam surat As syams ayat 7-8.

 وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا  فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.( Asy Syams 7-8)

Qalb قَلب  dalam bahasa Arab adalah merupakan bentuk masdar dari kata qalaba قَلَبَ  yang berarti membalikkan, merubah, mengganti. Kata kerja intransitif dari qalaba قَلَبَ adalah taqallaba تَقَلَّبَ yang berarti bolak-balik, berganti-ganti, berubah.

سمية القلب ليتقلبيّة

dinamakan qalb karena adanya kecenderungan qalb untuk berubah-ubah.

Dengan qalb inilah ditentukan kualitas baik dan buruknya manusia. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam ,

 
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah (segumpal daging) itu ialah qalb..” (HR. Muslim).

Rasulullah telah mengabarkan bahwa dalam diri manusia terhadap sesuatu yang berhargan yakni qalbu, yang maknanya dalam hadits ini adalah jantung. Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Manzur, qalbu yang dimaksud adalah segumpal daging yang tergantung dengan urat besar tempat ia bergantung. Sedangkan, menurut al-Mu’jam al-Wasit pula, qalbu yakni organ berotot yang didalamnya menerima darah dari saluran darah dan memompa ke arteri.

Sebagaiamana firman Allah

 أَفَلَمْ يَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى ٱلْأَبْصَٰرُ وَلَٰكِن تَعْمَى ٱلْقُلُوبُ ٱلَّتِى فِى ٱلصُّدُورِ

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai qulub yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qulub yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj : 46)

Dari penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa qalbu adalah jantung yang tidak hanya mempunyai fungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh, tapi lebih dari itu yakni juga mempunyai akal yang mampu berfikir dan memahami baik buruknya sesuatu. Atau dengan kata lain dapat kita simpulkan juga bahwa dalam tubuh manusia terdapat qalbu secara fisik yang berupa jantung dan qalbu secara kasat mata yang kemudian menjadi tempat taqwa dan fujur. 

Dilihat dari dominasi ketaqwaan dan nafsu itu jiwa manusia dapat dikategorikan menjadi tiga karakter. Karakter itu sekaligus juga menunjukkan tingkatannya, yaitu:

1. Apabila nafsu lebih dominan dibanding ketaqwaan, yang menguasai jiwanya adalah keinginan untuk memenuhi selera kesenangan [syahwat]. Kondisi yang demikian akan selalu menyuruh untuk melakukan hal-hal buruk. Jiwa yang demikian berada pada tingkat yang paling rendah. Apabila tidak segera diobati, kecenderungannya akan semakin menjadi dan akibatnya akan menjerumuskan pemiliknya ke lembah hina. Pada kondisi yang parah, ia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berbeda dengan binatang. Bahkan mungkin akan melakukan perbuatan iblis hingga ia dipanggil sebagai setan. 

2. Apabila pengaruh kekuatan antara ketaqwaan dan nafsu seimbang, maka logika akan banyak bicara. Akan terjadi konflik dan pergolakan yang keras antara keinginan amal shalih dan kecenderungan maksiat. Apabila ada keinginan amal shalih ia pikir-pikir dulu. Pun bila terbersit kecenderungan maksiat ia pun pikir-pikir dulu. Tarik ulur antara dorongan negatif dan positif tiada habis-habisnya. Jiwanya selalu menginginkan yang lebih baik. Bila melakukan keburukan, ia akan mencacinya. Bila melakukan kebaikan ia juga akan mencacinya karena tidak melakukan yang lebih baik. Jiwa dengan kondisi yang demikian lebih baik dibanding yang pertama dan inilah yang dimiliki kebanyakan kaum muslimin.

3. Apabila yang dominan adalah dorongan ketaqwaan dibanding dorongan nafsunya, maka manusia akan berdzikir pada setiap keadaan. Jiwa yang demikian ini disebut nafsu muthmainnah [jiwa yang tenang]. Dirinya senantiasa merasa tenteram dan enjoy dengan amal-amal ketaatan. Ibadah akan terasa sangat ringan. Dirinya akan gelisah bila kesempatan dzikirnya terusik. Jiwa dalam kondisi demikian dimiliki para auliaur rahman: para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita jiwa yang tenang ini di dunia, sehingga kelak Allah swt. memanggil kita dengan panggilan lembut,

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. masuklah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (al-Fajr: 27-30).

Lalu apa saja yang mempengaruhi Qalbu seseorang manusia? Ternyata dalam qalbu manusia ada bisikan-bisikan yang mempengaruhinya. al-Habib ‘Ali Al-Jufri dalam kitab Ayyuhal Murid menerangkan ada empat sumber bisikan qalbu manusia, yaitu :

Pertama, bersumber dari nafsu. Atau yang biasa dikenal dengan hawa nafsu. Contohnya, “Aku sedang puasa, hukumnya fardu, hari sangat panas, dan aku melihat air dingin di atas meja. Segar sekali sepertinya jika air itu kuteguk.” Itu adalah bisikan. Datangnya dari nafsu. Nafsu memang menginginginkan hal itu.  

Kedua, bersumber dari setan. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu ‘Abbas disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

   الشَّيْطَانُ جَاثِمٌ عَلَى قَلْبِ ابْنِ آدَمَ، فَإِذَا ذَكَرَ اللَّهَ خَنَسَ وَإِذَا سَهَا وَغَفَلَ وَسْوَسَ  

“Setan itu senantiasa mendekam dalam hati bani Adam. Jika bani Adam berdzikir kepada Allah, maka ia bersembunyi dalam hatinya. Dan ketika ia lupa kepada-Nya, maka setan kembali membisikinya.”   Bisikan yang bersumber dari setan ini juga biasa disebut dengan waswas, sebagaimana firman Allah, Dari kejahatan waswas (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, (Q.S. an-Nas [114]: 4
Ketiga, bersumber dari malaikat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu al-Mubarak dari Ibnu Mas‘ud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

  لِابْنِ آدَمَ لَمَّتَانِ: لَمَّةٌ مِنَ الْمَلَكِ، وَلَمَّةٌ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ بِالْخَيْرِ، وَتَصْدِيقٌ بِالْحَقِّ، وَتَطْيِيبٌ بِالنَّفْسِ، وَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ، فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ، وَتَكْذِيبٌ بِالْحَقِّ، وَتَخْبِيثٌ بِالنَّفْسِ    

“Ada dua lammah (bisikan) bagi ibnu Adam, yakni lammah setan dan lammah malaikat. Lammah malaikat mendorong kepada kebaikan, membenarkan yang hak, dan menjernihkan jiwa. Sedangkan lammah setan mendorong kepada keburukan, mendustakan yang hak, dan mengotori jiwa.”   Artinya, siapa saja yang mendapati dorongan kebaikan, ketahuilah bahwa salah satunya datang dari malaikat, meski pada hakikatnya datang dari Allah. Bersyukurlah pada-Nya. Sebaliknya, siapa saja yang mendapati bisikan buruk, maka berlindunglah kepada-Nya, sebab bisikan buruk salah satunya datang dari setan.  

Keempat, bisikan langsung dari Allah yang diberikan kepada hati seorang hamba. Pada hakikatnya, semua bisikan baik berasal dari Allah yang diturunkan sebagai cobaan, pemberian, ujian, dan karunia. Namun, ada bisikan yang langsung diberikan Allah dari keluhuran-Nya kepada hati seorang mukmin. Bisikan itu disebutkan dengan ilham.

Sedangkan Syekh Kamaluddîn Abdur Razzâq al-Fâsyâny dalam kitab Isthilâhâtu ash-Shûfiyah menjelaskan ada empat jenis bisikan dalam hati yaitu: (1) bisikan yang datangnya dari Allah, yang disebut bisikan rabbânî; (2) bisikan malaikat, disebut dengan ilham; (3) bisikan nafsu, disebut dengan hâjis; dan (4) bisikan setan yang disebut dengan waswas.

Dari kedua pendapat tersebut dapat kita simpulkan ada empat macam bisikan yang akan mempengaruhi hati. Keempat-empatnya berlomba-lomba untuk dapat mempengaruhi hati orang yang dibisiki. Diperlukan perjuangan dan usaha untuk dapat membedakan empat bisikan itu, terutama bisikan nafsu dan bisikan setan. Sebab keduanyalah yang dapat menjerumuskan seseorang dalam kemaksiatan.

Para ulama sepakat bahwa tubuh yang dipenuhi dengan makanan haram tidak akan dapat membedakan antara bisikan setan dan bisikan malaikat. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah menjaga dari makanan dan hal-hal yang haram.

Secara lebih terperinci, Imam as-Suhrawardi (Abu Hafs Syihabuddin Umar bin Muhammad bin Abdullah, w.632 H) dalam kitabnya ’Awarifu al-Ma’arif menjelaskan, bahwa ada empat hal yang menyebabkan kaburnya perbedaan bisikan-bisikan dalam hati :

Pertama, lemahnya keyakinan. 

Kedua, tidak mengetahui seluk-beluk nafsu secara mendetail. 

Ketiga, selalu menuruti hawa nafsu dengan selalu melanggar kunci-kunci takwa. 

keempat, cinta akan dunia isinya.

Lebih lanjut beliau menawarkan tips untuk dapat mengontrol gerak dari dua bisikan yang menjerumuskan, yakni bisikan setan dan bisikan nafsu. Beliau menuturkan bahwa bisikan setan dapat dikontrol atau bahkan dihilangkan dengan dua resep, yaitu dengan menanamkan rasa takwa yang tinggi dan berzikir. Proses menjalankan ketakwaan dimulai dari anggota tubuh yang lahir dengan memeliharanya dari hal-hal yang dilarang syariat, kemudian meningkat lagi dengan memelihara dari hal-hal yang tidak ada faedahnya. Setelah itu, ketakwaan juga ditanamkan ke dalam anggota batin dengan menjaganya dari yang diharamkan dan juga dari yang tidak ada faedahnya. Selanjutnya, ketakwaan yang telah tertanam kokoh itu diperkuat dengan selalu ingat (zikir) kepada Allah.

Bisikan nafsu juga perlu dikontrol, meskipun tidak seluruh bisikan nafsu itu buruk. Sebab nafsu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi demi eksistensinya untuk dapat menjalani kehidupan. Kebutuhan nafsu yang tidak boleh dituruti adalah kebutuhan yang melebihi dari kebutuhan syariat. Karenanya, bisikan nafsu harus dikontrol dengan ilmu agama: apakah bisikan itu sesuai dengan tuntunan syariat atau muncul dari rasa ketidakpuasan nafsu.

Apabila dua bisikan yang berbahaya itu dapat ditaklukkan, maka tinggal dua bisikan yang bisa masuk ke dalam hati, yakni bisikan Ilahi dan bisikan malaikat.

Wallahu a’lam

Temanggung, 8 November 2022

Ta’ Rouf Yusuf


No comments:

Post a Comment

Al Fatihah Bagian 2

Al Fatihah Bagian 2 ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. ٱلْحَمْدُ Dalam Tafsir At Thabari di k...