SIFAT-SIFAT ORANG MUNAFIK
Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA
الحمد لله رب العالمين، وصلاته وسلامه على سيد المرسلين وخاتم النبيين
سيدنا محمد النبي الأمي وعلى آله وصحبه أجمعين
Bismillahirrhmanirrahim.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu dan Saudara sekalian, yang seiman dan seakidah, yang saya cintai karena Allah SWT. Seorang muslim yang jujur dan faham dalam keimanan dan keislamannya, dia pasti menyadari bahwa hidup ini adalah ma’rakah (pertarungan, pejuangan). Yaitu, perjuangan untuk mempertahankan keimanan kita. Karena dengan keimanan itulah, kita akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sehingga, kita dianggap sukses oleh Allah SWT, ketika senantiasa dalam keadaan Islam. Makanya Allah berpesan, dan pesan ini sering diulang-ulang oleh khatib ketika shalat jum’at:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam (Ali ‘Imran: 102)
Tetapi, dalam kenyataannya tidak semua orang yang mengaku beragama Islam, mati dalam keadaan Islam. Tidak sedikit yang beragama Islam secara dzahir (lahir), tetapi dia mati justru ketika berbuat maksiat, mati ketika dia minum narkoba, over dosis, na’udzubillah, atau mati ketika berbuat zina, dan dia katanya beragama Islam. Atau mati ketika bertengkar dengan sesama muslim, dan katanya juga beragama Islam. Inilah realitas yang ada, meskipun semoga tidak banyak.
Pengertian Nifaq
Apa yang menjadikan seseorang itu imannya terancam, imannya tidak benar, dan imannya rusak? Ternyata, ada sekian banyak virus (penyakit) yang dapat merusak keimanan seseorang. Dan virus yang paling dahsyat diantara yang dahsyat adalah annifaaq. Orangnya (pelakunya) disebut munafiq. Secara bahasa, nifaq itu diambil dari kata an-naafiqaa. Nafiqa adalah seekor binatang yang ada di padang pasir. Dia masuk kedalam tanah dari satu lobang, dan keluar dari lobang yang lain. Orang Indonesia, menyebutnya “bunglon”, yaitu makhluk yang punya 2 (dua) wajah. Ketika berada di masjid, kelihatan jelas keislamannya. Tetapi didalam kegiatan yang lain (di luar masjid),misalnya didalam kehidupan ekonomi, budaya, dan kehidupan politiknya, ternyata memakai program (sistem) yang lain, bukan program Islam.Dalam istilah agama, yang disebut nifaq atau munafiq adalah “sesorang yang (yuth hirul islam, wa yubtinu al-kufra) memperlihatkan ke-Islam-annya (dia shalat,sedekah, haji dan juga umrah), tetapi ternyata dia menyembunyikan kekufuran.”Sehingga, keislamannya hanya untuk pergaulan di masyarakat, tetapi hatinya sangatmembenci Islam, dan di hatinya menyembunyikan kekafiran.
Bahaya Nifak
Pertama, untuk konteks dunia, nifaq atau munafiq itu merusak Islam. Dimana letak merusaknya terhadap Islam? Karena dia mengaku beragama Islam—dan ini diketahui oleh dunia, baik oleh orang yang beriman atau pun oleh orang kafir. Tetapi perbuatannya bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga yang terjadi adalah “merusak Islam.” Karena seperti kita ketahui, bahwa “orang munafik itu, kalau berbicara suka bohong, kalau berjanji tidak ditepati dan kalau diberikan amanat , dia berkhiyanat.
Ada enggak orang Islam yang seperti ini? (banyak...) Coba, seandainya ada sesorang yang (mulai) tertarik pada Islam (misalnya dia masih kafir), kemudian dia melihat orang Islam yang seperti itu—seorang yang sifat nifaq. Dia mungkin akan berkata, “ngapain saya masuk Islam? tuh lihat, orang Islamkan seperti itu, nggak ada bedanya dengan yang bukan orang Islam. Sehingga kehadiran orang munafiq itu merusak Islam. Makanya dalam al-Quran, sangat berat murka dan kebencian Allah bagi orang yang mengatakan sesuatu, termasuk mengatakan beragama Islam, tetapi tidak berbuat.
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
(Ash-Shaff: 3)
Sehingga nifaq adalah zarimah ijtimaiyah, kriminal dalam kehidupan masyarakat. Karena, suatu masyarakat tidak akan aman ketika diisi oleh pembohong, pendusta, atau pengkhiyanat. Pertanyaannya, kalau di negara ini ada penghiyanat negara, hukumannya ringan atau berat? (Berat...) Itu baru ketika negara yang dikhiyanati. Betapa beratnya kalau yang dikhiyanat itu adalah yang menciptakan negara, yaitu Allah swt. Makanya negara tidak akan aman kalau banyak orang munafiq.“Nanti kalau saya naik (menang menjadi pejabat, peny), lihat.... jalan-jalan akan diaspal semua, sekolah diberikan secara gratis, para intelektual mendapat tunjangan sebesar 5 ratus ribu, guru ngaji yang tidak dapat gaji, nanti kita bayar 500 ribu.” Setelah jadi (naik jadi pejabat, peny.) ternyata tidak ada. Makanya, rusak lah kalau sudah begini keadaannya, sehingga mucullah saling menghujat, dan saling mendemo.
Kedua, bahaya nifak adalah bahwa orang munafik—di akhirat nanti—itu di neraka yang paling bawah. Artinya, siksanya jauh lebih berat dari pada orang kafir. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (An-Nisa:145)
Kalau orang kafir, siksanya cukup di neraka saja, sedangkan munafik itu,fiddarqil asfal. Asfal artinya isim tafdhil dari kata as-sufla. Sehingga asfal, artinya bagian yang paling bawah. Berarti siksanya lebih pedih dari pada orang kafir.
Urgensi Tema An-Nifaq
Pertama, agar kita diselamatkan oleh Allah SWT dari sifat nifaq. Kenapa kita takut terhadap sifat ini? Karena tidak ada jaminan (satu pun ayat atau hadits) yang mengatakan, misalnya “Wahai anggota jama’ah pengajian masjid al-Ittihad, kamu sudah dijamin oleh Allah, tidak termasuk orang munafiq” Ada Pak, Bu jaminan seperti itu? Berarti, kita semua tidak ada yang menjamin bahwa kita tidak munafiq.
Kedua, ternyata orang yang belajar agama, orang yang tahu dan bisa bahasa Arab dengan fasih, belum tentu selamat dari nifaq. Jadi orang yang belajar Islam, tidak bebas dari kemungkinan sifat nifaq ini. Bapak-bapak dan Ibu-ibu tahu, siapa BMI (Bapak Munafik Internasional)? Namanya Abdullah Ibn Ubay Ibn Salul, dialah ketua munafik pada zaman Nabi, dia adalah orang Madinah. Kira-kira, penguasaan bahasa Arabnya pinter mana dia dengan jama’ah masjid Al-Ittihad? (Pinteran dia....). Dia mendengarkan ceramah Rasulullah, “sering mana dia dengan kita?” Kita pernah mendengarkan ceramah Rasulullah? (Tidak pernah). Karena kita tidak hidup pada zaman Nabi, paling-paling kita membaca haditsnya. Abdullah Ibn Ubay bukan sekedar pernah, tetapi sangat sering. Karena dia tinggal di Madinah bersama Nabi.Ternyata orang yang membangun masjid sendirian pun belum tentu aman dari munafik. Ada diantara Ibu atau Bapak yang membangun masjid sendirian? Mungkin ada ya... Tetapi kebanyakan kita patungan. Abdullah Ibn Ubay membangun masjid dhirar (sendirian). Seperti disampaikan dalam al-Qur’an:
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. (At-Taubah: 107)
Masjid dhirar merupakan tandingan terhadap masjid Nabawi. Artinya, dia (Abdullah Ibn Ubay Ibn Salul) tidak selamat dari virus nifak, bahkan menjadi BMI. Apalagi saya, yang tidak kuat membangun masjid, yang tidak bertemu Nabi, dan bahasa Arabnya cuma bisa sedikit. Berarti logikanya, kita harus lebih takut terkena virus nifak.
Ketiga, Umar Ibn Khattab ra, sebagai shabat terbaik ke-2 setelah Abu Bakar. Kita tahu bahwa Umar adalah termasuk 10 sahabat yang pasti masuk surga, tetapi ternyata masih takut terkena virus nifak. Dia mendatangi intelejen Rasul. Artinya waktu itu Rasul juga punya intel, tetapi intelnya rasul itu untuk “menginteli” orang kafir. “Kalau intel di negara kita, ngintelin siapa Pak? Ngintelin anggota pengajian atau siapa...? Kebanyakan
intelijen di negara kita ini berpihak kepada Allah atau orang kafir?” Makanya yang banyak ditangkapin itu orang yang agamanya selalu Islam. Di zaman Rasul, intel itu untuk menginteli orang kafir agar tidak membahayakan Islam, negara dan rakyatnya. Khuzaifah (nama intel tersebut) adalah orang yang mempunyai daftar nama-nama orang munafiq. Jadi, ketika Nabi SAW meninggal, yang tahu nama-nama munafiq tersebut
adalah Khuzaifah, (tentu saja setelah Allah SWT dan Rasulllah SAW). Umar penasaran, dan takut kalau-kalau dalam daftar tersebut ada namanya. Padahal, beliau sudah dijamin masuk sorga.
Berarti kita semua harus lebih takut terkena virus nifaq dibanding Umar. Padahal orang sebaik itu, yang saking kuatnya keimanannya, jangankan orang kafir, setan dan iblis saja takut kalau ada Umar. Ternyata Umar yang seperti itu masih takut terhadap nifaq (munafiq).
Keempat, di dalam Hadits Ibn Abi Ubaikah mengatakan: “... aku temukan 30 sahabat—beliau adalah seorang tabi’in—semuanya takut terhadap nifaq.” Angka 30 pada zaman Rasul itu banyak, karena selama Rasulullah berdakwah di Makkah (kuranglebih 13 tahun), anggota pengajiannya (orang yang beriman) tidak lebih dari 100 orang, atau malah di bawah itu. Tetapi dengan keseriusan, kesungguhan perjuangan dan totalitas dakwah mereka, kemudian berkembang ke seluruh dunia, sampai di bumi Allah, Cibubur ini.
Itulah berkah perjuangan mereka, yang dilakukan dengan tidak menggunakan
tenaga sisa, waktu sisa, dan uang sisa. “Pak, pengajian sekarang ini menggunakan pengorbanan atau menggunakan waktu sisa?” Semoga merupakan pengorbanan (dan bukan menggunakan waktu sisa, peny.). Ketika dilakukan dengan pengorbanan yang betul-betul, hasilnya bisa maksimal. Tetapi, bila kita berjuang dengan modal “dari pada” hasilnya dapat sedikit. “Pak kok tumben hadir (ke pengajian), biasanya nggak kelihatan? “iya nih Ustadz, dari pada di rumah nggak ada acara.” Kalau modalnya “dari pada” dapat hasilnya sedikit. Para sahabat itu kalau ngaji, tidak “dari pada.” Itu pun mereka masih takut menjadi orang munafiq. Para sahabat, yang gurunya Rasulullah SAW saja takut terhadap munafiq, dan bahkan ketika Rasulullah masih hidup, orang munafik juga sudah banyak—bahkan sampai bisa membangun masjid. Kalau di zaman itu saja orang munafik sudah banyak. “Kira-kira logikanya, di zaman sekarang, tidak ada atau lebih banyak (orang munafik, peny.)? (Banyak...). Berarti kesungguhan kita untuk melihat diri kita masing-masing “apakah diri saya ini mukmin atau munafik” lebih diperlukan dari pada mereka (para sahabat).
Sifat-sifak Munafiq
Apa saja sifat-sifat nifak atau munafik itu? Supaya kita semuanya dijauhkan dari virus tersebut. “Betapa Allah SWT sayang kepada hambanya, kaum muslimin, agar tidak terkena virus nifak, sampai-sampai Allah SWT, ketika menjelaskan sifat-sifat manusia di dunia. Manusia di dunia sejak zaman Rasulullah sampai sekarang bahkan sampai hari kiamat itu hanya terbagi kedalam tiga kelompok.Kelompok pertama, yaitu orang yang benar-benar imanya, di dalam al-Baqarah hanya diterangkan dalam 3 ayat.Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(Al-Baqarah: 2-4)
Golongan kedua, juga tidak ada yang baru sampai sekarang, adalah orang-orang
kafir. Orang kafir juga diterangkan oleh Allah dalam Al-Baqarah, hanya dengan 2 ayat.
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah menguncimati hati dan pendengaran mereka], dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat. (QS Al-Baqarah: 6-7)
Golongan ketiga, yaitu kelompok orang munafik. Ayat yang menjelaskannya panjang sekali, dalam Al-Baqarah dijelaskan dengan 12 ayat, dari ayat 8-20, diantaranya:
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
“Kira-kira apa rahasia matematika Al-Qur’an-nya?” Pada hakikatnya wallahu a’lam, hanya Allah yang tahu.
Orang-orang beriman itu jelas (tanda-tandanya), seperti: dia beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, membayar zakat, dst. Orang kafir juga jelas. Dia tidak mengatakan sebagai “orang beriman.” Diberikan nasehat atau tidak, dia tetap kafir. Sementara, orang munafik itu tidak jelas. Disebut orang kafir, ternyata peci-nya putih, sorbannya besar (dan panjang), bahasa Arabnya lancar betul, sehingga tidak mungkin dia kafir ... Sedangkan disebut orang Islam, kok suka membikin “gemes” orang Islam, membikin bingung orang Islam. Dia lebih dekat dengan orang kafir, dia berkhiyanat kepada umat Islam, tidak senang dengan syariat Allah. Sehingga membingungkan, “apakah dia mukmin atau kafir.” Karena sesuatu itu tidak jelas, maka untuk memperjelasnya, membutuhkan penjelasan yang panjang. Bahkan sampai ada surat khusus, yaitu Al-Munafiqun. Sifat-sifat mereka (orang mnafiq) adalah:
Pertama, orang munafik itu keislamannya hanya sebatas pengakuan. Ketika kita mentadabburi (merenungkan) ayat-ayat Allah, maka orang yang pertama kali tertuduh itu bukanlah orang lain, tetapi justru diri kita sendiri. “Apakah kita ini benar-benar beriman atau tidak?”
Kedua, siapa pun dan bangsa mana pun dia, orang munafiq itu selalu menganggap remeh (melecehkan) terhadap orang Islam, menganggap hina orang Islam, menganggap tidak berpengalaman dan tidak bisa mengurus negara. Dia mengaku beragama Islam, tetapi menganggap temannya sendiri jelek.
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. (Al-Baqarah: 13)
Kira-kira ada tidak, yang demikian? Kalau ada pengajian atau ada Ustadz yang dalam suatu acara menyatakan Allah SWT Berfirman atau Nabi Bersabda, orang munafik berkata “hah... itu kuno, kampungan. Pengajian itu harus mengutif pendapat para pakar, para ahli. Itu baru pengajian yang ilmiah.” Orang munafiq juga menganggap ketika ada Ibu-ibu yang berjilbab, mereka itu sebagai kampungan, eksklusif, dan tidak mau bergaul.
Ketiga, beriman kepada thaghut. Thagha artiya melampaui batas. Menurut ulama tafsir, diantara makna thagha adalah syetan. Karena dia telah melampaui batas. Makna lain dari thaghut adalah as-sahir (tukang sihir), al-kahin (dukun). Karena dia menentang Allah. Yang di Indonesia diilmiahkan menjadi Paranormal. Padahal kata Nabi, “Barang siapa yang datang ke dukun dan percaya kepada ucapannya, maka dia telah kufur terhadap agama Muhammad”. Tetapi dukun di Indonesia ternyata sangat laris. Dan orang munafik itu, hobinya ke dukun.Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Alkitab? mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka Itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (An-Nisa: 51-52)
Jadi, diantara sifat orang munafiq adalah percaya kepada “jibti” dan “thaghut”. Akhirnya mereka itu dilaknat oleh Allah SWT. Meskipun dia orang terkenal, kaya dan juga berpangkat, kehidupannya tidak akan merasa tenang. Laknat itu artinya “diusir dari rahmat Allah”
Keempat. orang munafik itu berhukum kepada thaghut. Allah memberikan sistem kepada kaum muslimin yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Mereka juga sebenarnya tahu. Tetapi, mereka (orang munafiq) mengatakan “ini kan bukan negara Arab atau negara Islam. Ini kan negara orang banyak, masak memakai al-Quran dan as-Sunnah.Mendingan menggunakan hukum bikinan kita sendiri. Ini lebih sesuai dengan kultur dan budaya.” Kira-kira, manusia dengan Allah pinter siapa? Ungkapan tadi—seandainyaada—seakan-akan lebih pinter manusia...
Seolah-olah ketika Nabi menyampaikan al-Qur’an dan Sunnah, keadaan Makah dan Madinah itu semuanya (beragama) Islam. Padahal di Madinah ada Yahudi, di Najran ada Nasrani, di Aqsha ada orang Majusi, di Makah juga ada para penyembah berhala. Mereka juga menyatakan bahwa “Indonesia kan terdiri dari beberapa suku.” Seolah-olah pada zaman Nabi tidak terdiri dari berbagai suku. Padahal di sana juga ada suku Quraisy, Kinanah, Mudhar, Thaif, Bani Tamim dll. Sehingga, sebenarnya tidak ada bedanya, dan tidak ada sesuatu yang baru. Kalau di sini ada banyak suku, di sana juga demikian. Dengan demikian, orang beriman dimana pun berada akan berhukum pada al- Qur’an dan Sunnah,. Sedangkan orang munafik, berhukum pada thaghut Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut. Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 60)
Kelima, orang munafiq adalah yang terdepan di dalam menghalangi pelaksanaan syari’at Allah. Sebagai dalilnya, yang saking jelasnya, tidak membutuhkan tafsir, karena sudah sangat jelas. Kalau sesuatu yang sudah sangat jelas, adanya “penafsiran” malah bisa membuat sesuatu itu kabur (tidak jelas). Misalnya ada pertanyaan, “minum itu apa?” hal itu kan tidak perlu lagi dijelas-jelaskan. Atau, anak kita bertanya, “Pak kenapa sih saya dikawinkan, saya kan masih senang sendirian saja?” padahal usianya sudah 26-an tahun. Apa sih Pak kawin itu. Soal perkawinan ini memang tidak untuk dibicarakan, tetapi untuk diamalkan. Sehingga, sesuatu yang sudah jelas, tidak perlu lagi “dijelasjelaskan”, begitu juga dengan ayat ini. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu Lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An- Nisa: 61)
Nah, inilah beberapa sifat munafiq—tentu saja hanya sebagian kecilnya—yang bisa kita sampaikan pada pengajian kali ini. Tema ini (munafik, peny.) bisa menjadi buku yang tidak kurang dari sekitar 1400 halaman. Judulnya bisa an-Nifaq wal-Munafiqun, begitu dalam buku al-Hayat fil-Qur’an (kehidupan dalam al-Qur’an), yang diantaranya membahas tema kehidupan orang-orang munafiq, yang saya tulis dalam 3 jilid, sekitar 1200 halaman. Begitu juga dalam beberapa buku lain.
Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat, jangan sampai ada orang munafiq, yang memimpin kita, atau jangan sampai mereka menjadi orang yang terdepan.Karena bisa membahayakan. Kita pun kalau menjadi pemimpin—paling tidak menjadi pemimpin dalam rumah tangga—jangan sampai menjadi orang munafiq. Karena, dimana pun di dunia ini, apa pun agamanya, tidak ada seorang pun orang yang mau ditipu,
dibohongi dan dikhiyanati, siapapun dia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nifaq itu adalah “penyakit hati dan penyakit sosial” (yang menjadi musuh seluruh umat manusia). Dengan demikian, tema ini sangat urgen, baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan rumah tangga, dalam berpartai, dalam pemerintahan, dalam berbangsa dan juga bernegara. Wallahu ‘alam
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آل وصحبه أجمعين. {سبحان ربك رب
العزّة عما يصفون، وسلام على المرسلين. والحمد لله رب العالمين}
والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب وصلى الله على سيدنا محمد وعلى
آله وصحبه وسلم تسليما آثيرا دائما أبدا، وحسبنا الله ونعم الوآيل، ولا حول
ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.
Semoga Bermanfaat.
Di kutip dan di tulis oleh ustadz Isur Suryadi, (Imam Rawatib , Masjid Al Ittihad, Bukit Permai, Cibubur, Jakarta Timur) dari rekaman ceramah bulanan tiap Ahad minggu
pertama oleh KH. DR Ahzami Samiun Jazuli MA, Jazakumllah khairan katsiran.
Salam,
Achmad Muzammil
26 Rajab 1428 H / 10 Agustus 2007