Saturday, 26 October 2024

Al Fatihah Bagian 2

Al Fatihah Bagian 2
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
ٱلْحَمْدُ
Dalam Tafsir At Thabari di kutip satu riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Abbas, ia berkata, "Jibril berkata
kepada Muhammad Shalallahu alaihi wa salla, `Wahai Muhammad, ucapkanlah, Alhamdulillah'." Ibnu Abbas berkata Alhamdulillah artinya bersyukur (الشكر )kepada Allah dan mengakui segala kenikmatan-Nya, petunjuk-Nya dan lain sebagainya.
Sebagaimana Allah berfirman :
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً فَأَحْيَا بِهِ ٱلْأَرْضَ مِنۢ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۚ قُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).(Al Ankabut:63)
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا ۜ
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya ( Al Kahfi : 1)
وَنَزَعْنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۖ وَقَالُوا۟ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلَآ أَنْ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ ۖ لَقَدْ جَآءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِٱلْحَقِّ ۖ وَنُودُوٓا۟ أَن تِلْكُمُ ٱلْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran". Dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan".( Al A'raf :43 )
Ayat ayat di atas menunjukan bahwa kata Alhamdu adalah syukur atas nikmat- nikmat yang telah Allah berikan kepada manusia. Namun Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Al Hamdu lebih luas daripada Asy Syukru. Kata Alhamdu lebih umum daripada kata Asysyukru, dilihat dari objek penggunaan. Kata Alhamdu digunakan ketika mendapat nikmat dan musibah, sementara AsySyukru hanya digunakan
ketika mendapat nikmat. Jadi Al hamdu (الحمد) merupakan pujian dengan lisan kepada sesuatu yang indah, yang dilakukan kerena kesempurnaan yang ada pada sesuatu yang dipuji meskipun bukan merupakan balasan dari sebuah kenikmatan.
Fungsi huruf alif-lam dalam kata Alhamdu adalah li al-istighraq (meliputi seluruh pujian). ltu
mencakup segala jenis pujian yang semuanya
 hanya milik Allah. Maka dalam terjemah Al Quran Bahasa Indonesia, kata Alhamdu diartiakan sebagai segala puji bagi Allah.
"Ar-Rabbu" adalah raja dan pengatur segala sesuatu. Dalam bahasa, istilah ini digunakan untuk tuan dan pengurus untuk perbaikan sesuatu. Semua itu benar bila merujuk kepada Allah Subhanahu wa ta'alla. Kata "Ar-Rabbu" hanya digunakan untuk Allah. Namun, kita dapat menggunakan kata tersebut dengan memberikan penambahan, misalnya "Rabbu ad-daar" (tuan rumah) atau "Rabbu kadza" (tuan dari sesuatu). Sedangkan, kata "Ar-Rabb” saja, hanya digunakan untuk menyebut Allah Subhanahubwa ta'alla. Bahkan disebutkan bahwa "Ar-Rabb” adalah namaNya yang paling agung.
Kata “Al-‘alamin” merupakan bentuk jamak dari "’alam" yang berarti makhluk selain Allah. Kata “’Alam” merupakan bentuk jamak yang tidak memiliki bentuk tunggal dari lafadznya. “Al-‘awalim” adalah seluruh jenis makhluk di langit, daratan, dan lautan. Setiap masa dan generasi disebut sebagai alam juga.
Maka ayat ini menyampaikan bahwa seluruh pujian hanyalah milik Allah,Yang memiliki sifat sempurna yang pantas di puji, Yang Memiliki dan mengatur seluruh makhluk ciptaanya.

ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Imam Al-Qurthubi berkata:”Allah menyifati diri-Nya dengan sifat Rahman dan Rahim setelah Rabbul ‘Alamin untuk menggabungkan kabar gembira (targhiib) setelah peringatan (tarhiib). Imam al-Qurthubi mengatakan: “Ar-Rabb merupakan peringatan, sedangkan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim merupakan anjuran.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiyallahu anhu, ia berkata:”Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ، مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ، وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الرَّحْمَةِ، مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ
“Seandainya seorang mukmin mengetahui siksaan yanga ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang bersemangat untuk meraih Surga-Nya. Dan seandainya seorang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari surga-Nya.” ( HR Muslim)
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
Yang menguasai di Hari Pembalasan.
Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim, berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja. Dihubungkannya kepemilikan hari pembalasan kepada-Nya meskipun milik-Nya dunia dan akhirat, karena pada hari itu kelihatan dengan jelas kekuasaan dan kepemilikan-Nya. Pada hari itu antara raja-raja di dunia dengan rakyat sama tidak ada perbedaan, mereka tunduk kepada keagungan-Nya, menunggu pembalasan-Nya, mengharapkan pahala-Nya dan takut terhadap siksa-Nya.
Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang di waktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya baik atau buruk. Yaumiddin disebut juga yaumul qiyaamah, yaumul hisaab, yaumul jazaa' dan sebagainya. Dibacanya ayat ini oleh seorang muslim dalam setiap shalat untuk mengingatkannya kepada hari akhir; hari di mana amalan diberikan balasan. Demikian juga mendorong seorang muslim untuk beramal shalih dan menghindari kemaksiatan.
Pemilik hari perhitungan dan pemberian balasan atas amalamal. Segala urusan berada di tangan-Nya pada hari Kiamat. Siapa pun yang tahu bahwa Allah memiliki hari pembalasan, berarti dia telah mengenal-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang tertinggi

Wallahu a'lam

Ta' Rouf Yusuf

Thursday, 17 October 2024

Kewajiban Pertama Seorang Mukalaf (Kajian Sulam Taufiq Bagian 2)

Bab Ushuluddin
بابُ أُصُولِ الدِّينِ
فَصْلٌ: في الواجِبِ على كُلِّ مُكَلَّفٍ
يَجِبُ على كافَّةِ المُكَلَّفِينَ الدُّخُولُ في دِينِ الإسْلام، والثُّبُوتُ فيه على الدَّوام، والْتِزامُ ما لَزِمَ عليه مِنَ الأحْكام.

Pasal Yang Wajib bagi Setiap Muslim Mukallaf
Setiap orang yang mukallaf (baligh dan berakal)* wajib masuk kedalam agama islam** dan menetap selama-lamanya serta beriltizam menjalankan semua hukum-hukumnya.***
----
* Mukalaf adalah orang yang baligh dan berakal.
Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
  رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عن النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Diangkat pena (beban dosa) dari tiga macam, orang tidur sampai bangun. Anak kecil sampai bermimpi (balig) dan orang gila sampai berakal (sembuh).” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Telah ada dalam ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (4/36), “Jumhur ulama fikih berpendapat bahwa sisi pembebanan kewajiban pada seseorang adalah balig bukan tamyiz (bisa membedakan baik dan buruk). Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buruk tidak diwajibkan atas suatu kewajiban. Dan tidak dihukum karena meninggalkan sesuatu dari kewajiban itu. Atau melakukan suatu yang diharamkan nanti di akhirat. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
“Diangkat pena (beban dosa) dari tiga macam, orang tidur sampai bangun. Anak kecil sampai bermimpi (balig) dan orang gila sampai sembuh.”
Telah ada juga, “Para ulama fikih bersepakat (ijma’) bahwa akal adalah tempat gantungan suatu kewajiban kepada seseorang. Maka tidak diwajibkan ibadah baik shalat, puasa, haji, jihad atau ibadah lainnya bagi orang yang tidak berakal seperti gila meskipun dia muslim balig.
Baligh
Yang perlu diketahui seorang anak bisa dihukumi baligh, apabila sudah memenuhi salah satu dari empat tanda-tanda baligh yang akan kami uraikan di bawah ini:
1. Genap berumur 15 tahun qomariyah/hijriyah bagi laki-laki atau perempuan
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar, tatkala beliau diajukan kepada Nabi Shalallahu alaihi wa sallam untuk ikut berperang dalam perang Uhud saat masih berusia 14 tahun. Namun Nabi tidak merestui, karena menganggapnya belum baligh. Kemudian pada perang Khandaq, Ibnu Umar diajukan kembali kepada Nabi. Untuk ikut berperang, saat berusia 15 tahun. Karena Nabi menganggapnya sudah baligh, maka beliau merestuinya.
Dari hadits di atas, Ulama merumuskan bahwa bila seorang anak laki-laki atau perempuan berumur 15 tahun, maka dihukumi baligh. Sedangkan cara penghitungannya, dimulai dari terpisahnya anak dari kandungan sang ibu sampai genap umur 15 tahun hijriyah dengan hitungan pasti. Oleh karena itu, jika kurang satu hari saja, seorang anak belum bisa dihukumi baligh.
Dalam penentuan umur baligh ini, yang dijadikan pijakan adalah penanggalan hijriyah, bukan penanggalan masehi. Dengan demikian, sudah seharusnya bagi orang tua untuk membiasakan diri menggunakan penanggalan hijriyah dalam menulis hari kelahiran bayi. Bukan dengan penanggalan masehi.
2. Keluar sperma pada saat minimal usia 9 tahun hijriyah bagi laki-laki atau perempuan.
Tanda-tanda baligh selanjutnya bisa diketahui dengan keluarnya sperma. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. dalam QS. An-Nur ayat 59:
وَإِذَا بَلَغَ الأَطْفَالُ مِنْكُمُ الحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا
“Dan apabila anak-anakmu sekalian telah mancapai baligh (keluar sperma), maka hendaklah mereka minta  izin”.
Dan hadits Nabi Saw.:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاثَةِ : عَنِ الصَّبِيَّ حَتَّى يَخْتَلِم
“Tuntutan untuk mengamalkan syari’at tidak diberlakukan bagi tiga orang: (salah satunya) bagi anak kecil sampai dia keluar sperma.” (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi)
Dari ayat dan hadits tersebut, Ulama merumuskan bahwa keluar sperma adalah salah satu tanda baligh bagi laki-laki atau perempuan. Keluar sperma bisa menjadi salah satu tanda baligh apabila anak laki-laki atau perempuan sudah berumur 9 tahun dan sperma sudah yakin terasa keluar, walaupun tidak terlibat dari luar kemaluan. Namun ia tidak dihukumi junub, kecuali apabila sperma sudah terlihat dari luar. Jika belum genap umur 9 tahun, maka seorang anak tidak bisa dihukumi baligh.
3. keluar darah haid bagi wanita
Ketika seorang wanita pertama kali mengalami haid, maka mulai saat itu ia dihukumi baligh.
4. Hamil / Melahirkan
Pada hakikatnya hal ini bukanlah menjadi salah satu tanda baligh bagi wanita. Akan tetapi yang menjadi tanda baligh adalah keluarnya sperma yang ditandai dengan adanya melahirkan, sebab kehamilan tidak bisa diyakini keberadaannya kecuali setelah melahirkan. Ketika wanita sudah melahirkan, maka wanita tesebut dihukumi baligh semenjak 6 bulan lebih sedikit sebelum melahirkan. Mengapa 6 bulan? karena usia ini adalah usia kehamilan prematur yang di simpulkan olaeh ulama. Para ulama mengambil kesimpulan bahwa bayi prematur batasannya adalah 6 bulan. Berdasarkan ayat Al-Quran.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al Baqarah: 233)
Kemudian ayat lainnya, tentang waktu total hamil dan menyusui,
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً
“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”. (QS. Al-Ahqaf: 15)
Maka batas minimal bayi bisa lahir adalah:
30 bulan – 24 bulan [2 tahun]= 6 bulan
Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan surat Al-Ahqaf ayat 15,
وقد استدل علي، رضي الله عنه، بهذه الآية مع التي في لقمان: {وفصاله في عامين} [لقمان: 14] ، وقوله: {والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة} [البقرة: 233] ، على أن أقل مدة الحمل ستة أشهر، وهو استنباط قوي صحيح. ووافقه عليه عثمان وجماعة من الصحابة، رضي الله عنهم.
“ Ali radhiallahu ‘anhu berdalil bahwa ayat ini [Al-ahqaf: 15] bersama ayat dalam surat surat Luqman {“dan penyapihannya selama dua tahun”} dan surat firman-Nya {“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”} [AL-Baqarah: 223] bahwa batasan minimal lama waktu kehamilan adalah 6 bulan. Ini adalah kesimpulan yang kokoh dan shahih. Disepakati oleh Ustman dan sejumlah sahabat radhiallhu ‘anhu.”
**  Secara bahasa, Al-Islam diambil dari akar kata salima yang terbentuk dari huruf siin, laam, dan miim. Dari akar kata ini kita dapati kata-kata:
1. Islaamul wajhi yang berarti menundukkan wajah. Hal ini dilakukan ketika seseorang mengakui kebesaran pihak lain dan rendah hati di hadapannya.
2. Al-Istislaam yang berarti berserah diri. Hal ini dilakukan ketika orang yang sudah kalah atau merasa lebih aman kalau tidak menentang.
3. As-Salamah yang berarti keselamatan, kebersihan, atau kesehatan
4. As-Salaam yang berarti selamat dan sejahtera
5. As-Salm atau as-Silm yang berarti perdamaian atau kedamaian.
Ketika seseorang menundukkah wajahnya kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, pada saat itulah ia bersih dari kesombongan. Jika itu yang ia lakukan, ia akan merasakan kedamaian hidup dalam naungan-Nya, terjamin kehidupannya, terbebas dari cemas dan takut.
Nama agama Islam tidak berdasarkan pada pembawa atau tempat diturunkannya, atau nama-nama lainnya. Islam diambil dari sikap yang harus dilakukan penganutnya. Dengan sikap itu, mereka akan mendapat dan menebarkan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh alam. Dalam al-Qur’an, as-Sunnah, literatur-literatur Islam, kita akan mendapati bahwa kata al-Islam memiliki banyak makna sesuai dengan konteks pembiaraannya.
Di antara makna-makna itu adalah:
1. Al-Khudhu’ (Ketundukan)
“Semua yang ada di langit dan di bumi, tunduk dan patuh kepada Allah baik dengan suka rela maupun terpaksa.” (Ali ‘Imraan: 83)
Demikian pula sikap orang-orang Islam kepada Allah dan Rasul-Nya,
“Kami mendengar dan kami patuh.” (an-Nuur: 510)
2. Wahyu Allah
Islam identik dengan kitab sucinya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi penjelasnya. Keduanya merupakan wahyu ilahi yang diberikan kepada para rasul dan harus dipegang teguh oleh umat Islam agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana tersebut dalam surah al-Anbiyaa’: 7 atau an-Najm: 4
3. Diinul anbiyaa’ wal Mursaliin (Agama para Nabi dan Rasul)
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Kami para nabi adalah saudara seayah karena pangkal agama kami satu.” (HR Bukhari)
Kaum muslimin mengimani kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Semua Nabi dan semua Rasul, tidak membeda-bedakan di antara mereka. Sebagaimana tersebut dalam surah Ali ‘Imraan: 84.
4. Ahkamullah (Hukum-hukum Allah)
Disebut ahkamullah karena Islam adalah sitem hukum yang memuat hukum-hukum Allah yang terkandung di dalam al-Qur’an, sunnah, ijma’ maupun qiyas. Sebagaimaan tersebut dalam surah al-Maidah: 4850
5. Ash-Shirath al-Mustaqiim (jalan yang lurus)
Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang lurus di antara sistem-sistem lain yang bengkok. Islam lurus karena ia adalah sistem Allah yang didasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya yang Mahaluas. Sedangkan sistem lain didasarkan pada pengetahuan manusia yang serba terbatasa dan tidak terlepas dari nafsu/kepentingan. Sebagaimana tersebut dalam surah al-An’am: 153.
6. Salamatud dunya wal aakhirah (keselamatan dunia dan akhirat)
Kebaikan hidup orang muslim (yang diperoleh karena Islam) dapat dirasakan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana tersebut dalam surah an-Nahl: 97.
Karena itu Islam kemudian menjadi sistem yang paling unggul. Ia adalah sistem yang dibawa para nabi berdasarkan wahyu Allah. Hukum-hukum yang ada di dalamnya adalah hukum Allah yang bebas dari keragu-raguan dan keterbatasan.
***  Hukum Syar'i terbagi menjadi lima :
1. Wajib : sesuatu yang apabila dikerjakan akan
mendapat pahala dan bila ditinggalkan akan mendapat dosa.
2. Haram: sesuatu yang apabila dikerjakan akan
mendapat dosa dan bila ditinggalkan akan mendapat pahala.
3. Makruh : sesuatu yang ditinggalkan mendapat pahala sedang bila dikerjakan tidak mendapat dosa.
4. Sunnah : sesuatu yang bila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa.
5. Mubah : sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan.





Monday, 7 October 2024

Muqodimah Sulam Taufiq (Kajian Sulam Taufiq Bagian 1)

Muqodimah Sulam Taufiq
مُقَدِّمَةُ المُؤَلِّف
بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العالَمِينَ، وأشْهَدُ أنْ لا إلٰهَ إلّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهْ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ وعلى آلِهِ وصَحْبِهِ والتّابِعِين.
أمّا بَعْدُ، فَهٰذا جُزْءٌ لَطِيفٌ يَسَّرَهُ اللهُ تَعالَى، فِيما يَجِبُ تَعَلُّمُهُ، وتَعْلِيمُهُ، والعَمَلُ بِهِ لِلخاصِّ والعامِّ، والواجِبُ ما وَعَدَ اللهُ فاعِلَهُ بِالثَّوابِ، وتَوَعَّدَ تارِكَهُ بِالعِقابِ، وسَمَّيْتُهُ سُلَّمَ التّوْفِيق إلى مَحَبَّةِ اللهِ على التَّحْقِيق، أسأَلُ اللهَ الكَرِيمَ أنْ يَجْعَلَ ذٰلك مِنْهُولَهُ وفِيهِ وإلَيْه، ومُوجِبًا لِلقُرْبِ والزُّلْفَى لَدَيْه، وأنْ يُوَفِّقَ مَنْ وَقَفَ عليه لِلْعَمَلِ بِمُقْتَضاه، ثُمَّ التَّرَقِّي بِالتَّوَدُّدِ بِالنَّوافِلِ لِيَحُوزَ حُبَّهُ ووَلاه.

Pendahuluan Penulis
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.*
Segala puji hanyalah milik Allah yang menjadi tuhan semesta alam.** Dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah dengan sebenar-benarnya kecuali hanya Allah yang maha tunggal yang tiada sekutu baginya.
Dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. *** Semoga sholawat dan salam Allah senantiasa tercurahkan atas beliau, seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut mereka.**** Selanjutnya, ini adalah sebuah kitab kecil (semoga Allah menjadikannya mudah untuk difaham dan diamalkan) yang menjelaskan tentang hal-hal yang wajib untuk dipelajari dan diajarkan serta diamalkan oleh orang yang berilmu maupun orang awam.
Wajib adalah sesuatu yang telah dijanjikan oleh Allah bagi orang yang mengerjakannya dengan mendapatkan pahala dan telah diancam oleh Allah bagi orang yang meninggalkannya dengan mendapatkan siksa. *****
Dan aku namai kitab ini dengan nama سُلَّمَ التّوْفِيق إلى مَحَبَّةِ اللهِ على التَّحْقِيق “Tangga pertolongan untuk menggapai cinta Allah dengan sebenar-benarnya, "Aku memohon kepada Allah yang maha dermawan agar menjadikan kitab ini semata-mata anugrah dariNya, murni karenaNya, cinta padaNya dan menyampaikan kepada Nua. Dan sebagai pendekat di sisiNya
Dan semoga Allah memberikan pertolongan pada orang yang mempelajari kitab ini untuk bisa mengamalkan isinya (mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang haram).
Kemudian terus meningkat dengan senang mengamalkan kesunahan-kesunahan supaya ia bisa mempeoleh cinta dan pertolongan Allah.******
-----
*Penulis memulai dengan menyebut nama Allah, mengikhlaskan mencari ridho Allah, meminta tolong dan meminta berkah dari Allah sebelum menulis , sambil memohon pertolongan kepada-Nya dalam segala urusanya, sebab
 Dialah Allah yang disembah dengan benar
, Yang luas rahmat-Nya, Yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu; Dialah
yang memberi segala kenikmatan, baik
yang besar maupun yang kecil; Dialah yang senantiasa memberikan karunia, rahmat,
dan kemurahan.
**Al-hamdu ( الحَمْدُ للهِ) artinya ungkapan pujian
atas perbuatan yang dilakukan secara sukarela. Ia lebih umum dari kata asy-syukr (syukur), sebab syukur dilakukan sebagai imbalan
atas karunia. Kata Allah ( الله ) adalah nama Dzat Yang
Mahatinggi lagi Mahasuci. Arti nama ini adalah
Dzat yang disembah dengan benar. Menurut
sebuah pendapat ia adalah nama Allah yang paling agung, selain Dia tak ada yang memakai nama ini. Rabb (رَبِّ) pemilik, majikan, yang disembah, yang memperbaiki, yang mengatur, yang menambal, yang mengurus. Dalam kata ini terkandung makna ketuhanan, pembinaan, dan kepedulian kepada para makhluk ( العالَمِينَ) adalah bentuk jamak dar عالم yang artinya: segala sesuatu yang ada selain Allah Ta ala. Ia bermacam-macam, seperti: alam manusia, hewan, tumbuhan, debu, Jin. Kata (العالم) adalah ism jins yang tidak punya bentuk tunggal dari kata ini sendiri
*** Syahadatain adalah dua kalimat yang merupakan rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap muslim. Syahadatain berisi pengakuan tentang keesaan Allah dan keutusan Muhammad sebagai rasul-Nya. Syahadatain juga merupakan simbol keimanan dan kesetiaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Syahadatain terdiri dari dua bagian, yaitu:
Pertama, Laa ilaaha illallah, yang artinya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah. Kalimat ini menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan menerima ibadah dari manusia. Kalimat ini juga menolak segala bentuk syirik, yaitu menyembah selain Allah atau mengaku sebagai tuhan. Kedua, Anna Muhammadan Rasulullah, yang artinya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini mengakui bahwa Muhammad adalah hamba Allah yang diutus kepada seluruh umat manusia untuk membawa risalah Islam. Kalimat ini juga mengajarkan untuk mentaati perintah, membenarkan ucapan, menjauhi larangan, dan tidak menyembah selain dengan apa yang disyariatkan.
Syahadatain harus dibaca dengan lisan dan hati dengan penuh khusyuk, ikhlas, dan tulus. Syahadatain harus dibaca dengan benar dan lengkap tanpa ada kesalahan atau kekurangan.
Makna syahadatain harus diamalkan setiap muslim. Tidak hanya diucapkan saja, namun juga diyakini. Syahadat merupakan salah satu rukun Islam yang perlu dipenuhi oleh setiap umat muslim. Bahkan syahadat adalah rukun Islam yang pertama sehingga memiliki hukum wajib untuk dilaksanakan.
**** Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam Kasyifatu As-Saja' Syarh Safinah An-Najah berkata bahwa yang dimaksud “shalawat dari Allah” adalah semoga Allah menambahkan kemuliaan. Sedangkan “salam” yang dimaksud adalah semoga Allah memberikan penghormatan yang tinggi dan derajat yang mulia.
***** Hadratu Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim wal Muta’allim menjelaskan agar memulai belajar ilmu fardhu 'ain. Menurut beliau, ada empat pelajaran yang termasuk kategori Fardhu 'Ain. 
Pertama, ilmu tentang zat Allah. Dalam disiplin ilmu ini penuntut ilmu cukup meyakini bahwa Allah adalah zat yang wujud, dahulu, kekal, suci dari sifat-sifat kurang dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan.
Kedua, ilmu tentang sifat-sifat Allah. Materi yang wajib diketahui adalah tentang sifat-sifat Allah, bahwa Allah memiliki sifat berkuasa, berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar, melihat dan berbicara.
Ketiga, ilmu fiqih. Penuntut ilmu wajib mengetahui dasar-dasar fiqih yang berkaitan dengan keabsahan ibadah sehari-sehari, meliputi shalat, wudhu, mandi janabat, menghilangkan najis, puasa, dan lain sebagainya. Bila memiliki harta, maka ia wajib mengetahui ilmu tentang bagaimana membelanjakan harta dengan benar, bertransaksi yang sah secara syariat. Tidak diperkenankan melakukan aktivitas apapun sampai ia mengetahui hukum Allah di dalamnya.
Dan yang keempat, ilmu tasawuf. Yaitu ilmu yang berkaitan tentang bagaimana menata hati, bujuk rayu nafsu dan yang sejenis dengannya. Ilmu ini penting untuk diketahui sebagai bekal dasar pengetahuannya agar tidak menjadi pribadi yang sombong, angkuh, pendengki dan sifat-sifat tercela lainnya. 
Dalam mempelajari ilmu fardhu ain ini beliau merekomendasikan kitab ini dan Bidayatul Hidayah.
****** Jalan Untuk mencapai Cinta Allah
 «إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ. وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ. وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا. وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَّهُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘slaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang menyakiti waliku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain apa yang Aku wajibkan baginya. Hamba-Ku senantiasa mendekat diri kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku, pasti aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti aku lindungi" (HR. Bukhari)
Al-wali secara bahasa berarti al-qarib, artinya dekat. Sebagaimana penyebutan dalam hadits berikut ini,
أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ ِلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ.
“Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat dengan mayit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna auliya (أَوْلِيَاءَ) adalah walijah (وَلِيجةُ) yang maknanya: “orang kepercayaan, yang khusus dan dekat” (lihat Lisaanul ‘Arab). Auliya dalam bentuk jamak dari wali (ولي) yaitu orang yang lebih dicenderungi untuk diberikan pertolongan, rasa sayang dan dukungan. Bila dalam bahasa Indonesia makna aulia itu sendiri adalah wali atau orang suci. Jika lafaznya dibaca walayah (dengan fathah) maka berarti memberikan dukungan dan pembelaan, dan kedua jika lafaznya dibaca wilayah (dengan kasrah) maka berarti menyerahkan mandat atau memberi kekuasaan. Demikian menurut ar-Raghib al-Iṣfahani dalam kitab Mufradat Alfaẓ al-Qurʾan.
Jadi wali Allah adalah orang yang dekat dengan Allah. Maka jika merujuk hadits di atas maka langkah yang dilakukan adalah menjalankan kewajiban yang diwajibkan Allah, kemudian menjalankan ibadah sunah hingga Allah mencintainya. Maka jalan ini disebut oleh penulis sebagai سُلَّمَ التّوْفِيق إلى مَحَبَّةِ اللهِ على التَّحْقِيق ( Tangga pertolongan untuk menggapai cinta Allah dengan sebenar-benarnya )



Saturday, 5 October 2024

Al Fatihah ( Bagian 1)

Nama Nama Al Fatihah
Berdasarkan keterangan para Ulama
bahwa Al Fatihah memiliki banyak nama yang hal tersebut menunjukkan keagungan surat ini di dalam Islam. Namun para Ulama berbeda pendapat mengenai berapa sebenarnya jumlah nama dari surat Al Fatihah.
Al Imam As Suyuthidalam karyanya Al Itgon fi 'Ulumil Qur'anmenyebutkan bahwa jumlah nama dari Al Fatihah adalah berkisar pada dua puluhan nama. Sedangkan Al Fairuz Abadi dalam kitabnya Basoir Dzawit Tamyiz fi Latoifil Kitabil 'Aziz berpendapat bahwa al-Fatihah memiliki hampir tiga puluh nama. Di antara nama nama nya adalah :
1. Fatihatul-kitab (Pembuka Kitab)
‘Ubadah bin Shamit meriwayatkan hadis yang termaktub dalam kitab Shahain. Rasulullah shalallahualaihi wa sallam bersabda,
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surah Alfatihah). (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi dasar kewajiban membaca surah Al-Fatihah ketika salat, sekaligus validasi atas penamaan surah ini dengan Fatihatul Kitab atau al-fatihah. Dalam hal ini, al-Hafizh Ibnu Rajab menyebutkan tiga motif di balik penyematan nama ini.
Pertama, karena surah ini sebagai pembuka bagi surah-surah Al-Quran. Hal itu ditinjau dari aspek urutan penyusunan surah dalam Al-Quran dan juga dari aspek urutan surah Al-Quran yang dibaca dalam salat.
Kedua, karena ungkapan tahmid (alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin) pada bagian awal surah ini, menjadi ungkapan pembuka setiap kalam atau perkataan.
Terakhir, karena surah Alfatihah merupakan surah yang pertama kali turun dari langit.
Lalu, Imam ats-Tsa’labi (w. 429 H) menambahkan, bahwa alasan dinamakan Faatihatul-kitab lantaran surah ini dimulai dengan ayat pertama berupa basmalah, yang merupakan pembuka segala perkara baik yang diharap-harap keberkahannya.
2. Ummul Kitab, Ummul Quran
Dari ibunda ‘Asiyah;
قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ صَلَاةٍ لَا يُقْرَأُ فِيهَا بِأُمِّ الْكِتَابِ فَهِيَ خِدَاجٌ
‘Aisyah berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Setiap salat yang di dalamnya tidak dibacakan Ummul-kitab (surah Alfatihah), maka salat tersebut kurang’.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah).
Dari Abu Hurairah;
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي
Rasulullah saw. bersabda, “Al-Hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin (surah Alfatihah) adalah Ummul-qur’an, Ummul-kitab, dan as-Sab’ul-matsani.” (HR. Imam Abu Daud).
3. Sab'ul Matsani
Disamping hadits di atas dalam Al Quran Allah nerfirman:
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَٰكَ سَبْعًا مِّنَ ٱلْمَثَانِى وَٱلْقُرْءَانَ ٱلْعَظِيمَ
'Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung." ( Al Hijr 87)
4. Al Quranul Adzim
Rasulullah beraabda:
وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ
Sesungguhnya dia adalah tujuh (ayat) yang diulang-ulang dan Al-Quran nan agung, yang diberikan padaku. (HR. Tirmidzi).
5. As Sholat
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ:{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ:{ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ:{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ اللَّهُ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ:{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ:{ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia mohonkan. Maka ketika hambaku berkata:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(Segala Puji Hanya Bagi Allah, Tuhan semesta alam). Allah Subhanahu wa ta'alla berfirman:
حَمِدَنِي عَبْدِي
(Hambaku telah memuji-Ku)
dan ketika seorang hamba berkata:
الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
ِ(Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)
Allah ‘Subhanahubwa ta'alla berfirman:
أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي
(Hambaku telah memujiku)
dan ketika seorang berkata:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
(Yang Menguasai di Hari Pembalasan),
Allah berfirman:
مَجَّدَنِي عَبْدِي
(Hambaku telah memuliakan Aku).
dan ketika seseorang berkata:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين
ُ(Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan),
Allah Subhanahu wa ta'alla pun berfirman:
هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل
(ini adalah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya).
dan saat berkata:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين
(Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat ),
Allah pun berfirman:
هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل
َ(Ini adalah bagi hambaku, dan bagi hambaku apa yang dia pinta). (HR Muslim).
6. Ar Ruqyah
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ »
Bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu berada dalam safar (perjalanan jauh), lalu melewati suatu perkampungan Arab. Saat itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu.
Penduduk kampung tersebut lantas berkata kepada para sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah (melakukan pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an, -pen) karena pemimpin kampung ini tersengat binatang atau terserang demam.”
Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya, ada"
Lalu, salah seorang sahabat pun mendatangi pemimpin kampung tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surah Al-Fatihah.
Akhirnya, pemimpin kampung tersebut sembuh. Lalu, yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor (dalam riwayat lain potongan daging) kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lalu, ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau.
Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah, kecuali dengan membaca surah Al-Fatihah saja.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al-Fatihah adalah ruqyah?”
Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. As Syifa
Nama Asy Syifa bermakna penawar. Nama ini
diambil dari sebuah hadis yang diriwayatkan di
dalam sunan Ad Darimi dari sahabat Abu Sa'id Al Khudri secara marfu', dikatakan:
فَاتِحَةُ الْكِتَابِ شِفَاءً مِنْ كُلِّ سُمَّ
"Al Fatihah sebagai syifa (penawar) dari segala
racun" (HR. At Tirmidzi dan Al Hakim).
8. Suratul-hamdi (Surah al-Hamdu)
Nama ini merupakan penisbatan kepada penggalan awalnya, yaitu ayatnya yang berbunyi alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin. Sebagai contohnya hadis dari ‘Aisyah,
قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ وَيَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَيَخْتِمُهَا بِالتَّسْلِيمِ
‘Aisyah berkata, “Rasulullah sahalallahu alaihi wa sallam mengawali salat dengan takbir (takbiratul ihram), membuka bacaan dengan membaca alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin (surah Alfatihah), dan mengakhirinya dengan salam”. (HR. Imam ad-Darimi).
9. Al-Wafiyah (Penyempurna)
Penyematan nama ini salah satu dasarnya bersumber dari keterangan salah seorang ahli hadis bernama Sufyan bin ‘Uyainah (w. 198 H). Sebagaimana keterangan Imam ats-Tsa’labi dalam kitabnya, al-Kasyaf wa al-Bayan (1/127).
10. Al-Asas (Asal/Dasar Segala Sesuatu)
Keterangan tentang nama ini juga disebutkan oleh Imam ats-Tsa’labi dalam al-Kasyaf wa al-Bayan (1/128), yang bersumber dari sahabat bernama Ibnu ‘Abbas.
11. Al Kafiyah
Al Kafiyah bermakna sesuatu yang mencukupi.
Nama ini disebutkan oleh sebagian ulama berasaldari sebuah hadis mursal:
القُرْآن عِوَضٌ مِن غَيْرِها وليسَ
غَيْرُها منها عِوضًا
"Ummul Quran lah yang menjadi pengganti dari yangselainnya, sedangkan yang lainnya tidak dapat menggantikannya" (HR. Ahmad dan Muslim).
Nama-nama lainnya
Selain itu terdapat beberapa nama lainnya yang
disebutkan oleh Fairuz Abadi dalam karyanya
Basha'ir Dzawit Tamyiz fi Lathaifil Kitabil 'Aziz tanpabeliau menyebutkan dalil yang melandasinya,diantaranya  Surotuts Tsana' (Surat Sanjungan).
Al Imam As Suyuthi dalam karyanya Al Itqon fi 'Ulumil Qur'an juga menyebutkan nama lainnya tanpa menyebutkan nash yang jelas, diantaranya:Al Kunz (Perbendaharaan), An Nur (Cahaya), Surotus Syukr (Surat Sukur).

Ibnu Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad jilid 4, [Beirut, Jamiul al Huquq Mahfuzohi Lin Nasir, 1998]  halaman 347  mengatakan bahwa Al-Fatihah adalah penyembuh sempurna, obat bagi orang yang sakit, dan juga kunci sukses bagi orang yang ingin berusaha. Seyogianya diamalkan dan dibaca seorang Muslim;

[فاتحة الكتاب، وأم القرآن، والسبع المثاني، والشفاء التام، والدواء النافع، والرقية التامة، ومفتاح الغِنَى والفلاح، وحافظة القوة، ودافعة الهم والغم والخوف والحزن؛ لمن عرف مقدارها وأعطاها حقها وأحسن تنـزيلها على دائه وعرف وجه الاستشفاء والتداوي بها والسر الذي لأجله كانت كذلك. ولما وقع بعضُ الصحابة على ذلك رَقى بها اللديغَ فبَرَأَ لوقته، فقال له النبي صلى الله عليه وآله وسلم: «وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ

"Al Fatihah itu pembuka Al-Qur'an, ibu dari Al-Qur'an, tujuh yang diulang-ulang, penyembuhan yang sempurna, obat yang bermanfaat, ruqyah yang sempurna, kunci kekayaan dan keberhasilan, penjaga kekuatan, pengusir kegelisahan, kecemasan, ketakutan, dan kesedihan; bagi mereka yang memahami nilainya, memberikan haknya, dan mengamalkan penggunaannya dengan baik dalam mengobati penyakitnya, serta mengenal rahasia di baliknya. Ketika salah seorang Sahabat Rasulullah mendapatkan gigitan, beliau memakai ruqyah ini dan sembuh dalam waktu singkat. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, 'Bagaimana engkau tahu bahwa ini adalah ruqyah?

Basmallah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Dalam kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani radhiallahu anhu memberikan analisa secara bahasa tentang makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ب, اسم dan الله. Kata ب bi memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab :
1. Mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki jarak.
2. Mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu
3. Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu
Kata ism secara sederhana diartikan sebagai nama. Kata (اسم) isim terambil dari kata ( المسو ) as-sumuw yang berarti tinggi, atau (المسة ) as-simah yang berarti tanda. Memang nama menjadi tanda bagi sesuatu serta harus dijunjung tinggi. Kini timbul pertanyaan: “kalau memang kata isim demikian itu maknanya dan kata Bismi seperti yang diuraikan di atas maksudnya, maka apa gunanya kata isim disebut di sini. Tidak cukupkah bila langsung saja dikata Dengan Allah? Sementara ulama secara filosofis menjawab bahwa ism menggambarkan substansi sesuatu, sehingga kalau di sini dikatakan Dengan nama Allah maksudnya adalah Dengan Allah. Kata isim menurut para ulama digunakan di sebagai penguat. Dengan demikian, makna harfiah dari kata tersebut tidak dimaksudkan di sini.
Penulisan kata (بسم) “bismi” dalam Basmalah tidak menggunakan huruf “alif” berbeda dengan kata yang sama pada awal surah Iqra’, yang tertulis dengan tata cara penulisan baku yakni menggunakan huruf Alif (باسم). Hal ini menjadi pembahasan ulama. Ada yang mengatakan bahwa  basmallah adalah lafadz yang sering di sebut sehingga agar ringan. Ada yang mengatakan bahwa agar huru dalam basmallah agar menjadi 19, yang merupakan jumlah malaikat penjaga neraka, seperti yang disebutkan dalam surat Al Muddatsir ayat 30:
عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَۗ
“Di atasnya ada sembilan bela (malaikat penjaga).” sehingga orang yang membaca basmallah akan terhindar dari siksa 19 malaikat tersebut.
Dalam tafsir Al Misbah disebutkan Rasyad Khalifah berpendapat bahwa ditanggalkannya huruf "alif" pada Basmalah, adalah agar jumlah huruf-huruf ayat ini menjadi sembilan belas huruf, tidak dua puluh. Ini, karena angka 19 mempunyai rahasia yang berkaitan dengan al-Qur'an. Dalam al-Qur'an, kata “isim”, “Allâh”, “ar-Rahmân” dan “ar-Rahîm"mempunyai jumlah yang dapat dibagi habis oleh angka 19 itu. Kata “Isim” dalam al-Qur'an terulang sebanyak 19 kali, kata “Allah” sebanyak 2698 kalı (2698: 19 = 142), “ar-Rahmân” 57 kali (57 : 19 = 3) dan “ar-Rahîm” 114 kali (114 19 6). Seandainya "Bismi" ditulis dengan alif, maka perkalian-perkalian di atas tidak akan terjadi. Ini merupakan salah satu kunci yang menjamin keotentikan al-Qur'an hingga akhir zaman, karena bila terjadi perubahan kata, maka pastilah jumlah kata dan huruf-hurufnya
tidak akan seimbang.
Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa kata Allah tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada Dzat yang wajib wujud, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan yang kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan memohon. Tetapi banyak ulama berpendapat bahwa kata Allah asalnya
adalah ( اله ) llah, yang dibubuhi huruf alif dan lam,dan dengan demikian, Allah merupakan nama khusus karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya sedang llah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk
jama’ (plural) (الهةi ) Alihah. Dalam bahasa Inggris baik yang bersifat umum maupun khusus, keduanya diterjemahkan dengan god, demikian juga dalam bahasa Indonesia keduanya dapat diterjemahkan dengan tuhan, tetapi cara penulisannya dibedakan. Yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil god/tuhan, dan yang bermakna khusus ditulis dengan huruf besar God/Tuhan. Sedangkan kata Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah. Kata Allah juga mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan makna keesaan pada Allah.
Mufti Shafi Usmani radhiallahu anhu kemudian berpendapat 3 makna kata bismillah dalam kaitannya dengan konotasi kata ba :
1. Dengan nama Allah
2. Dengan pertolongan nama Allah
3. Dengan berkah nama Allah
Dari sini kita bisa mempunyai gambaran bagaimana kuatnya efek dan dampak pengucapan kata bismillah secara signifikan dalam segala pekerjaan yang akan kita lakukan. Dengan mengucapkan bismillah maka kita berharap bahwa Allah, akan bersama sama dengan kita. Selain itu Allah akan menolong dan memberikan berkah dalam proses pekerjaan yang kita lakukan. Seorang ulama besar Sayid Abu Ala Maududi dalam kitab tafsirnya Tafhim Al-Qur’an berpendapat jika seorang muslim melakukan segala sesuatu dengan nama Allah dengan sadar dan tulus maka sudah tentu akan menghasilkan 3 hal yang baik yaitu :
1. Ia akan terlindungi dari kejahatan atau pengaruh buruk, karena dengan melibatkan nama Allah si fulan akan berpikir apakah segala niat dan tindakannnya sudah sesuai dengan standar kebaikan Allah.
2. Dengan menyebut nama Allah akan menciptakan sikap yang benar dan mengarahkan si fulan menuju arah yang benar
3. Ia akan menerima pertolongan dan berkah dari Allah dan terlindungi dari godaan setan
Dengan melibatkan Allah dalam setiap tindakan kita maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah dan hal tersebut ditransformasikan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah Subhanahu wata'alla.
Kata Ar Rahman dan Ar Rahim merupakan bentukan kata dari Ar Rahmah (kasih sayang). Dari kata Ar Rahmah inilah kata Ar Rahman dan Ar Rahim dibentuk untuk menunjukkan bentuk kasih sayang yang sangat besar. Walaupun kata Ar Rahman memiliki makna kasih sayang yang lebih tinggi daripada Ar Rahim. Secara tersirat Ibn Jarir Ath Thabary menyebutkan kesepakatan para ulama dalam masalah ini. Berikut ini beberapa nukilan perkataan para ulama yang menjelaskan perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim :
1. Ibn ‘Abbas mengatakan : “Kedua nama ini adalah nama (yang menunjukkan) kelembutan, namun salah satunya lebih lembut dari yang lainnya –artinya lebih menunjukkan kasih sayang yang lebih besar-.”
2. Abu ‘Ali Al Farisy mengatakan : “Ar Rahman adalah nama yang mencakup segala bentuk rahmat yang hanya khusus dimiliki Allah Ta’ala, sedangkan Ar Rahim adalah (untuk menunjukkan) rahmat dari sisi kaum mu’minin.”
3. Ibn Jarir Ath Thabary meriwayatkan perkataan Al ‘Azramy yang menyatakan : “Ar Rahman adalah (menunjukkan kasih) yang ditujukan untuk semua makhluq, sedangkan Ar Rahim adalah khusus untuk orang-orang beriman.”
Dengan melihat cakupan Ar Rahman yang lebih luas, maka tidak mengherankan bila nama dan sifat ini hanya untuk Allah Ta’ala berbeda dengan Ar Rahim yang terkadang diberikan kepada makhluq seperti ketika Allah menjelaskan bagaimana kasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum beriman, “ wa kaana bil mu’minina rahima.” Tidak dibenarkan siapapun menyebut dirinya sebagai Ar Rahman sebab ia adalah kekhususan Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, Ar Rahman secara khusus disebut dalam perintah berdo’a kepada Allah ;
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu” (Al Isra’ :110)
Dengan mengucap Basmallah berarti kita telah melibatkan Allah Subhanallahu wa Ta’alla dalam setiap tindakan kita, maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah Subhanallahu wa Ta’alla dan hal tersebut diejawantahkan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah Subhanallahu wa Ta’alla wa Ta’alla. Disamping itu juga kita mengharap keberkahan atau berlipatnya kebaikan dari setiap pekerjaan kita dikarenakan ucapan kita membaca basmallah.




Sunday, 29 September 2024

Isti'adzah

Isti'adzah adalah salah satu amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Isti’adzah juga biasa dikenal dengan istilah ta'awudz. Ta’awudz adalah permintaan perlindungan manusia kepada Allah subhanahu wa ta'alla.
Dalam Al Quran Allah memerintahkan membaca Ta'awudz dalam beberapa tempat, diantaranya :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (33) وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35) وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (36) 
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”? Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak ‘dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.( Fushilat 33-36)
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (199) وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (200) 
Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al A'raf: 199-200)
Allah juga memerintah membaca Ta'awudz sebelum membaca Al Quran
فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْءَانَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (An Nahl :98)
Tadabur
Makna ( اِسْتَعِذْ بِاللهِ ) yaitu berlindunglah dengan-Nya, berpegang teguhlah kepada-Nya, dan bersandarlah kepada-Nya. Sedangkan bentuk mashdarnya adalah اَلْعَـوْذُ (berlindung), اَلْعِيَاذُ (berlindung), dan اَلْمَـعَاذُ (tempat berlindung). Kebanyakan, pemakaiannya dalam المُسْتَعَاذُ بِـهِ (yang dimintai perlindungan)
أَعُوذُ
Berasal dari kata العوذ /  العياذة= berlindung dari kejahatan
Al-Fairuz Aabadi dalam Al-Qamus Al-Muhith, menyatakan Secara bahasa أَعُوْذُ (‘audzu) adalah pecahan (musytaq) dari kata العَوْذُ (al-‘audz) 
Kata (العَوْذُ) mempunyai beberapa makna.
1. Al-Iltija’ berarti kembali
2. al-istijarah yang bermakna berlindung
3. Al-Iltishaq yang bermakna menempel. 
Secara istilah makna أَعُوْذُ بِاللهِ (a’udzu billah) adalah saya meminta perlindungan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya, dari kejelekan dan kejahatan semua mahluk-Nya dari golongan setan yang membahayakan agamaku dan yang menghalangiku dari kebenaran.
Imam Al-Qurthubi berkata,”Makna al-isti’adzah dalam percakapan orang Arab adalah meminta perlindungan dan melingkar kepada sesuatu, dengan maksud agar terhindar dari sesuatu yang dibenci.” 
بِاللهِ
Kepada Allah
Lafadz jalalah berasal dari kata :
أله – إلاهة
 Maknanya: Beribadah, yakni Dia adalah Dzat yang berhak diibadahi, semua peribadatan ditujukan kepada Nya Dialah yang diibadahi bukan selain-Nya.
Atau:
الوله
Maknanya:Kecintaan yang teramat sangat. Yakni para hamba sangat mencintai Allah ,berlindung kepada-Nya,tunduk patuh ,bersandar kepada-Nya  di dalam  kesulitan – kesulitan.
مِنَ الشَّيْطَانِ

الشَّيْطَانِ
 dari kata:  شطن berarti jauh. Kata ini mengikuti wazan فيعال  = شيطان
Yakni yang jauh dari kebaikan atau terbenam jauh dalam kejelekan
Imam Ibnu Jarir ath Thabariy berkata:
والشيطان، في كلام العرب: كل متمرِّد من الجن والإنس والدوابِّ وكل شيء.
“ Syaithan dalam ucapan orang Arab adalah semua yang durhaka dari kalangan jin,manusia, binatang dan segala sesuatu “ [Tafsir ath Thabariy:1/111]
Beliau juga menuturkan:
وإنما سُمي المتمرِّد من كل شيء شيطانًا، لمفارقة أخلاقه وأفعاله أخلاقَ سائر جنسه وأفعاله، وبُعدِه من الخير. وقد قيل: إنه أخذ من قول القائل:
“ Hanya saja dinamai semua hal yang durhaka sebagai syaithan adalah karena ia meninggalkan akhlaq dan tindakan yang sejenis dengannya dan jauhnya dari kebaikan.
Al Hafidz  Ibnu Katsir berkata:
والشيطان فِي لُغَةِ الْعَرَبِ مُشْتَقٌّ مِنْ شَطَن إِذَا بَعُدَ، فَهُوَ بَعِيدٌ بِطَبْعِهِ عَنْ طِبَاعِ الْبَشَرِ، وَبَعِيدٌ بِفِسْقِهِ عَنْ كُلِّ خَيْرٍ، وَقِيلَ: مُشْتَقٌّ مِنْ شَاطَ لِأَنَّهُ مَخْلُوقٌ مِنْ نَارٍ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ: كِلَاهُمَا صَحِيحٌ فِي الْمَعْنَى، وَلَكِنَّ الْأَوَّلَ أَصَحُّ

“ Syaithan dalam bahasa arab merupakan pecahan kata ‘’Syathana”= apabila jauh. Tabi'atnya  jauh dari tabi’at manusia , Jauh dari segala macam kebaikan dengan sebab kefasikanya. 
Dan dikatakan juga bahwa ia berasal dari kata ‘’syaatha’’ karena terciptakan dari api. 
Dari keterangan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa syaithan adalah sifat bagi makhluq Allah yang memiliki sifat pendurhaka dan jauh dari segala bentuk kebaikan.
الرَّجِيمِ
Adalah sifat hakiki dari syaithan yang mengikuti wazan fa’iil  bermakna maf’ul =  al Marjum 
Imam Ibnu Jarir mengatakan
وتأويل الرجيم: الملعون المشتوم. وكل مشتوم بقولٍ رديء أو سبٍّ فهو مَرْجُوم. وأصل الرجم الرَّميُ، بقول كان أو بفعل
“ Penafsiran ar rajim adalah yang terlaknat lagi tercela. Setiap yang tercela dengan ucapan yang jelek adalah al Marjum. Makna akar kata rajm adalah melempar” [Tafsir ath Thabariy:1/112]
Dalam menguasai manusia dan jin, setan menempuh berbagai langkah yang dilakukan diantaranya, yaitu:
1.  وسوسة
Waswasah. Yaitu menimbulkan was-was pada manusia dan jin sehingga mereka ragu-ragu untuk bersikap dan bertindak. Rasa was-was yang berlebihan lama kelamaan akan menyebabkan orang jenuh dan letih dalam melakukan kebaikan. Akhirnya daripada tersiksa dalam kejenuhan dan letih maka ia tinggalkan kebaikan itu.
2.انساء
Insaa. Yaitu melenakan atau membuat mereka lupa. Hal ini dilakukan dengan berbagai hal yang menyenangkan dan mengasyikkan hingga mereka terlena. Karena itu hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan biasanya menyenangkan dan melenakan. Setan selalu berusaha memanfaatkan nafsu yang ada pada manusia dan jin dalam program-program penyesatan ini.
3. تمنية
Tamanni yaitu memberi angan-angan. Semakin panjang angan-angan orang, semakin besar kesengsaaran yang ia rasakan. Hal ini dilakukan agar manusia dan jin tidak sempat berfikir atau memberi perhatian untuk beribadah dan menyukuri nikmat Allah yang ada di hadapannya.
4. تزيين
Tazyiin. Yaitu menghiasi kemaksiatan, kebatilan, dosa, dan kejahatan hingga terkesan sebagai ketaatan, keindahan, kebenaran, dan menarik. Rasulullah saw. mengatakan bahwa di akhir zaman akan semakin banyak orang yang menyeru ke pintu neraka, mereka berkata dengan bahasa kita [bahkan menggunakan dalil-dalil al-Qur’an dan hadits], berpakaian dengan pakaian kita layaknya para ulama.
5. وعد
Wa’d yaitu janji-janji palsu yang tak pernah ditepati. Janji itu kadang berupa bantuan, pertolongan, bahkan kebahagiaan hidup namun pada hakekatnya hanya isapan jempol dan pengingkaran.
6. كيد
Kaid atau tipu daya. Siang malam setan selalu melancarkan makar dan tipu daya untuk mencelakakan manusia. Bahkan hal ini mereka lakukan dalam gedung-gedung megah bertingkat dengan berbagai acara yang melibatkan para pakar, ahli, dan ilmuwan.
7.صد
 Shadd yaitu menghalangi mereka dari jalan Allah, baik dengan terang-terangan maupun tersembunyi.
8. عداوة
‘Adaawah yaitu permusuhan. Semakin tinggi ketaatan hamba kepada Allah, semakin besar permusuhan setan kepadanya.

Sunday, 10 March 2024

Penentuan Awal Ramadahan


Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaimana cara kita menyikapi perbedaan tersebut? 
Jawab :
Bismillah
Waalaikumsalam wararahmatullahi WA barakatuh 
Perbedaan tersebut sering terjadi karena perbedaan metode bagaimana menentukan awal bulan. Ada yang menggunakan metode hisab dan rukyah. Perbedaan tersebut juga disebabkan perbedaan kriteria teknik pelaksanaan metode hisab. 

Misal  Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengeluarkan kriteria imkan rukyah hilal Nahdlatul Ulama melalui Surat Keputusan LF PBNU No. 001/SK/LF–PBNU/III/2022 Tentang Kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama.

Lembaga Falakiyah dalam lampiran surat keputusannya menyebut ketinggian hilal awal Ramadhan 1443 H minimal 3 (tiga) derajat.

“Tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi hilal minimal 6,4 derajat,” demikian bunyi surat keputusan yang ditandatangani Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa dan Sekretaris LF PBNU. 

Ketinggian hilal minimal 3 derajat pada kriteria imkan rukyah NU ini menjadi dasar pembentukan almanak Nahdlatul Ulama dan dasar penerimaan laporan rukyah hilal dalam penentuan awal bulan Hijriyyah pada kalender Hijriyyah Nahdlatul Ulama.

Kriteria imkan rukyah NU putusan LF PBNU ini mulai diberlakukan sejak awal Ramadhan 1443 H. 

Imkan rukyat merupakan bagian dari metode hisab hakiki yaitu perhitungan astronomis terhadap posisi Bulan pada sore hari konjungsi (ijtimak). Dalam metode ini, penanggalan berbasis peredaran bulan disebut memasuki perhitungan baru bila pada sore hari ke-29 bulan qamariah berjalan saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk dengan ketinggian sedemikian rupa yang memungkinkannya untuk dapat dilihat.

Sementara di negara lain seperti Mesir sudut ketinggian hilal minimal 4 derajat, di komunitas Muslim Amerika minimal 15 derajat. Kriteria-kriteria ini hanya didasarkan pada kesepakatan belaka bukan alasan astronomis.

Sedang Muhamadiyah menggunakan kriteria Wujudul Hilal (antara arsi merah dan putih), Dalam metode wujudul hilal, bulan qamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu pertama, telah terjadi ijtimak, kedua, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam dan ketiga, pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

Menjadikan keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan baru merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan bulan tiga puluh hari bila hilal tidak terlihat.

Sama seperti imkan rukyat, metode wujudul hilal juga bagian dari hisab hakiki. Jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk pada saat terbenam matahari, seberapapun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru. 

Hal inilah yang menyebabkan perbedaan yang terjadi di Indonesia. 

Namun sebenarnya Penentuan hari raya, baik masuknya Ramadhan, Syawwal, Dzulhijjah, sebenarnya bukanlah wewenang pribadi dan kelompok  masyarakat. Sejak zaman salaf, hal itu merupakan wewenang negara/penguasa, selama penguasa itu masih muslim terlepas apakah penguasa itu shalih atau tidak.

Jika banyak individu atau ormas memutuskan sendiri, padahal ormas jumlahnya begitu banyak, lalu tidak ada keseragaman pandangan di antara mereka, maka, bisa  dibayangkan mungkin akan terjadi versi hari raya yang begitu banyak.

Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhuma menceritakan:

تَرَائِى النَّاسُ الْهِلَالَ،» فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

“Orang-orang melihat hilal, maka aku kabarkan kepada Rasulullah ﷺ  bahwa aku melihatnya. Lalu beliau memerintahkan orang-orang untuk berpuasa" (HR. Abu Daud )

أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْهَدُونَ أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ، فَأَمَرَهُمْ أَنْ يُفْطِرُوا، وَإِذَا أَصْبَحُوا أَنْ يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ

“Ada seorang sambil menunggang kendaraan datang kepada Nabi ﷺ ia bersaksi bahwa telah melihat hilal di sore hari. Lalu Nabi ﷺ memerintahkan orang-orang untuk berbuka dan memerintahkan besok paginya berangkat ke lapangan” (HR. At Tirmidzi )

Di hadits ini menunjukkan, Ibnu Umar tidak memutuskan sendiri, atau orang-orang yg melihat hilal pun tidak memutuskan sendiri, tapi tetap dilaporkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai pemimpin saat itu, lalu Beliau yang memutuskan. Hadits yang kedua juga demikian, orang-orang yang sudah melihat hilal tidak memutuskan sendiri tapi dilaporkan dulu ke Rasulullah sebagai pemimpin.

Di hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ, وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ, وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ

“Puasa itu adalah di hari kalian (umat Islam) berpuasa, hari raya adalah pada saat kalian berhari raya, dan berkurban/ Idul Adha di hari kalian berkurban.” (HR. At Tirmidzi ) 

Imam At Tirmidzi menjelaskan: “Dan sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini, mereka berkata : makna hadits ini adalah berpuasa dan berbuka adalah bersama jama’ah dan mayoritas orang (Ummat Islam).” 

Imam Abul Hasan As Sindi menyebutkan dalam   Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah:

وَالظَّاهِر أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْأُمُور لَيْسَ لِلْآحَادِ فِيهَا دَخْل وَلَيْسَ لَهُمْ التَّفَرُّد فِيهَا بَلْ الْأَمْر فِيهَا إِلَى الْإِمَام وَالْجَمَاعَة وَيَجِب عَلَى الْآحَاد اِتِّبَاعهمْ لِلْإِمَامِ وَالْجَمَاعَة وَعَلَى هَذَا فَإِذَا رَأَى أَحَد الْهِلَال وَرَدَّ الْإِمَام شَهَادَته يَنْبَغِي أَنْ لَا يَثْبُت فِي حَقّه شَيْء مِنْ هَذِهِ الْأُمُور وَيَجِب عَلَيْهِ أَنْ يَتْبَع الْجَمَاعَة فِي ذَلِكَ

“Jelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, pen) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada  pemimpin (imam) dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 3/431)

Ormas, para pakar, posisinya sebagai partner, teman diskusi, dan pemberi masukan. Ketika belum ada keputusan, maka silahkan eksplorasi berbagai dalil dan sudut pandang, jangan dibatasi. Tapi ketika sudah ada keputusan pemerintah maka sebaiknya keputusan pemerintah ini dipatuhi bersama. 

Imam Al Qarrafi Rahimahullah mengatakan:

اعْلَمْ أَنَّ حُكْمَ الْحَاكِمِ فِي مَسَائِلِ الِاجْتِهَادِ يَرْفَعُ الْخِلَافَ وَيَرْجِعُ الْمُخَالِفُ عَنْ مَذْهَبِهِ لِمَذْهَبِ الْحَاكِمِ وَتَتَغَيَّرُ فُتْيَاهُ بَعْدَ الْحُكْمِ

Ketahuilah, bahwa keputusan pemimpin dalam masalah yang masih diijtihadkan adalah menghilangkan perselisihan, dan hendaknya orang menyelisihi ruju ‘ (kembali) dari pendapatnya kepada pendapat hakim  (pemimpin) dan dia mengubah fatwanya setelah keluarnya keputusan hakim. (Anwarul Buruq fi Anwa’il Furuq, 3/334. Mawqi’ Al Islam)

Syaikh Khalid bin Abdullah Muhammad Al Mushlih mengatakan:

فإذا حكم ولي أمر المسلمين بحكم ترى أنت أن فيه معصية، والمسألة من مسائل الخلاف فيجب عليك طاعته، ولا إثم عليك؛ لأن حكم الحاكم يرفع الخلاف

Jika pemimpin kaum muslimin sudah menetapkan sebuah ketentuan dengan keputusan hukum yang menurut Anda ada maksiat di dalamnya, padahal masalahnya adalah masalah yang masih diperselisihkan, maka wajib bagi Anda untuk tetap taat kepadanya, dan itu tidak berdosa bagi Anda, karena jika hakim sudah memutuskan sesuatu maka keputusan itu menghilangkan perselisihan. (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, 16/5. Mawqi’ Syabakah Al Islamiyah)

Demikianlah, dalam peribadatan yang sifatnya kolektif (jama'i) seringkali kita harus mengalahkan emosi dan fanatisme kelompok dan pribadi demi kebersamaan umat Islam. Kebersamaan itu harus nyata dan nampak, bukan hanya teori saja.

Wallahu A'lam.

Wednesday, 13 December 2023

Benarkah Nabi Lahir 12 Rabiul Awal?



Masalah ini mulai sering dimunculkan agar menjadi ragu dengan kelahiran Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallama, sehingga tidak melakukan perayaan Maulid Nabi di tanggal 12 Rabiul Awal tersebut.
Berkenaan dengan kelahiran Rasulullah ini meliputi 3 pembahasan, hari lahirnya, tahun kelahirannya dan tanggal kelahirannya.
Hari Lahir Nabi
Ulama sepakat kelahiran Rasulullah adalah hari Senin sebagaimana dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim
Tahun Kelahiran Nabi
Dijelaskan dalam banyak hadis disebutkan:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: وُلِدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيْلِ. رواه البزار والطبراني في الكبير ورجاله موثقون (مجمع الزوائد ومنبع الفوائد . محقق - ج 1 / ص 242)
“Ibnu Abbas berkata: Rasulullah dilahirkan di tahun gajah” HR al-Bazzar dan al-Thabrani, para perawinya terpercaya
Juga dalam riwayat lain ditegaskan bahwa Qais bin Makhzamah memiliki kesamaan tahun kelahiran dengan Rasulullah di tahun Gajah (HR Ahmad, dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth)
Tanggal Kelahiran Nabi
Imam Nawawi berkata:
وَاخْتَلَفُوا فِي يَوْم الْوِلَادَة هَلْ هُوَ ثَانِي الشَّهْر ، أَمْ ثَامِنه ، أَمْ عَاشِره ، أَمْ ثَانِي عَشَره ؟ (شرح النووي على مسلم - ج 8 / ص 66)
“Ulama beda pendapat tentang hari kelahirannya, apakah hari 2 bulan Rabiul Awal, ke 8, ke 10 ataukah ke 12 ? (Syarah Muslim 8/66)
Dalil Penguat Tanggal 12 Rabiul Awal
- Hadis al-Baihaqi
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ قَالَ : وُلِدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً مَضَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ  قَالَ الْبَيْهَقِي رَحِمَهُ اللهُ : وَرَوَيْنَا عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ثُمَّ عَنْ قَيْسِ بْنِ مَخْزَمَةَ ثُمَّ عَنْ قبُاَثَ بْنِ أَشِيْمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُلِدَ عَامَ الْفِيْلِ وَكَانَ الزُّهْرِي وَمَنْ تَابَعَهُ يَقُوْلُوْنَ وُلِدَ بَعْدَهُ وَالْأَوَّلُ أَصَحُّ (شعب الإيمان - ج 2 / ص 134)
Muhammad bin Ishaq berkata: “Rasulullah dilahirkan pada 12 malam bulan Rabiul Awal”. Al-Baihaqi berkata: “Kami meriwayatkan dari Ibnu Abbas kemudian dari Qais bin Makhzamah kemudian dari Qubats bin Asyim bahwa Nabi dilahirkan pada tahun Gajah. Al-Zuhri dan yang mengikutinya mengatakan bahwa dilahirkan sesudah tahun Gajah. Pendapat pertama lebih sahih (HR al-Baihaqi dalam Syuab al-Iman)

- Riwayat Ibnu Abi Syaibah
قَالَ أَبُوْ بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ : حَدَّثَنَا عُثْمَانُ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ مَيْنَاءَ عَنْ جَابِرٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ قَالَا : وُلِدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيْلِ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ وَفِيْهِ بُعِثَ وَفِيْهِ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ وَفِيْهِ هَاجَرَ وَفِيْهِ مَاتَ فِيْهِ انْقِطَاعٌ وَقَدِ اخْتَارَهُ الْحَافِظُ عَبْدُ الْغَنِى بْنُ سُرُوْرٍ الْمَقْدِسِي فِي سِيْرَتِهِ (سيرة ابن كثير - ج 2 / ص 93)
“Jabir dan Ibnu Abbas berkata: “Nabi dilahirkan pada tahun Gajah, hari Senin 12 Rabiul Awal. Di hari Senin beliau diangkat menjadi Nabi, melakukan Mi’raj ke langit, hijrah ke Madinah dan hari Senin beliau wafat” Sanadnya terputus dan dipilih oleh al-Hafidz Abd al-Ghani bin Surur al-Maqdisi  dalam kitab sejarahnya” (Sirah Ibni Katsir, 2/93) Juga dapat dilihat dalam al-Bidayah wa Nihayah Ibnu Katsir.

- Ahli Hadis al-Munawi
(تنبيه) الْأَصَحُّ أَنَّهُ وُلِدَ بِمَكَّةَ بِالشُّعَبِ بِعِيْدِ فَجْرِ الْاِثْنَيْنِ ثَانِيَ عَشَرَ رَبِيْعَ الْأَوَّلِ عَامَ الْفِيْلِ (فيض القدير - ج 3 / ص 768)
“Pendapat yang lebih sahih bahwa Nabi dilahirkan di Kabilah Quraisy pada fajar hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah” (Faidh al-Qadir 3/768)
Bahkan ulama Salafi pun berpendapat 12 Rabiul Awal:
- Syaikh Bin Baz
فتوى رقم (3474):
س: أُرِيْدُ التَّعَرُّفَ عَنْ حَيَاةِ الرَّسُوْلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَتَى وُلِدَ؟ ... 
ج: وُلِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً مَضَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ عَامَ الْفِيْلِ ... (فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء - ج 6 / ص 277)
“Fatwa No 3474: Soal: Saya inging mengetahui kehidupan Rasulullah Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallama, kapan dilahirkan?
Jawab: “Nabi dilahirkan di hari Senin, 12 malam di bulan Rabiul Awal tahun Gajah” (Fatawa al-Lajnah al-Daimah li al-Buhuts al-Ilmiah wa al-Ifta’, 6/277)
- Syaikh Abdullah al-Faqih
وَأَكْثَرُ أَهْلِ السِّيَرِ عَلَى أَنَّهُ وُلِدَ يَوْمَ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ عَامَ الْفِيْلِ، بَعْدَ الْحَادِثَةِ بِخَمْسِيْنَ يَوْماً (فتاوى الشبكة الإسلامية - ج 44 / ص 50)
“Kebanyakan ahli sejarah bahwa Nabi dilahirkan pada 12 Rabiul Awal, tahun Gajah, setelah 50 hari dari peristiwa tersebut” (Fatawa al-Syabkah al-Islamiyah, 44/50)
فَالْمَشْهُوْرُ فِي كُتُبِ السِّيْرَةِ النَّبَوِيَّةِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُلِدَ فِي الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ عَامَ الْفِيْلِ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ (فتاوى الشبكة الإسلامية - ج 126 / ص 120)
“Pendapat yang masyhur dalam kitab-kitab sejarah kenabian bahwa Nabi dilahirkan pada 12 Rabiul Awal, tahun Gajah” (Fatawa al-Syabkah al-Islamiyah, 126/120)
سيرة ابن كثير - (ج 1 / ص 392)
 و قال ابن عباس : ولد نبيكم محمد صلى الله عليه و سلم يوم الاثنين و نبئ يوم الاثنين ثم قيل : كان ذلك في شهر ربيع الأول كما تقدم عن ابن عباس و جابر أنه ولد عليه السلام في الثاني عشر من ربيع الأول يوم الاثنين و فيه بعث و فيه عرج به إلى السماء
فتاوى الأزهر - (ج 8 / ص 255)
روى عن جابر وابن عباس :
ولد رسول الله صلى الله عليه وسلم عام الفيل يوم الاثنين الثانى عشر من ربيع الأول ، وفيه بعث وفيه عرج به إلى السماء وفيه هاجر وفيه مات أى فى شهر ربيع الأول ، فالرسول صلى الله عليه وسلم نص على أن يوم ولادته له مزية على بقية الأيام ، وللمؤمن أن يطمع فى تعظيم أجره بموافقته ليوم فيه بركة ، وتفضيل العمل بمصادفته لأوقات الامتنان الإِلهى معلوم قطعا من الشريعة، ولذا يكون الاحتفال بذلك اليوم ، وشكر الله على نعمته علينا بولادة النبى وهدايتنا لشريعته مما تقره الأصول
الفصول في السيرة - (ج 1 / ص 219)
 و قال السهيلي ما زعم أنه لم يسبق إليه : من أنه لا يمكن أن تكون وقفته يوم الجمعة تاسع ذي الحجة ثم تكون وفاته يوم الإثنين الثاني عشر من ربيع الأول بعده سواء حسبت الشهور كاملة أم ناقصة أم بعضها كاملا و بعضها ناقصا 
 و قد حصل له جواب صحيح في غاية الصحة و لله الحمد أفردته مع غيره من الأجوبة و هو أن هذا إنما وقع بحسب اختلاف رؤية هلال ذي الحجة في مكة و المدينة فرآه أهل مكة قبل أولئك بيوم و على هذا يتم القول المشهور ولله الحمد والمنة
تحفة الأحوذي - (ج 9 / ص 26)
 قَالَ اِبْنُ الْجَوْزِيِّ فِي التَّلْقِيحِ : اِتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُلِدَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ فِي شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ عَامَ الْفِيلِ وَاخْتَلَفُوا فِيمَا مَضَى مِنْ ذَلِكَ لِوِلَادَتِهِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْوَالٍ أَحَدُهَا أَنَّهُ وُلِدَ لِلَّيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ ، وَالثَّانِي لِثَمَانٍ خَلَوْنَ مِنْهُ ، وَالثَّالِثُ لِعَشْرِ خَلَوْنَ مِنْهُ ، وَالرَّابِعُ لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْهُ اِنْتَهَى .

Al Fatihah Bagian 3

Al Fatihah Bag 3 إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertol...