Makna Musibah
Kata musibah berasal dari bahasa
Arab ( ‘ashaba –yushibu-mushibatan) sesuatu yang menimpa, mengenai sasaran,
memperoleh mendapatkan. Musibah dalam kamus bahasa Arab al-Munawwir diartikan
sebagai bencana atau malapetaka. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
musibah diartikan dengan kejadian menyedihkan yang menimpa, atau malapetaka,
atau bencana. Dalam Al-Qur’an banyak disebut kata musibah termasuk
bentuk-bentuk sepadanannya.
Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufradat fi Alfadz
al-Qur’an al-Karim disebutkan bahwa ada 77 kata musibah, 33 di antaranya
berbentuk kata kerja lampau (fi’il madhi), 32 berbentuk kata kerja sekarang
(fi’il mudhari’), dan 12 berbentuk kata benda (isim). Dalam Al-Qur’an,
kata-kata tersebut memiliki pemaknaan masing-masing sesuai dengan asbabun
nuzulnya dan berpedoman pada kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh para ulama
otoritatif di bidangnya. Musibah bisa saja berarti azab, teguran atau
peringatan, bahkan bisa berarti nikmat yang semuanya hanya Allah subhanahu
wata’ala yang tahu.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam
tafsir munir menyatakan bahwasanya musibah adalah segala hal yang menyakitkan
jiwa, harta, atau keluarga. Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa musibah adalah
segala apa yang diderita atau dirasakan oleh seorang mukmin. Musibah ini
biasanya diucapkan jika seseorang mengalami malapetaka, walaupun malapetaka
yang dirasakan itu ringan atau berat baginya. Kata musibah ini juga sering
dipakai untuk kejadian-kejadian yang buruk dan tidak dikehendaki. Ahmad Mustafa
al-Maraghi menyatakan bahwa musibah adalah semua peristiwa yang menyedihkan,
seperti meninggalkan seseorang yang dikasihani, kehilangan harta benda atau
penyakit yang menimpa baik ringan atau berat.
Ada beberapa hikmah di
balikmusibah yang menimpa seorang Mukmin.
1. Agar
Allah semakin mengetahui siapa di antara hamba-hambanya yang benar-benar berada
di atas kesabaran dan siapa di antara hamba-hambanya yang berada dalam
keputusasaan.
Allah berfirman : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 155)
Ayat ini
merupakan pemberitahuan dari Allah Subhanahu wa ta’alla kepada umat Nabi
Muhammad Shalallahualaihi wa sallam, bahwa Dia akan menguji mereka dengan
perkara-perkara yang berat untuk menunjukkan siapa yang taat dan mana yang
ingkar.
Imam Al-Munawi
dalam Faidh Al-Qadir menjelaskan, bersyukur ketika mendapat kesenangan dan
bersabar saat mendapatkan ujian adalah sebenar-benarnya karakter orang yang
beriman. Dua sikap itu, tulis Al-Munawi, tidak ditemukan dalam diri kalangan
kafir dan munafik.
Sifat tersebut
adalah ketika seseorang diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta, dan
kedudukan, ia bersyukur pada Allah Swt atas karunia tersebut, dan Allah akan
mencatat mereka ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur. Sama halnya
ketika ditimpa musibah, ia bersabar, maka seseorang itu pun akan dimasukkan ke
dalam orang-orang yang bersabar. Pintu kesabaran dalam menghadapi musibah ialah
dengan mengucapkan kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun."
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Allahumma ajirni fi mushibati wa
akhlif li khairan minha. Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh
hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam
musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik dari
padanya." (HR Muslim)
2. Allah
akan mengangkat derajat dan menghapus dosa
Allah berfirman:
“Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura:30).
Rasulullah
bersabda : "Tidak ada satu pun musibah yang menimpa seorang Muslim berupa
duri atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya
atau menghapus kesalahannya.” (HR. Muslim)
Ada pula riwayat
hadis berbunyi, "Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan
sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti
pohon yang mengugurkan daun-daunnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Ujian
sebagai tanda cinta dan kebaikan Allah Subhabnahu wa ta’alla
Musibah dan
ujian yang diberikan Allah kepada hambanya bisa jadi merupakan tanda cinta dan
kebaikan Allah Subhanahu wa ta’alla. Sabda baginda Rasulullah Shalallahu alaihi
wa sallam: "Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian,
dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barang siapa
yang rida maka baginya keridaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka
baginya kemurkaan Allah." (HR. Tirmizi).
Dalam riwayat
lain juga disebutkan: "Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk
ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan
menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang rida, maka ia yang akan meraih
rida Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu
Majah)
Apabila Allah
mencintai seseorang, maka bisa saja Allah menujukkan rasa cinta-Nya dengan
ujian dan musibah. Allah jadikan musibah sebagai pengganti siksa di akhirat
yang kadarnya akan jauh lebih pedih. Rasulullah Saw bersabda; "Jika Allah
menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika
Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang
ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi)
4. Dengan
Ujian seseorang dapat mendapatkan pahala kematian syahid di jalan Allah
Anjuran bersabar
dalam menghadapi musibah dan ujian, terutama yang berupa wabah ditegaskan Nabi
Shalallahu alaihi wa sallam melalui sabdanya: "Wabah penyakit adalah sejenis
siksa (azab) yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum Muslimin. Tidak ada seorang
pun yang terserang wabah, lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar
dan mengharapkan pahala, juga mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah
melainkan karena Allah telah mentakdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan
pahala seperti pahala orang yang mati syahid." (HR. Bukhari, An-Nasa'i,
dan Ahmad)
Dalam satu
hadits yang di riwayatkan Abu Hurairah Rasululah bersabda "Syuhada
(orang-orang yang mati syahid) itu ada lima, 'orang mati karena terkena
penyakit tha'un (lepra), orang yang meninggal karena sakit perut, orang yang
mati tenggelam, orang yang tertimpa bangunan rumah atau tembok; dan orang yang
gugur di jalan Allah." ( HR Bukhari Muslim )
Bagaimana agar
kita tegar menghadapi musibah ?
Pertama: Mengimani takdir ilahi
Setiap menghadapi cobaan hendaklah seseorang tahu bahwa
setiap yang Allah takdirkan sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan
bumi pastilah terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ
أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”( HR Muslim)
Kedua: Yakinlah, ada hikmah di balik cobaan
Hendaklah setiap mukmin mengimani bahwa setiap yang Allah
kehendaki pasti ada hikmah di balik itu semua, baik hikmah tersebut kita
ketahui atau tidak kita ketahui. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا
وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ
الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak
ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al
Mu’minun: 115-116)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan
dengan haq.” (QS. Ad Dukhan: 38-39)
Ketiga: Ingatlah bahwa musibah yang kita hadapi belum
seberapa
Ingatlah bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sering
mendapatkan cobaan sampai dicaci, dicemooh dan disiksa oleh orang-orang musyrik
dengan berbagai cara. Kalau kita mengingat musibah yang menimpa beliau, maka
tentu kita akan merasa ringan menghadapi musibah kita sendiri karena musibah
kita dibanding beliau tidaklah seberapa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia
berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ
بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat
ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا
اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ
دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى
الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi.
Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu
kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia
akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan
mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari
dosa.” ( HR Tirmidzi )
Kelima: Yakinlah, di balik kesulitan ada kemudahan
Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS.
Alam Nasyroh: 6). Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira
pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan,
لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
“Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
Keenam: Bersabarlah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa
musibah.”(
HR Bukhari ) Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah
ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Al Auza’i mengatakan, “Pahala bagi orang yang bersabar tidak
bisa ditakar dan ditimbang. Mereka benar-benar akan mendapatkan ketinggian
derajat.” As Sudi mengatakan, “Balasan orang yang bersabar adalah surga.”
Ketujuh: Ucapkanlah “Inna lillahi wa inna ilaihi
rooji’un …”
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم-
تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-
يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ
تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا
لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى
وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى
مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو
سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ
لِى خَيْرًا مِنْهُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم-.
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia
mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii
mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah
dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang
menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan
memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah
pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(
HR Muslim )
Do’a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan
oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami.
Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
Kedelapan: Introspeksi diri
Musibah dan cobaan boleh jadi disebabkan dosa-dosa yang
pernah kita perbuat baik itu kesyirikan, bid’ah, dosa besar dan maksiat
lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30).
Maksudnya adalah karena sebab dosa-dosa yang dulu pernah diperbuat. Ibnu
‘Abbas mengatakan, “Akan disegerakan siksaan bagi orang-orang beriman di dunia
disebabkan dosa-dosa yang mereka perbuat, dan dengan itu mereka tidak disiksa
(atau diperingan siksanya) di akhirat.”
Wallahu A’lam
Sukses selalu
ReplyDelete