Wednesday, 5 July 2023

Hukum Berqurban dengan Kerbau

Apa Hukum berqurban dengan kerbau? Apakah diterima? 

Hamba Allah, +62 812-2563 xxxx

Hewan kurban harus dalam bentuk “bahimatul an’am” sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” [Al-Hajj Ayat 34]

Bahimatul an’am adalah unta, sapi dan kambing. Beberapa ulama menyamakan antara sapi dan kerbau. "Al-Baqar” merupakan jenis spesies hewan yang mencakup “al-‘Irab” (sejenis sapi) dan “al-Jawamis” (kerbau). Bila seseorang bersumpah tidak memakan daging “al-Baqar” maka dihukumi melanggar sumpah disebabkan memakan “al-Jamus” (kerbau). Sebab “al-Jamus” (kerbau) merupakan bagian dari jenis “al-Baqar” (sapi).

Bahkan ada klaim ijma bahwa kerbau sama dengan sapi sebagaimana perkataan Imam Ibnu Mundzir berkata,

و أجمعوا على أن حكم الجواميس حكم البقر

“Para ulama bersepakat bahwa hukum kerbau sebagaimana hukum sapi.” [Al-Ijma’ hal. 52]

Dalam Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah Para ulama menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis. 

Juga ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berqurban dengan kerbau. Diantara pendapat ulama Syafi’iyah sebagaimana keterangan di Hasyiyah al-Bajirami, Syekh Sulaiman al-Bujairimi mengatakan:

 قوله (من البقر الإنسي) ومنه الجاموس وإنما قيد بذلك في البقر دون غيره لأن غيره لم يوجد منه وحشي. 

“Ucapan -Syekh Khotib -dari sapi jinak, di antaranya adalah kerbau. Syekh Khotib membatasi sapi dengan jinak bukan kepada hewan lain, sebab hewan kurban lainnya tidak ditemukan istilah liar” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Iqna’, juz 4, hal. 332).

Syekh Muhammmad Nawawi bin Umar al Jawi berkata: 
ـ(والثني من البقر) الإنسي وهو (ما له سنتان وطعن في الثالثة) ومنه الجاموس الإنسي وخرج بالإنسي الوحشي فلا يجزئ في الأضحية وإن دخل في اسم البقر والجاموس ولم يوجد من غيرهما وحشي. 
“Dan (mencukup dalam kurban) yaitu hewan yang berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga dari sapi yang jinak. Dan termasuk ke dalam jenisnya sapi adalah kerbau yang jinak. Dan dikecualikan dari sapi/ kerbau jinak yaitu sapi/ kerbau liar, maka tidak cukup untuk dijadikan kurban walaupun termasuk ke dalam jenisnya sapi/ kerbau. Dan tidak ditemukan dari selain keduanya istilah hewan yang liar. (Syekh Muhammmad Nawawi bin Umar al Jawi, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, Surabaya: Nur al Huda, hal. 269)

Jadi dapat kita simpulkan dari pendapat para ulama tentang kebolehan berqurban dengan kerbau. 

Wallahu a'lam bi shawab



Saturday, 17 June 2023

Hukum memaki Cincin di Jari Tengah dan Telunjuk

Assalamu'alaikum
Apakah hukum memakai cincin di jari telunjuk? Di jari mana sebaiknya seseorang memakai cincin? 
Wati

Jawab :

Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh
Rasulullah biasa memakai cincin di jari kelingkingnya sebagaimana hadits. 
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ خَاتِمُ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengenakan cincin di sini.” Anas berisyarat pada jari kelingking di tangan sebelah kiri. (HR. Muslim no. 2095).

Dalam SyarahvShahih Muslim Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa yang sesuai sunnah, cincin pria diletakkan di jari kelingking. Sedangkan untuk wanita, cincin tersebut diletakkan di jari mana saja.” 

Beliau juga menyampaikan larangan bagi laki-laki memakai cincin di jari tengah dan telunjuk sebagaimana dalam hadits.
Dari ‘Ali bin Abi Tholib, ia berkata,

نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَتَخَتَّمَ فِى إِصْبَعِى هَذِهِ أَوْ هَذِهِ. قَالَ فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَالَّتِى تَلِيهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang padaku memakai cincin pada jari ini atau jari ini.” Ia berisyarat pada jari tengah dan jari setelahnya. (HR. Muslim no. 2095).

Imam Nawawi menyebutkan dalam riwayat lain selain Riwayat Imam Muslim bahwa yang dimaksud adalah jari telunjuk dan jari tengah.

Imam Nawawi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan larangan memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah bagi laki-laki adalah makruh tanzih bukan bermakna haram).

Imam Nawawi juga menyatakan bahwa para ulama sepakat bolehnya memakai cincin di jari tangan kanan atau di jari tangan kiri. Tidak dimakruhkan di salah satu dari kedua tangan tersebut. Para ulama cuma berselisih pendapat saja manakah di antara keduanya yang afdhal. Kebanyakan salaf memakainya di jari tangan kanan, kebanyakannya lagi di jari tangan kiri. Imam Malik sendiri menganjurkan memakai di jari tangan kiri, beliau memakruhkan tangan kanan. Sedangkan ulama Syafi’iyah yang shahih, jari tangan kanan lebih afdhal karena tujuannya adalah untuk berhias diri. Tangan kanan ketika itu lebih mulia dan lebih tepat untuk berhias diri dan juga sebagai bentuk pemuliaan. 

Jadi dapat kita simpulkan bahwa jari tangan yang terbaik untuk memakai cincin bagi laki-laki adalah jari kelingking. Adapun jari yang terlarang (makruh) dipakaikan cincin adalah jari tengah dan jari telunjuk. Dibolehkan di pakai pada jari manis. Adapun untuk wanita, tidak ada larangan khusus berkaitan dengan cincin, wanita bebas memakai cincin di jari mana saja yang ia kehendaki. Wallahu a’lam.

Thursday, 15 June 2023

Hukum Berdiri Menghormati Ulama Atau Orang Terhormat

Assalamualaikum..Afwan ustadz, apa hukum berdiri menghormati ulama? 
Deo
08132xxxx

Jawab

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..
Ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
.
من أحب أن يمثل له الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار
.
“Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad )

Dalam hadits hadits tersebut tentang orang yang menginginkan dihormati. 

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, mengutip dari Imam Ath Thabariy Rahimahullah sebuah penjelasan tentang hadits di atas:

 إِنَّمَا فِيهِ نَهْيُ مَنْ يُقَامُ لَهُ عَنِ السُّرُورِ بِذَلِكَ لَا نَهْيَ مَنْ يَقُومُ لَهُ إِكْرَامًا لَهُ

Ini adalah larangan bagi orang yang senang jika ada orang yang berdiri untuknya, bukan larangan bagi orang yang berdiri untuk penghormatan. (Fathul Bari, 11/50)

Beliau juga mengutip dari Ibnu Qutaibah, dia berkata:

وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِهِ نَهْيَ الرَّجُلِ عَنِالْقِيَامِ لِأَخِيهِ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْهِ وَاحْتَجَّ بن بَطَّالٍ لِلْجَوَازِ بِمَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ مِنْ طَرِيقِ عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ عَنْ عَائِشَةَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى فَاطِمَةَ بِنْتَهُ قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ

Hadits ini bukan bermaksud larangan seseorang berdiri untuk memuliakan saudaranya jika dia salam kepadanya. 

Ibnu Baththal berhujjah kebolehan berdiri berdasarkan riwayat An Nasa'i, dari jalur Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah  Radhiyallahu 'Anha, bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam jika melihat putrinya - Fathimah- dia akan menyambutnya, lalu berdiri dan menciumnya,  dan memegang tangannya serta membawanya duduk ke tempatnya. 

Kebolehan menyambut dengan cara berdiri kepada orang terhormat, orang tua, ulama, orang Shalih, diperkuat oleh dalil berikut ini.

Ketika Sa'ad bin Mu'adz Radhiallahu 'Anhu (tokoh Anshar) datang, Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang-orang Anshar:

قوموا الى سيدكم 

Berdirilah kalian untuk pemimpin kalian

(HR. Bukhari dan Muslim)

Ada pun bagi orang yang dihormati tersebut, dia tidak boleh berharap, tidak boleh juga kecewa kalau orang-orang tidak menghormati. 

Wallahu a'lam

Hukum Memotong Kuku dan Rambut bagi yang akan berQurban

Assalamu'alaikum
Apa hukum memotong kuku dan rambut bagi orang yang akan berqurban, ketika memasuki bulan Dzulhijjah? 
Ana
085xxxxxx

Jawab :
Dalam Madzhab Syafi’i disunnahkan untuk tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku bagi orang yang akan berqurban sampai selesai penyembelihan.

Imam Asy-Syairazi dalam matan Al-Muhazzab menyebutkan :

ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر

Dan hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku.

Madzhab imam syafi'i menyimpulkan bahwa hadits Ummu Salamah  radhiyallahuanha bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda

إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا

,”Bila telah memasuki hari yang sepuluh dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu rambut qurbannya dan kulitnya.” (HR. Muslim)

Bahwa larangan ini bukan larangan yang bersifat haram (karahatu at-tahrim), melainkan sebagai larangan yang bersifat makruh (karahatu at-tanzih).

Selain itu yang membuat mahzhab Syafi'i yah tidak mewajibkan, karena ada hadits lain yang membolehkan atau tidak mengharamkan potong kuku dan rambut, yaitu hadits dari Aisyah yang menguatkan bahwa larangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukan bersifat keharaman.

كُنْتُ أَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ  ثُمَّ يُقَلِّدُهاَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا وَلاَ يُحْرِمُ عَلَيْهِ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللهُ لَهُ حَتىَّ يَنْحَرَ الهَدْيَ

Dari Aisyah radhiyallahuanha, beliau berkata,”Aku pernah menganyam tali kalung hewan udhiyah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, kemudian beliau mengikatkannya dengan tangannya dan mengirimkannya dan beliau tidak berihram (mengharamkan sesuatu) atas apa-apa yang dihalalkan Allah Subhanahu wa ta'alla , hingga beliau menyembelihnya. (HR. Bukhari Muslim)
Walllahu a'lam

Thursday, 18 May 2023

Jawahirul Kalamiyah fi Udah Al Aqidah Al Islamiyah

Syaikh Tahir bin Saleh Al Jazairi

MUQADDIMAH PENULIS

الحمد لله. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم .

وبعدء فهذه رسالة مشتملة على المسائل المهمة في علم الكلام. قريبة المأخذ للأفهام. جعلتها على طبريق السؤال والجواب, وتساهلت في عباراتها تسهيلا للطلاب .
MUQADDIMAH

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam semoga tercurah ke atas junjungan kita Nabi Muhammad beserta para keluarga dan shahabat nya sekalian. Waba’du,

Ini adalah risalah yang berisi tentang masalah yg penting dalam ilmu kalam (tauhid) yg mudah untuk difahami. Saya menulisnya dalam bentuk tanya jawab dan memberi contoh-contoh yg mudah difahami oleh para pencari ilmu.

Syaikh Thahir bin Shalih Aljazairi

PENGANTAR AKIDAH ISLAM

المقدمة

وتشتمل على ثلاث مسائل

١‏ س: ما معنى العقيدة الإسلامية؟

ج: العقيدة الاسلامية هى الأمور التي يعتقِدُها أهل

2 ‏ س: ما معنى الإسلام؟

ج: الإسلام هو الإقرارٌ باللسانٍء والتصديق بالقلب بأن ما جاء به نبينا ص.م. صدق و حق

س: ما أركان العقيدة الإسلامية : أي أساسها؟ 3

ج: أركانٌ العقيدةٍ الاسلامية ستة أشياء: وهي الإيمان بالله تعالي والإيمانٌ بملائكته والإيمانُ بكتبه» والإیمان برسله» والإيمان باليوم الآخر. والإيمان بالقدر .
PENGANTAR AKIDAH ISLAMIYYAH

Terdiri atas 3 masalah

1. Tanya Apakah makna ‘aqidah Islamiyyah ? Jawab ‘Aqidah Islamiyyah ialah perkara-perkara yg wajib diyakini oleh orang Islam yakni hal hal yg diyakini secara mantap oleh orang Islam akan kebenarannya

2. Tanya Apakah makna Islam ?

Jawab Islam adalah mengucapkan dengan lisan (Bershahadat), Membenarkan dengan hati bahwa segala sesuatu yg dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alihi Wasallam itu haq dan benar.

3. Tanya Apakah rukun-rukun Akidah Islamiyyah atau asas-asasnya ?

Jawab Rukun-Rukun akidah Islam ada enam perkara :
1. Beriman kepada Allah Ta’ala
2. Beriman kepada Malaikat Allah
3. Beriman kepada Kitab yg diturunkan Allah
4. Beriman kepada Utusan-Utusan Allah
5. Beriman kepada hari Kiamat
6. Beriman kepada ketentuan Allah, baik yg baik maupun yg buruk

PEMBAHASAN PERTAMA: IMAN KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WATA’ALA

المبحث الأول
Cara beriman pada Allah

4 - س: كيف الإيمان بالله سبحانه وتعالى إجمالاً؟

ج هو أن نعتقد أن الله سبحانة وتعالى متصف بجميع صفات الكمال ومنزه عن جميع صفات النقصان .
4. Tanya Bagaimana cara beriman kepada Allah Subhaanahu Wata’ala ?

Jawab Yaitu hendaklah meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala memiliki segala sifat yg sempurna dan jauh dari sifat kekurangan.

ه ‏ س: كيف الإيمان بالله سبحانه وتعالی تفصیلا؟

ج هو أن نعتقد أن الله سبحانة وتعالى موصوف بالوجودء والقدم» والبقاء والمخالفةٍ للحوادث, والقيام بنفسهء والوحدانية» والحياةء والعلم والقدرة والإرادة. والسمع . والبَصَّر والكلام» وأنه حي » عليمٌ» قادرٌ مريدٌ سميع بصير متكلم
5. Tanya Bagaimana cara beriman kepada Allah Subhaanahu Wata’ala secara lebih rinci ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala memiliki sifat : Wujud (Ada), Qidam (dahulu), Baqa (Kekal), Mukhaalafatu Lilhawaadits (Berbeda dengan Makhluk), Qiyaamuhu Binafsih (Mandiri dan tidak membutuhkan yg lain), Wahdaaniyyah (Maha Esa), Hayah (Hidup), ‘Ilm (Mengetahui), Qudrah (Berkuasa), Iraadah (Berkehendak), Sama’ (Mendengar), Bashar (melihat), Kalam (Berbicara). Dan meyakini bahwasanya Allah itu adalah Al Hayyu (Maha Hidup), ‘Aliimun (Maha Mengetahui), Qaadirun (Maha Berkuasa), Muriidun (Maha Berkehendak) Samii’un (Maha Mendengar) Bashiirun (Maha Melihat) dan Mutakallimun (Maha Berbicara)

Cara meyakini Adanya Allah

6 - س: كيف الإعتقاد بالوجود لله تعالى؟

ج هوان نعتقد أن الله تعالى موجود وأن وجوده بذاته ليس بواسطة شىء وأن وجوده واجبٌ“ لا يمكنٌ أن يلحقه عدم .


6. Tanya Bagaimana cara meyakini Wujud (Keberadan) Allah ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwa Allah itu ada, dan keberadaanNya DzatNya itu ada dengan sendirinya tanpa memerlukan wasilah atau perantara. Dan meyakini bahwa keberadaanNya itu wajib adanya, tidak mungkin Dia pernah tiada.

۷ - س : كيف الإعتقاد بالقدم لله سبحانه وتعالی؟

‏ هو أن نعتقد أن الله قديم : نعنى أنه موجودٌ قبل كل شيء وأنه لم يكن معدوما فى وقت من الأوقات. وان وجودّهُ ليس لهُ أول .


7. Tanya Bagaimana cara meyakini Dahulu (Qidam) nya Allah ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu Maha Dahulu adaNya, yakni Allah itu ada sebelum adanya sesuatu selainNya, dan bahwasanya Dia tidak terikat waktu dan keberadaanNya tanpa awal.

Cara meyakini Kekekalan (Baqa’) Allah

8- س: كيف الإعتقاد بالبقاء لله سبحانه وتعالى؟

ج: هو أن نعتقدّ أنَّ الله سبحانه وتعالى باق وأن بقاءه ليس له نهايةء وأنهُ لا يرول أصّلاء ولا يلحقه العدم في وقت من الأوقات .
8. Tanya Bagaimana cara meyakini Kekekalan (Baqa’) Allah ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya Allah itu Dzat yg kekal abadi dan kekekalanNya tersebut tanpa batas akhir. Dan hendaklah meyakini bahwasanya Dia tidak pernah berubah sama sekali serta Dia tidak pernah bersifat tiada pada pada waktu tertentu (kekekalanNya tidak terikat ruang dan waktu).

9 - س : : كيف الإعتقاد بمخالفته تعالى للحوادث. أي المخلوقات؟

ج: هو أن نعتقد أن الله لا يشابهُهُ شيء: لا في ذاته ولا فى صفاته ولا فى أفعاله .
9. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat Mukholafatu Lil Hawaadits (Berbeda dengan segala hal yg baru / makhluk )?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah tidak menyerupai sesuatupun, baik DzatNya, sifatNya maupun perbuatanNya.

س : : كيف الإعتقاد بمخالفة ذاته سبحانه 10. للحوادث؟

ج هو أن نعتقد أنَّ ذات الله سبحانه وتعالى لا تشابه شيئا من المخلوقات بوجه من الوجوه» كل ما تراه أو يخطر ببالك فالله ليس كذلك ليس كمثله شيء
10. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Dzat Allah itu berbeda dengan segala hal yg baru / makhluk ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya Dzat Allah itu tidaklah sama dengan makhluk ciptaanNya, berupa wajah misalnya. Segala hal yang kita lihat atau bayangkan dalam hati maka Allah tidaklah seperti bayangan tersebut. Laitsa Kamitslihi Syaiun (Tiada satupun yg serupa denganNya - QS Asy-Syura - 11)

- س: كيف الاعتقاد بأن صفاته سبحانه وتعالى 11 مخالفة لصفات الحوادث؟ .

18 : هو أن نعتقد أن علم الله تعالى لا يُشابه علمنا وأنّ قدرته لا تشابه قدرتنا وأن إرادته لا تشابة إرادتنا وأن حياته لا تشابه حياتنا وان سمعه لا يُشابه سمعنا وأنَّ بصره لا يُشابه بصرنا وأن كلامه : لا يُشابه كلامنا
11. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Sifat Allah itu berbeda dengan sifat segala hal yg baru / makhluk ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya ‘ilmu (pengetahuan) kita tidak sama dengan pengetahuan Allah, Qudrah (Kekuasaan) kita tidak sama dengan kekuasaan Allah, Iradah (kehendak) kita tidak sama dengan kehendak Allah, Hayah (sifat hidup) kita tidak sama dengan sifat hidupnya Allah, sifat mendengar (Sama’) kita tidak sama dengan sifat mendengar Allah, Bashar (sifat melihat) kita tidak sama dengan pendengaran Allah dan Kalam (sifat berbicara) kita tidak sama dengan sifat kalam Allah.

12 - س: كيف الإعتقاد بأن أفعاله سبحانه وتعالى مخالفة لأفعال الحوادث؟
ج: هو أن نعتقد أنَّ أفعال المولى سبحانه وتعالى لا تشابه أفعال شيء من الموجودات. لأن المولى سبحانه وتعالى يفعل الأشياءً بلا واسطةٍ ولا آله إإِنّما أمرُه إذا أرادَ شيئاً أن يقولٌ له كنْ فيكون" وأنه لا يفعل شيئاً لاحتياجه إليه وأنه لا يفعل شيئاً عبثاً أي بغير فائدة لأنه سبحانه وتعالى حكيم” .


12. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Perbuatan Allah itu berbeda dengan perbuatan segala hal yg baru / makhluk ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya perbuatan Allah Subhanahu Wata’ala tidak serupa dengan perbuatan makhluqNya, karena Dia dalam berbuat sesuatu tidak membutuhkan perantara maupun alat.


Firman Allah dalam surat yasin Ayat 82 : Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. Dan hendaklah meyakini, bahwasanya Allah menciptakan sesuatu tidak berarti karena Dia membutuhkannya. Juga kita harus meyakini bahwa Dia tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia atau tanpa guna, karena Dia bersifat Maha Bijaksana.

٠‏ س : كيف الإعتقاد بقيامه تعالى بنفسه 13

ج. : هو أن نعتقد أن الله سبحانه وتعالى لا يجتاج إلى شيء من الأشياء : فلا يحتاج إلى مكان ولا إلى محل ولا إلى شيء من المخلوقات أصلا. فهو الغنيُ عن كل شيء وکل شىء محتاج إليه سبحانه وتعالى .
13. Tanya Bagaimana cara meyakini Kemandirian Allah (Qiyamuhu Binafsihi) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhaanahu Wata’ala tidak membutuhkan sesuatu apapun, Dia tidak butuh tempat dan tidak membutuhkan makhluk sama sekali. Dia Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun, bahkan segala sesuatu lah yang membutuhkan Allah Subhaanahu Wata’ala.

Cara meyakini hidupnya Allah

١4‏ - س: كيف الإعتقاد بحياة الله سبحانه وتعالى؟

ج: هو أن نعتقدٌ أن الله تعالى حي وأن حياته سبحانه ليست كحياتنا فإن حياتنا بوساتط کجریان الدم والنفس و حياة الله سبحانه ليست بواسطة شيء وهي قديمة باقية لا يلحقها العدم والتغير أصلا
14. Tanya Bagaimana cara meyakini Kehidupan Allah (Hayah / hayat) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhaanahu Wata’ala Maha Hidup dan bahwa kehihidupan Allah tidak seperti hidup kita. Karena sesungguhnya kehidupan kita membutuhkan perantara seperti mengalirnya darah dan nafas sedangkan kehidupan Allah tanpa memerlukan apapun. Kehidupan Allah itu bersifat dahulu (Qodim), kekal (Baqo’) dan kehidupanNya tiada pernah hilang maupun berubah sama sekali.

Cara meyakini Maha Esa-nya Allah

15‏ س: كيف الإعتقاد بوحدانية الله تعالى؟

ج: هو أن نعتقد أن الله تعالى واحدٌ ليس له شَرِيكُ ولا نظير ولا مماثل ولا ضد ولا معاند
15. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat Wahdaniyyah (Maha Esa) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu Satu dan tidak memiliki teman atau sekutu. Tidak ada yg menyamai maupun menyerupaiNya. Tiada lawan yg sebanding maupun penggantiNya.

16 - س: كيف الإعتقاد بعلم الله تعالى؟

ج: هو أن نعتقد أن الله تعالى موصوف بالعلم وأنه بكل شيء عليم : يعلم الأشياء كلها ظاهرها وباطنها ويعلم عدد حبّات الرّمل وعدد قطرات المطر وأوراق الشجر. ويعلمُ السرّ وأخفى . لا تخفى عليه خافية وعلمه ليس بمکتسب بل یعلم الأشياء في الأزل قبل وجودها".
Cara meyakini bahwa Allah Maha Tahu

16. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat ‘Ilm (Maha Berpengetahuan) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu memiliki sifat Maha Berpengetahuan dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Mengetahui segala hal, baik yang tampak maupun yg tidak. Dia mengetahui jumlah pasir, titik air hujan maupun daun pepohonan. Dia Mengetahui hal yg rahasia maupun yg jelas. Tidak ada yg bisa bersembunyi dari Nya. Dan hendaklah kita meyakini bahwasanya pengetahuan Allah itu tidak membutuhkan usaha meraihnya, namun pengetahuan Allah akan segala sesuatu itu telah ada sejak zaman azali sebelum sesuatu itu ada.

Meyakini Ke-Maha Kuasa-an Allah

17 - س: كيف الإعتقاد بقدرة الله تعالى؟

ج : هو أن نعتقدَ أن الله سبحانه وتعالى موصوف بالقدرة وأنه على کل شيء قدير .


17. Tanya Bagaimana cara meyakini Ke Maha Kuasaan Allah ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu memiliki sifat Maha Kuasa dan bahwasanya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

1۸ - س : كيف الإعتقاد بإرادة الله تعالى؟

ج: هو أن نعتقدَ أن الله تعالى موصوفٌ بالإرادة وأنه مريدٌ لا يقع شىء إلا بإرادته . فأی شىء أراده كان وأي شيء لم يُردْهُ فإنه لا يمكنٌ أن يكون .


18. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Berkehendak (Iradah / iradat)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu memiliki sifat Iradah (Maha Berkehendak) dan Dia lah segala tujuan, tidak ada sesuatupun yg dapat terjadi tanpa kehendak Nya. Maka apa saja yang Dia kehendaki maka akan terjadi dan apapun yg tiada dikehendakiNya, maka tidak mungkin akan ada atau terjadi.

19‏ - س: كيف الإعتقاد بسمع الله تعالى؟

ج. هو أن نعتقدَ أن الله سبحانه موصوفٌ بالشمع وأنه يسمع كل شيء سِرَا کان أو جهراً. لكنّ سمعه سبحانه وتعالى ليس كسمعنا فإن سَمعنا بواسطة الأذن. وسمعه سبحانه لبس بواسطة شيء
19. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Mendengar (Sama’)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu bersifat Maha Mendengar dan sesungguhnya Allah mendengar segala sesuatu baik nampak atau pun yg tersembunyi. Namun, pendengaran Allah Subhanaahu Wata’ala tidak seperti pendengaran kita , karena pendengaran kita sebagai makhluk memerlukan alat perantara berupa telinga sedangkan pendengaran Allah tanpa memerlukan perantara apapun.

20- س: كيف الإعتقاد ببصر الله تعالى؟

چ هو أن نعتقدَ أن الله سبحانة موصوفٌ بالبَصّر وأنه بكل شيء بصيرٌ: يبصر حتى النملة السوداءَ في الليلة الظلماء وأصغرٌ من ذلك, لا يخفى على بصره شيء في ظاهر الأرض وباطِنها وفوق السماء وما دُونْها لكنّ بصره سبحانه ليس كبصرنا: فإن بصرنا يكون بواسطة العين. وبصره سبحانه ليس بواسطة شيء‏
20. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Melihat (Bashar)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu bersifat Maha Melihat , dan Dia Maha Melihat atas segala sesuatu. Dia Maha Melihat hingga semut hitam kecil berjalan di malam gelap gulita sekalipun, bahkan yg lebih kecil dari itu (atom). Tidak ada yg dapat bersembunyi dari penglihatan Allah, baik yg ada di bumi maupun di luarnya, baik yg ada di langit maupun di luarnya. Namun, penglihatan Allah berbeda dengan kita sebagai makhluk. Sesungguhnya penglihatan kita membutuhkan perantara yakni mata, sedangkan penglihatan Allah tanpa membutuhkan alat perantara.

21 - س: كيف الإعتقاد بكلام الله تعالى؟

ج هو أن نعتقدَ أن االله سبحانه موصوف بالكلام وان كلامة لا يشبهُ كلامنا: فإن كلامنا مخلوق فينا وبواسطة آلة من فم ولسانٍ و شفتين وكلامه سبحانه وتعالى ليس كذلك .
21. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Berbicara (Kalam)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu bersifat Maha Berbicara. Akan tetapi kalam Allah tidak sama dengan kita sebagai makhluk Nya. Sesungguhnya pembicaraan kita diciptakan dalam diri kita dan membutuhkan alat perantara berupa mulut, lidah serta kedua bibir. Sedangkan Kalam Allah tidak seperti itu (tidak butuh alat perantara).

Sifat mustahil Allah

22‏ - س: من أخبرني عن الصفات المستحيلة التي لا يتصف بها المولى سبحانه وتعالى؟

ج : الصفات المستحيلة في حق الله تعالى ‏ أي التي لا يمكنٌ أن يتصفّ بها هي العدم. والحدوث,. والفناء والممائلةٌ للحوادث, والإحتياجٌ لغيره سبحانه وتعالى ووجودُ الشريك, والعجرٌ والكراهية ‏ أي وقوع شيء بغير إرادته - والجهل وأشباه ذلك :وإنما استحال اتصافه بها لأنها صفات نقصان والمولي سبحانه وتعالى لا يتصف إلا بصفات الكمال.


22. Tanya Beritahukan kepada kami apa sajakah sifat mustahil yg tidak mungkin dimiliki Alloh ?

Jawab Yaitu semua sifat yg mustahil bagi Allah. Maksudnya adalah segala sifat yg tidak mungkin dimiliki Oleh Allah. Yaitu diantaranya : ‘Adam (tiada), huduts (baru ada), Fana’ (binasa), mumatsalatu lilhawaadits (serupa dengan makhluqNya), Ihtiyaaju lighairihi (membutuhkan kepada selainNya), Wujuudus Syarki (adanya sekutu), Al ‘ajz (Lemah), Karohiyah (terpaksa, maksudnya terjadinya sesuatu tanpa kehendakNya), Al Jahl (bodoh) dan sifat buruk lainnya. Dan sesungguhnya Allah tidak bersifat hal2 di atas karena itu adalah sifat kekurangan. Dan Allah Subhaanahu Wata’ala tidaklah bersifat kecuali dengan sifat yg sempurna.

Sifat yg boleh (Jaiz) ada pada Allah

-23 س. من أخبرني عن الأشياء التي يجوز صدورها من المولي سبحانه وتعالى

ج : هي فعل الممكنات وترکها مثل ان يجعل الإنسان غنياً ا و فقيرا صحيحا أو سقيما وأشتاه ذلك .


23. Tanya Mohon diterangkan sifat yg boleh (Jaiz) ada pada Allah Subhaanahu Wata’ala !

Jawab Yaitu sifat melakukan Fi’lu Kulli Mumkinin Aw Tarkuhu (Melakukan sesuatu atau pun meninggalkannya). Seperti menciptakan manusia dalam keadaan kaya atau sebaliknya yakni miskin, memberi kesehatan atau sakit dan lain sebagainya.

24 - س: ما المراد بالإستواء في قوله سبحانه : الرحمنُ على العرش استوى؟

ج: المرادُ به استواءٌ يليق بجلال الرحمن جل وعلاء فالإستواءُ معلومٌ والكيف مجهول. واستواؤه على العرش ليسّ كاستواءٍ الإنسانٍ على السفينة أو ظهر الدابة أو السرير مثلا فمن تصوّر مثل ذلك فهو ممن غلب عليه الوهمُ لأنه شبّه الخالق بالمخلوقات مع أنه قد ثبت في العقل والنقلٍ أنه ليس كمثله شىء. فكما أن ذاته لا تشابه ذات شيء من المخلوقات كذلك من ينسب إليه سبحانه لا يشابه شيئا مما ينسب اليها
24. Tanya Apa maksud lafadz “ Istawa’ ” pada firman Allah : Arrahmaanu ‘Ala Al ‘Arsy Istawaa (Surah Thaha :5)

Jawab Yg dimaksud dengan kata Istiwa adalah Istiwa yg pantas bagi keagungan Allah Ta’ala yg Maha Pengasih. Makna Istiwa’ sudah diketahui (Ma’lum) tapi bagaimana itu dilakukan Allah, tidak diketahui (Majhul) dan tidak perlu dipertanyakan. Istiwa’ Allah atas ‘Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya manusia diatas perahu, hewan tunggangan ataupun kendaraan. Barangsiapa menggambarkan Allah seperti itu, maka dia telah terkena penyakit wahm (angan2 yg sia2) karena ia telah menyerupakan Pencipta (Allah) dengan CiptaanNya (Makhluk), padahal telah jelas berdasarkan akal dan dalil (Naql) bahwa Allah tidak menyerupai sesuatupun.


Maka sebagaimana dzat Allah tidak menyerupai sesuatupun dari ciptaanNya, maka segala hal yg disandarkan kepada Allah tidak mungkin serupa dengan segala hal yg ada pada makhluk.

25‏ - س: هل يضاف إلى الله سبحانه يدان أو أعين أو نحو ذلك؟

ج: قد وَرَد في الكتاب العزيز إضافة اليد إلى الله سبحانه في قله جل شأنه: يد الله قوق يديهم واليدين في قوله سبحانه: ليا إبْلِيسُ ما مَنَعَكَ أَنْ تَسجدَ لها خلفت بِيَدَيٌ . والأعين في قوله سبحانه وَاصْيرٌ لحكم رَبك فَإِنْكَ بأَغيّسَا إلا أنه لا يجوز أن يضاف إليه إلا ما أضافه إلى نفسِه فى كتابه المنزل أو أضافه إليه نبيه المرسل.


25. Tanya Apakah mungkin dikatakan bahwa Allah itu memiliki dua tangan, mata dan selainnya ?

Jawab Telah disebutkan hal tentang penyandaran satu tangan kepada Allah dalam firman Nya “Tangan (kekuasaan) Allah berada di atas tangan orang2 itu” (Surah Al Fath :10) Dan ayat tentang penyandaran dua tangan kepada Allah dalam firman Nya : “Apa yg mencegahmu untuk bersujud kepada Dzat yg telah menciptakanmu dengan kedua tanganNya (KekuasaanNya) ?” (Surah Shad : 75)

Dan ayat tentang penyandaran “mata” kepada Allah dalam firman Nya : “Dan bersabarlah akan hukum tuhanmu dengan kedua mataKu (perlindunganKu)” (Surah At Thuur : 48)


Adalah tidak boleh menyandarkan kepada Allah kecuali apa yg telah ditetapkanNya dalam kitab yg telah diturunkanNya atau yang telah ditetapkan oleh utusanNya

26 - س: ما المراد باليد هنا؟

ج: المراد باليد هنا معني يليق بجلاله سبحانه» وكذلك الأعينٌ . فإن كل ما ضاف إليه سبحانه يكونٌ غيرٌ ممائل لما يضاف إلى شيء من المخلوقات . . ومن اعتقد أن له يدا كيد شيء منها أو عيناً كذلك فهو ممن غلب عليه الوهم إذ شبه الله بخلقه وهو ليس كمثله شيء.


26. Tanya Apakah yg dimaksud dengan lafadz Yad (tangan) pada ayat tersebut di atas ?

Jawab Yg dimaksud dengan lafadz Yad (tangan) pada ayat di atas adalah arti yg pantas bagi Allah Subhaanahu Wata’ala, begitupun dengan lafadz A’yun (mata). Karena segala hal yang disandarkan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala maka tidak akan sama dengan sesuatu yg disandarkan pada makhluk. Barangsiapa meyakini bahwa Allah memiliki tangan seperti tangan makhluqNya atau meyakini Allah bermata sebagaimana mata makhluqNya, maka dia telah terkena penyakit wahm (angan sia2) karena telah menyerupakan Allah dengan ciptaanNya, padahal Tiada suatupun yg serupa dengan Allah Subhaanahu Wata’ala.

27 - س: إلى من ينسب ما ذكرته في معنى الإستواء

ج: ينْسَّبٌ ذلك إلى جمهور السّلف. وأما الخَلّفُ فأكثرهُم يفسرون الإستواء باستيلاء واليد بالنعمة أو القدرةٍ. والأعينَ بالحفظ والرعاية"» وذلك لتوهم كثير منهم أنها إن لم تؤول وتضْرفٌ عن ظاهرها أو هَمَتٍ التشبية وقد تق الفريقان على أن المشبّه ضال , وغيرهم يقولون ان وهم التشبية لو لم يَدُلَّ العقل والنقلّ على التنزيه. فمن شبه فمن نفسه آټي .


27. Tanya Kepada siapa pendapat di atas – yakni tentang makna kata-kata istiwa’, yadain dan A’yun – disandarkan ?

Jawab Pendapat yg telah diuraikan di atas tersebut adalah pendapat ulama Salaf (terdahulu). Adapun Ulama khalaf (yg datang kemudian) mayoritas menafsirkan lafadz Istiwa’ dengan arti “ Istiila’ ” (menguasai), Menafsirkan kata “Yad” dengan nikmat atau kekuasaan serta lafadz A’yun dengan Penjagaan (Hifdz) dan Pemelihara (Ri’ayah). Hal itu karena kebanyakan ulama khalaf tersebut khawatir jika kata2 tersebut tidak ditakwil atau digeser dari makna dzahirnya maka akan terkena pemahaman “Tasybih” (menyerupakan Allah dengan CiptaanNya). Padahal baik Ulama Salaf maupun Khalaf telah sepakat, siapa saja yg menyerupakan Allah dengan makhluqNya maka dia “Sesat” (Dhallun).


Sebagian dari mereka mengatakan bahwa termasuk ke dalam tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk ) jika tidak ada dalil ‘aqli dan Naqli yg menunjukkan bahwa orang tersebut meyakini tanziih ( kesucian Allah ). Barangsiapa menyerupakan Allah dengan makhlukNya (menganggap Allah itu bertangan, bermata, duduk dan lain sebagainya) maka pendapat itu berasal dari dirinya sendiri (bukan pendapat Ulama Salaf maupun Khalaf).

28 - س: كيف نثبت شيئاً ثم نقول: «الكيف فيه مجهول» .

ج: هذا غيرٌ مُستغرّب فإنا نعلم أن نفوسنا متصفة بصفاتٍ كالعلم والقدرة والإرادة مع أنا لا نعلم كيفية قيام هذه الصفات بها بل إنا نَسْمَعُ ونيْصِرٌ ولا تُعلم كيفية حصول السَّمْعٍ والأبصار بل إننا نتكلمٌ ولا نعلم كيف صدَرٌ منا الكلام . فإن علمنا شيئاً من ذلك فقد غابت عنا أشيَاءُ ومثل هذا لا يحصى . فإذا كان هذا فيما يُضاف إلينا فكيفت الحال فيما يُضافٌ إليه سبحانه.
28. Tanya Bagaimana mungkin kita menetapkan sesuatu (meyakini makna ayat Mutasyabihat apa adanya), lantas kita mengatakan “Bagaimana Allah melakukannya itu tidak diketahui?

Jawab Hal itu bukanlah sesatu yg aneh karena sesungguhnya kita mengetahui bahwa diri kita memiliki sifat seperti berilmu, berkemampuan, berkehendak- di sisi lain kita tidak mengetahui cara terjadinya sifat2 tersebut. Sebaliknya, kita mendengar dan melihat tanpa tahu bagaimana bisa pendengaran dan penglihatan itu terjadi. Bahkan sesunguhnya kita berbicara dan tidak tahu bagaimana pembicaraan itu bisa keluar. Jika kita mengetahui bagaimana caranya hal itu terjadi maka hilanglah keraguan kita. Dan banyak lagi hal yg serupa. Jika hal2 tersebut di atas disandarkan pada diri kita (sementara kita tidak dapat memahaminya), maka bagaimana pula halnya jika perkara tersebut disandarkan pada Allah Subhaanahu Wata’ala…..

29 س : أي المذهبين أرجح؟

ج مذهبٌ السلف ارجح لأنه أسلم وأحكم وأما مذهبٌ الخلفٍ فإنما يسوغ الأخذ به عند الضرورة وذلك فيما إذا خشي على بعض الناس إن لم تُؤولُ لهم تلك الكلم أن يْقعوا في مهواة التشبيه فيؤرّلٌ لهم ذلك تأويلا سائغاً في اللغة المشهورة.


29. Tanya Diantara dua pendapat tersebut, manakah yg paling rajih (kuat) ?

Jawab Pendapat Ulama salaf (terdahulu) lah yg paling kuat karena lebih aman dan kuat. Adapun madzhab khalaf (ulama terkini), maka kita boleh memakainya saat darurat dan hal itu berlaku bagi sebagian manusia yg dikhawatirkan terjatuh pada keyakinan Tasybih (menyerupakan Allah dengan makhlukNya), jika kalimat-kalimat di atas tidak ditakwilkan bagi mereka. Maka menakwilkan hal tersebut di atas dibolehkan menurut pendapat yg masyhur. 

Kumpulan Tanya Jawab permasalahan agama Majelis Ta'lim Al Ihsan


https://drive.google.com/file/d/1a59towS6J0TS3fZx9mShGKt_qFtotMNI/view?usp=drivesdk

Friday, 28 April 2023

Mimbar dan Tongkat dalam Khutbah

Ada yang baru ketika sholat di masjid Wali Limbung setelah beberapa waktu tidak sholat di sana. Silsilah wali limbung yang terbuat dari ukiran kayu yang di pajang di depan, samping pintu masjid. Namun kali ini saya ingin menulis berkaitan dengan mimbar dan tongkat dalam khutbah. Mimbar di masjid ini terbuat dari kayu tingkat tiga, namun di bawahnya di tambah satu undakan dari keramik, jadi kemungkinan aslinya memang tiga tingkat yang terbuat dari kayu. Masjid di kampung saya dulu di buat tiga tingkat juga namun terbuat dari batu bata. Hal ini menarik karena pastinya para ulama kita jaman dulu tentunya membuat hal tersebut tidak asal-asalan. Berbeda dengan mimbar masjid sekarang yang kebanyakan memiliki penutup di depan yang juga berfungsi sebagai meja. 
Ada beberapa hadits yang kita temui berkaitan dengan mimbar. 
عَنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ يُصَلِّي إِلَى جِذْعٍ إِذْ كَانَ الْمَسْجِدُ عَرِيشًا وَكَانَ يَخْطُبُ إِلَى ذَلِكَ الْجِذْعِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ: هَلْ لَكَ أَنْ نَجْعَلَ لَكَ شَيْئًا تَقُومُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَرَاكَ النَّاسُ وَتُسْمِعَهُمْ خُطْبَتَكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَصَنَعَ لَهُ ثَلاَثَ دَرَجَاتٍ فَهِيَ الَّتِي أَعْلَى الْمِنْبَرِ فَلَمَّا وُضِعَ الْمِنْبَرُ وَضَعُوهُ فِي مَوْضِعِهِ الَّذِي هُوَ فِيهِ.

“Dari Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat dengan menghadap ke batang pohon karena masjidnya ketika itu merupakan bangunan dari unsur kayu dan beliau berkhutbah di atas batang pohon.’ Lalu ada seseorang dari Sahabatnya berkata, ‘Apakah engkau memiliki sesuatu yang bisa kami buatkan mimbar untukmu sehingga engkau bisa berdiri di atas-nya pada hari Jum’at sehingga orang-orang bisa melihatmu dan engkau bisa memperdengarkan khutbahmu kepada mereka?’ Beliau menjawab, ‘Ya, punya.’ Kemudian orang itu membuatkan untuknya tiga tingkat yang ia berada di bagian atas mimbar. Dan ketika mimbar itu diletakkan, maka mereka meletak-kannya di tempatnya yang biasa dia berada di tempat itu ( HR Ahmad)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كِلَاهُمَا عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ نَفَرًا جَاءُوا إِلَى سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَدْ تَمَارَوْا فِي الْمِنْبَرِ مِنْ أَيِّ عُودٍ هُوَ فَقَالَ أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْرِفُ مِنْ أَيِّ عُودٍ هُوَ وَمَنْ عَمِلَهُ وَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ يَوْمٍ جَلَسَ عَلَيْهِ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ يَا أَبَا عَبَّاسٍ فَحَدِّثْنَا قَالَ أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى امْرَأَةٍ قَالَ أَبُو حَازِمٍ إِنَّهُ لَيُسَمِّهَا يَوْمَئِذٍ انْظُرِي غُلَامَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِي أَعْوَادًا أُكَلِّمُ النَّاسَ عَلَيْهَا فَعَمِلَ هَذِهِ الثَّلَاثَ دَرَجَاتٍ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوُضِعَتْ هَذَا الْمَوْضِعَ فَهِيَ مِنْ طَرْفَاءِ الْغَابَةِ وَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَيْهِ فَكَبَّرَ وَكَبَّرَ النَّاسُ وَرَاءَهُ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ رَفَعَ فَنَزَلَ الْقَهْقَرَى حَتَّى سَجَدَ فِي أَصْلِ الْمِنْبَرِ ثُمَّ عَادَ حَتَّى فَرَغَ مِنْ آخِرِ صَلَاتِهِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي صَنَعْتُ هَذَا لِتَأْتَمُّوا بِي وَلِتَعَلَّمُوا صَلَاتِي حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيُّ الْقُرَشِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو حَازِمٍ أَنَّ رِجَالًا أَتَوْا سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ قَالَ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ أَتَوْا سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ فَسَأَلُوهُ مِنْ أَيِّ شَيْءٍ مِنْبَرُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَاقُوا الْحَدِيثَ نَحْوَ حَدِيثِ ابْنِ أَبِي حَازِمٍ

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dan [Qutaibah bin Sa'id] keduanya meriwayatkan dari [Abdul Aziz] berkata [Yahya], telah mengabarkan kepada kami [Abdul Aziz bin Abi Hazim] dari [Bapaknya] "Bahwa sejumlah orang datang kepada [Sahl bin Sa'd] karena mereka bertengkar mengenai mimbar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam terbuat dari kayu apakah mimbar itu? Sahal menjawab, 'Demi Allah, aku tahu betul dari kayu apa mimbar itu dibuat, siapa yang membuatnya, bahkan aku melihat Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam duduk di situ pada hari pertama mimbar itu selesai dibuat.' Kata Abu Hazim, 'Hai Abu Abbas (Sahl)! Ceritakanlah kepada kami! ' Lalu Sahal bercerita, 'Pada suatu hari Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam menyuruh (untuk memanggil) seorang perempuan -Abu Hazim berkata, 'Beliau menyebutkan namanya pada waktu itu'.- lalu beliau bersabda kepadanya, 'Suruhlah anakmu yang tukang kayu itu membuatkan sebuah mimbar kayu untuk tempatku berpidato kepada orang-orang'. Maka dia membuat tiga tingkat ini. Kemudian Rasulullah memerintahkan supaya meletakkan mimbar itu di tempat ini. Mimbar itu terbuat dari kayu hutan. Aku melihat Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam shalat di atas mimbar itu. Lalu beliau bertakbir, maka orang-orang pun bertakbir pula di belakangnya, sedangkan beliau masih di atas mimbar. Kemudian beliau bangkit dari rukuk, lalu turun sambil mundur sehingga beliau sujud di kaki mimbar. Kemudian beliau kembali pula ke atas mimbar hingga selesai shalat. Sesudah itu beliau menghadap kepada orang-orang lalu bersabda, 'Wahai sekalian manusia, aku melalukan ini supaya kalian semua mengikutiku, dan supaya kalian belajar cara shalatku'." Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Ya'qub bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Abdul Qari al-Qurasyi] telah menceritakan kepadaku [Abu Hazim] bahwa beberapa laki-laki datang kepada [Sahl bin Sa'd] dia berkata, --Lewat jalur periwayatan lain-- dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan [Zuhair bin Harb] serta [Ibnu Abi Umar] mereka berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Abu Hazim] dia berkata, "Mereka mendatangi [Sahl bin Sa'ad], lalu mereka menanyakan kepadanya, 'Terbuat dari apa mimbar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ' lalu mereka membawakan hadits tersebut semisal hadits Ibnu Abi Hazim." ( HR Muslim)
Dalam riwayat lain Rasululah mengutus seorang (sahabat) untuk menemui wanita dari sahabati Anshar. Ia bernama Alatsah. Sahabat tadi menyampaikan perintah Nabi: “Perintahkanlah budakmu si tukang kayu itu untuk membuatkanku mimbar dari kayu yang aku pakai untuk duduk di atasnya dan untuk berbicara di hadapan manusia.” Dari periwayatan Al-Thabrani, nama budak tersebut adalah Ibrahim. Wanita itu lantas memerintah Ibrahim. Ia pun melaksanakan perintah majikannya. Sahal melanjutkan ceritanya: “Ia mengerjakan mimbar itu dengan mengambil kayu tharfa’  dari hutan.” Mimbar Rasulullah tersebut dibuat dari kayu tharfa’ yakni kayu yang paling bagus dan bentuknya panjang yang berasal dari dalam hutan. 
Ibrahim membuat mimbar tersebut dalam 3 undak-undakan (tangga) pada tahun 8 Hijriah. Pada masa kekhalifahan dinasti Umayyah, khalifah Marwan bin Muhammad (w. 132 H) -khalifah terakhir- menambah tangganya menjadi 6 tingkat agar dapat melihat jamaah yang jumlahnya lebih besar. Dalam perjalanan sejarahnya, terjadi perubahan bentuk mimbar yang silih berganti, baik di masjid Nabawi maupun di Masjidil Haram. Jadi dapat kita simpulkan bahwa pada awalnya mimbar Rasulullah memang terdiri dari tiga undakan atau tingkatan. 
Sedangkan tongkat dan di beberapa masjid di ganti dengan tombak juga terdapat di beberapa riwayat hadits. 
Dari Fatimah bintu Qais Radhiyallahu ‘anha, Bahwa beliau pernah mengikuti khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Nabawi, menyampaikan berita tentang Dajjal yang diceritakan Tamim ad-Dari. Dalam kesempatan itu Fatimah mengatakan,
فَكُنْتُ فِى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ مِنَ النِّسَاءِ وَهُوَ يَلِى الْمُؤَخَّرَ مِنَ الرِّجَال، فَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ…. فَكَأَنَّمَا أَنْظُرُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَهْوَى بِمِخْصَرَتِهِ إِلَى الأَرْضِ
Saya berada di barisan terdepan shaf wanita, belakang barisan terahir shaf lelaki. Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar… saya melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan tongkat beliau ke tanah. (HR. Muslim ).
Peristiwa ini terjadi setelah masuk islamnnya Tamim bin Aus ad-Dari. Dan beliau masuk islam tahun 9 H.
Dan Fatimah menyebutkan, ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar.
Hadis lain dari al-Hakam bin Hazn al-Kulafi Radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau merupakan anggota rombongan suku luar Madinah yang bertamu ke Madinah untuk masuk islam. Beliau menceritakan pengalamannya sewaktu di Madinah,
فَأَقَمْنَا بِهَا أَيَّامًا شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ
Kami tinggal di Madinah beberapa hari, dan kami ikut jumatan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiri sambil bersandar dengan tongkat atau busur. Beliau memuji Allah dan menyebutkan kalimat pujian yang ringan, indah, dan berkah… (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Hadis dari al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نُوِّلَ يَوْمَ الْعِيدِ قَوْسًا فَخَطَبَ عَلَيْهِ
Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tongkat ketika hari raya, lalu beliau pegangi ketika berkhutbah. (HR. Abu Daud).

Imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm:
 قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا 
Imam Syafi'i radhiyallahu anhu ta'alla berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah shallahu alaihi wa sallam jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan". 
 عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ 
Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Maka  Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (HR Abi Dawud). Imam As Shan’ani dalam Subulussalam mengomentari hadits tersebut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atau semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. 
Imam Ghazali menjelaskan dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan. 
 فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ 
Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". 
Jadi dapat kita simpulkan kesunahan dari mimbar dan tongkat dalam khutbah. 
Wallahu a'lam bi shawab. 
Temanggung, 29 April 2023
Ta' Rouf Yusuf


Al Fatihah Bagian 2

Al Fatihah Bagian 2 ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. ٱلْحَمْدُ Dalam Tafsir At Thabari di k...