Bagaimana hukum jika anak-anak itu berada di antara shaf orang dewasa, bukankah ada kemungkinan anak itu membawa najis?
Jawab :
Dalam Shahih Muslim di riwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam membawa cucunya Umamah putri dari Zainab ke dalam masjid saat shalat fardhu dan menjadi imam. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Muslim:
عن أبي قتادة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل أمامة بنت زينب بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم ولأبي العاص بن الربيع فإذا قام حملها وإذا سجد وضعها
Rasulullah pernah shalat membawa Umamah putrinya Zainab binti Rasulullah dari suaminya Abul Ash bin Rabi'. Apabila Nabi berdiri beliau menggendongnya, apabila Nabi sujud beliau meletakkannya.
Dari hadits ini Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, hlm. 5/31-32, menjelaskan unsur hukumnya:
فيه حديث حمل أمامة رضي الله عنها ، ففيه دليل لصحة صلاة من حمل آدميا أو حيوانا طاهرا من طير وشاة وغيرهما ، وأن ثياب الصبيان وأجسادهم طاهرة حتى تتحقق نجاستها ، وأن الفعل القليل لا [ ص: 199 ] يبطل الصلاة ، وأن الأفعال إذا تعددت ولم تتوال ، بل تفرقت لا تبطل الصلاة .
وقوله : ( رأيت النبي - صلى الله عليه وسلم - يؤم الناس وأمامة على عاتقه ) هذا يدل لمذهب الشافعي - رحمه الله تعالى - ومن وافقه أنه يجوز حمل الصبي والصبية وغيرهما من الحيوان الطاهر في صلاة الفرض وصلاة النفل ، ويجوز ذلك للإمام والمأموم ، والمنفرد
Dalam hadits menggendong Umamamah radhiyallaanha di dalam hadits ini menjadi dalil atas sahnya shalatnya orang yang membawa manusia atau hewan yang suci seperti burung, kambing dan lainnya. Adapun baju anak kecil dan tubuhnya itu suci kecuali kalau jelas najisnya. Dan bahwa gerakan kecil tidak membatalkan shalat. Dan bahwa gerakan-gerakan yang banyak yang tidak berturut-turut tapi terpisah tidak membatalkan shalat.
Adapun hadis "Aku melihat Nabi menjadi imam shalat sedang Umamah berada di bahunya" ini menjadi dalil bagi madzhab Syafi'i dan yang setuju dengannya bahwa boleh membawa (menggendong) anak kecil laki-laki atau perempuan dan lainnya seperti hewan yang suci pada saat shalat fardhu dan shalat sunnah. Dan hal itu boleh dilakukan oleh imam dan makmum atau shalat sendirian.
Beliau juga menjelaskan
اِدَّعَى بَعْض الْمَالِكِيَّة أَنَّ هَذَا الْحَدِيث مَنْسُوخ، وَبَعْضهمْ أَنَّهُ مِنْ الْخَصَائِص، وَبَعْضهمْ أَنَّهُ كَانَ لِضَرُورَةٍ، وَكُلّ ذَلِكَ دَعَاوِي بَاطِلَة مَرْدُودَة لا دَلِيل لَهَا، وَلَيْسَ فِي الْحَدِيث مَا يُخَالِف قَوَاعِد الشَّرْع، لأَنَّ الآدَمِيّ طَاهِر، وَمَا فِي جَوْفه مَعْفُوّ عَنْهُ، وَثِيَاب الْأَطْفَال وَأَجْسَادهمْ مَحْمُولَة عَلَى الطَّهَارَة حَتَّى يَتَيَقَّن النَّجَاسَة، وَالأَعْمَال فِي الصَّلاة لا تُبْطِلهَا إِذَا قَلَّتْ أَوْ تَفَرَّقَتْ، وَدَلائِل الشَّرْع مُتَظَاهِرَة عَلَى ذَلِكَ، وَإِنَّمَا فَعَلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ لِبَيَانِ الْجَوَاز .
Sebagian pengikut Madzhab Maliki beranggapan bahwa hadits ini mansukh, sebagian lagi beranggapan hadits ini termasuk salah satu kekhususan Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan sebagian lagi beranggapan bahwa itu merupakan keadaan darurat… Semua anggapan itu adalah anggapan yang batil, tertolak, dan tidak berdasar… Dalam hadits tersebut tidak ada sesuatu yang menyelisihi kaidah syariat, karena tubuh anak adam itu suci, adapun yang ada di dalam jasadnya, maka najisnya tidaklah dianggap. Sedangkan pakaian dan badan anak kecil itu dianggap suci hingga benar-benar diyakini ada najisnya… dan gerakan di dalam sholat, tidak membatalkannya apabila masih tergolong sedikit atau terpisah-pisah… dan dalil-dalil syariat dalam masalah ini sangatlah banyak… Nabi -shallallahu alaihi wasallam- melakukan hal tersebut itu untuk menerangkan (kepada umatnya) bolehnya (melakukan hal tersebut).
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment