Sunday, 8 December 2024
Makna Syahadat Tauhid ( Kajian Kitab Sulam Taufiq Bag 3)
Saturday, 30 November 2024
Al Fatihah Bagian 3
Al Fatihah Bag 3
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
Iyyaka merupakan kata yang menunjuk kepada orang kedua, dalam hal ini yang dimaksud adalah Allah subhanahu wa ta'alla. Sebelum ayat ini, redaksi yang digunakan ayat-yat al-Fatihah semuanya berbentuk kata ganti orang ketiga.
Dengan nama Allah yang Maha Rahman lagi Maha Rahim Segala puji bagi Allah Pemelihara seluruh alam, Yang Maha Rahman lagi Maha Rahim, Pemilik hari Pembalasan.
Tiba-tiba di sini, redaksi diubah kebentuk kata ganti orang kedua: Hanyakepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. ”Ini berarti ayat di atas dengan mengajarkan untuk mengucapkan iyyaka menuntut kita agar menghadirkan Allah dalam benak kita.
Allah Ta’ala menciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya semata tanpa ada sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang taat kepada-Nya akan Allah balas dengan balasan yang sempurna. Sedangkan barangsiapa yang durhaka kepada-Nya niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat keras.
Ibadah yang dilakukan manusia kepada Allah Ta’ala hakikatnya adalah karena kesadaran (asy-syu’ur) terhadap dua hal:
1. asy-syu’ur bikatsrati ni’amillah ( الشعور بكثرة نعم الله ) kesadaran akan banyaknya nikmat-nikmat Allah.
Seorang manusia akan selalu termotivasi untuk melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala jika ia menyadari bahwa seluruh kenikmatan yang dirasakannya selama ini adalah berasal dari Allah Ta’ala.
2. asy-syu’ur bi ‘adzhomatillah ( الشعور بعظمة الله )
(kesadaran akan keagungan Allah).
Seorang manusia pun akan termotivasi untuk melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala jika ia menyadari betapa besar keagungan-Nya. Dialah Allah yang menjadikan bumi sebagai tempat kediaman, Dialah yang menghidupkan manusia di atasnya dan melimpahkan rezeki kepadanya,
Dalam kitab A'lamus Sunnah Al-Mansyuroh li I'tiqodit Thoifah Annajiyah Almanshuroh disebutkan
العبادة هي اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة والباطنة والبراءة مما ينافي ذلك ويضاده
Ibadah adalah sebutan pada setiap perkara yang di cintai dan di ridloi Allah,entah dari ucapan,pekerjaan dhohir maupun batin dan terbebas dari perkara yang bertentangan pada perkara yang dicintai Allah.
Ibadah ini harus di ikhlaskan hanya kepada Allah subhanahu wa ta'alla.
Muhammad Al Ghazali dalam kitabnya Raka’iz al-lman mengemukakan tiga unsur pokok yang merupakan hakikat ibadah atau penghambaan:
1) Si Pengabdi tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya sebagai miliknya, karena yang
dinamai hamba tidak memiliki sesuatu. Apa yang “dimilikinya” adalah milik tuannya.
2) Segala usahanya hanya berkisar pada mengindahkan apa yang diperintahkan oleh siapa yang kepadanya ia mengabdi.
3) Tidak memastikan sesuatu untuk dia laksanakan kecuali mengaitkannya dengan izin dan restu siapa yang kepadanya dia mengabdi.
Ketika seorang menyatakan iyyaka na‘budu maka ketika itu tidak sesuatun apapun, baik dalam diri seseorang maupun yang berkaitan dengannya,
kecuali telah dijadikan milik Allah. Memang, segala aktivitas manusia harus berakhir menjadi ibadah kepada-Nya sedang puncak ibadah adalah Ihsan
Begitu juga kesempurnaan meminta tolong dan mengantungkan pertolongan hanyalah kepada Allah. Seseorang juga menyerahkan seluruh perkara hanya kepada-Nya, serta meyakini bahwa hanya Allah yang bisa memberi kecukupan kepadanya. Hanya Allah saja yang menjadi penyebab utama sesuatu bisa terjadi dan sesuatu tidak terjadi. Maka kesempurnaan ketergantungan hati hanyalah kepada Allah. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَا غُلاَمُ! إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ باِللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
‘Wahai anak muda! Sesungguhnya aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau mau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau mau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Ketahuilah apabila semua umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka pun berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah kering.’” (HR. Tirmidzi)
Manusia terbagi menjadi dua dalam maqam mendapat pertolongan Allah. Maqam yang pertama adalah maqam tajrid dimana Allah memberikan pertolongan tanpa usaha atau sebab. Maqam yang kedua adalah maqam asbab dimana seseorang harus melakukan sebab untuk mendapat pertolongan Allah. Kedua maqam ini tidak permanen, namun Allah mengilirnya atau menetapkan maqam ini sesuai dengan kehendak Allah.
Ketika seseorang meminta bantuan, hal itu berarti bahwa seseorang tidak mampu, tidak dapat atau terhalang, atau sulit meraih apa yang diinginkan , kecuali bila dibantu. Bantuan adalah sesuatu yang dapat mempermudah melakukan sesuatu yang sulit diraih oleh yang memintanya.
Permohonan bantuan kepada Allah adalah permohonan agar Dia mempermudah apa yang tidak mampu diraih oleh yang memohon dengan usahanya sendiri.
Permohonan bantuan itu, bukan berarti berlepas tangan sama sekali. Seseorang masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Selanjutnya pernyataan “Hanya kepada-Mu Kami memohon pertolongan”
mengandung pula makna bahwa kepada selain Allah sang pengucap tidak memohon pertolongan.
Hal ini bukan berarti menafikan perintah-perintah Allah untuk saling tolong menolong. Dalam kehidupan ini, ada yang dinamai
hukum-hukum alam atau “sunnatullah”, yakni ketetapan-ketetapan Tuhan yang lazim berlaku dalam kehidupan nyata, seperti hukum-hukum sebab dan akibat. Manusia mengetahui sebagian dari hukum-hukum tersebut. Misalkan seorang yang sakit. Ia lazimnya dapat sembuh apabila berobat dan mengikuti saran-saran dokter. Di sini dianjurkan untuk meminta pertolongan dokter. Tetapi kita tidak boleh menganggap bahwa dokter atau obat yang diminum yang menyembuhkan penyakit yang diderita itu. Tidak! Yang menyembuhkan adalah Allah Subhanahu wata'alla. Kenyataan menunjukkan bahwa seringkali dokter telah
“menyerah” dalam mengobati seorang pasien bahkan telah memperkirakan batas waktu kemampuannya bertahan hidup. Namun dugaan sang dokter tersebut meleset, bahkan si pasien tak lama kemudian segar bugar. Apa arti
itu semua? Apa yang terjadi di sana? Yang terjadi bukan sesuatu yang lazim.
Ia tidak berkaitan dengan hukum sebab dan akibat yang selama ini kita ketahui.
Jika demikian, dalam kehidupan kita di samping ada yang dinamai
sunnatullah yakni ketetapan-ketetapan Ilahi yang lazim berlaku dalam
kehidupan nyata seperti hukum sebab dan akibat, dan ada juga yang dinamai
‘inayatullah yakni pertolongan dan bimbingan Allah di luar kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Ini dalam bahasa al-Qur’an dinamai dengan madad.
Namun secara tegas ayat ini menyatakan bahwa hati kita harus mengantungkan pertolongan dalam segala Aktifitas hanya kepada Allah.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa nun dalam kalimat tersebut memang jamak.
Hal ini menginformasikan tentang kaum Mukmin yang tengah menyembah Allah
dan meminta pertolongan kepada-Nya, sedangkan orang yang melakukan shalat adalah bagian dari mereka. Hal ini menunjukan kerendahan diri seorang mukmin sehingga dia malu menghadap sendiri kepada Allah, namun kemudian merasa menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang menyembah dan meminta kepada Allah.
Temanggung, 28 Jumadal Ulla 1446
Ta' Rouf Yusuf
Saturday, 26 October 2024
Al Fatihah Bagian 2
Thursday, 17 October 2024
Kewajiban Pertama Seorang Mukalaf (Kajian Sulam Taufiq Bagian 2)
Bab Ushuluddin
بابُ أُصُولِ الدِّينِ
فَصْلٌ: في الواجِبِ على كُلِّ مُكَلَّفٍ
يَجِبُ على كافَّةِ المُكَلَّفِينَ الدُّخُولُ في دِينِ الإسْلام، والثُّبُوتُ فيه على الدَّوام، والْتِزامُ ما لَزِمَ عليه مِنَ الأحْكام.
Pasal Yang Wajib bagi Setiap Muslim Mukallaf
Setiap orang yang mukallaf (baligh dan berakal)* wajib masuk kedalam agama islam** dan menetap selama-lamanya serta beriltizam menjalankan semua hukum-hukumnya.***
----
* Mukalaf adalah orang yang baligh dan berakal.
Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عن النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Diangkat pena (beban dosa) dari tiga macam, orang tidur sampai bangun. Anak kecil sampai bermimpi (balig) dan orang gila sampai berakal (sembuh).” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Telah ada dalam ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (4/36), “Jumhur ulama fikih berpendapat bahwa sisi pembebanan kewajiban pada seseorang adalah balig bukan tamyiz (bisa membedakan baik dan buruk). Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buruk tidak diwajibkan atas suatu kewajiban. Dan tidak dihukum karena meninggalkan sesuatu dari kewajiban itu. Atau melakukan suatu yang diharamkan nanti di akhirat. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
“Diangkat pena (beban dosa) dari tiga macam, orang tidur sampai bangun. Anak kecil sampai bermimpi (balig) dan orang gila sampai sembuh.”
Telah ada juga, “Para ulama fikih bersepakat (ijma’) bahwa akal adalah tempat gantungan suatu kewajiban kepada seseorang. Maka tidak diwajibkan ibadah baik shalat, puasa, haji, jihad atau ibadah lainnya bagi orang yang tidak berakal seperti gila meskipun dia muslim balig.
Baligh
Yang perlu diketahui seorang anak bisa dihukumi baligh, apabila sudah memenuhi salah satu dari empat tanda-tanda baligh yang akan kami uraikan di bawah ini:
1. Genap berumur 15 tahun qomariyah/hijriyah bagi laki-laki atau perempuan
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar, tatkala beliau diajukan kepada Nabi Shalallahu alaihi wa sallam untuk ikut berperang dalam perang Uhud saat masih berusia 14 tahun. Namun Nabi tidak merestui, karena menganggapnya belum baligh. Kemudian pada perang Khandaq, Ibnu Umar diajukan kembali kepada Nabi. Untuk ikut berperang, saat berusia 15 tahun. Karena Nabi menganggapnya sudah baligh, maka beliau merestuinya.
Dari hadits di atas, Ulama merumuskan bahwa bila seorang anak laki-laki atau perempuan berumur 15 tahun, maka dihukumi baligh. Sedangkan cara penghitungannya, dimulai dari terpisahnya anak dari kandungan sang ibu sampai genap umur 15 tahun hijriyah dengan hitungan pasti. Oleh karena itu, jika kurang satu hari saja, seorang anak belum bisa dihukumi baligh.
Dalam penentuan umur baligh ini, yang dijadikan pijakan adalah penanggalan hijriyah, bukan penanggalan masehi. Dengan demikian, sudah seharusnya bagi orang tua untuk membiasakan diri menggunakan penanggalan hijriyah dalam menulis hari kelahiran bayi. Bukan dengan penanggalan masehi.
2. Keluar sperma pada saat minimal usia 9 tahun hijriyah bagi laki-laki atau perempuan.
Tanda-tanda baligh selanjutnya bisa diketahui dengan keluarnya sperma. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. dalam QS. An-Nur ayat 59:
وَإِذَا بَلَغَ الأَطْفَالُ مِنْكُمُ الحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا
“Dan apabila anak-anakmu sekalian telah mancapai baligh (keluar sperma), maka hendaklah mereka minta izin”.
Dan hadits Nabi Saw.:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاثَةِ : عَنِ الصَّبِيَّ حَتَّى يَخْتَلِم
“Tuntutan untuk mengamalkan syari’at tidak diberlakukan bagi tiga orang: (salah satunya) bagi anak kecil sampai dia keluar sperma.” (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi)
Dari ayat dan hadits tersebut, Ulama merumuskan bahwa keluar sperma adalah salah satu tanda baligh bagi laki-laki atau perempuan. Keluar sperma bisa menjadi salah satu tanda baligh apabila anak laki-laki atau perempuan sudah berumur 9 tahun dan sperma sudah yakin terasa keluar, walaupun tidak terlibat dari luar kemaluan. Namun ia tidak dihukumi junub, kecuali apabila sperma sudah terlihat dari luar. Jika belum genap umur 9 tahun, maka seorang anak tidak bisa dihukumi baligh.
3. keluar darah haid bagi wanita
Ketika seorang wanita pertama kali mengalami haid, maka mulai saat itu ia dihukumi baligh.
4. Hamil / Melahirkan
Pada hakikatnya hal ini bukanlah menjadi salah satu tanda baligh bagi wanita. Akan tetapi yang menjadi tanda baligh adalah keluarnya sperma yang ditandai dengan adanya melahirkan, sebab kehamilan tidak bisa diyakini keberadaannya kecuali setelah melahirkan. Ketika wanita sudah melahirkan, maka wanita tesebut dihukumi baligh semenjak 6 bulan lebih sedikit sebelum melahirkan. Mengapa 6 bulan? karena usia ini adalah usia kehamilan prematur yang di simpulkan olaeh ulama. Para ulama mengambil kesimpulan bahwa bayi prematur batasannya adalah 6 bulan. Berdasarkan ayat Al-Quran.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al Baqarah: 233)
Kemudian ayat lainnya, tentang waktu total hamil dan menyusui,
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً
“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”. (QS. Al-Ahqaf: 15)
Maka batas minimal bayi bisa lahir adalah:
30 bulan – 24 bulan [2 tahun]= 6 bulan
Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan surat Al-Ahqaf ayat 15,
وقد استدل علي، رضي الله عنه، بهذه الآية مع التي في لقمان: {وفصاله في عامين} [لقمان: 14] ، وقوله: {والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة} [البقرة: 233] ، على أن أقل مدة الحمل ستة أشهر، وهو استنباط قوي صحيح. ووافقه عليه عثمان وجماعة من الصحابة، رضي الله عنهم.
“ Ali radhiallahu ‘anhu berdalil bahwa ayat ini [Al-ahqaf: 15] bersama ayat dalam surat surat Luqman {“dan penyapihannya selama dua tahun”} dan surat firman-Nya {“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”} [AL-Baqarah: 223] bahwa batasan minimal lama waktu kehamilan adalah 6 bulan. Ini adalah kesimpulan yang kokoh dan shahih. Disepakati oleh Ustman dan sejumlah sahabat radhiallhu ‘anhu.”
** Secara bahasa, Al-Islam diambil dari akar kata salima yang terbentuk dari huruf siin, laam, dan miim. Dari akar kata ini kita dapati kata-kata:
1. Islaamul wajhi yang berarti menundukkan wajah. Hal ini dilakukan ketika seseorang mengakui kebesaran pihak lain dan rendah hati di hadapannya.
2. Al-Istislaam yang berarti berserah diri. Hal ini dilakukan ketika orang yang sudah kalah atau merasa lebih aman kalau tidak menentang.
3. As-Salamah yang berarti keselamatan, kebersihan, atau kesehatan
4. As-Salaam yang berarti selamat dan sejahtera
5. As-Salm atau as-Silm yang berarti perdamaian atau kedamaian.
Ketika seseorang menundukkah wajahnya kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, pada saat itulah ia bersih dari kesombongan. Jika itu yang ia lakukan, ia akan merasakan kedamaian hidup dalam naungan-Nya, terjamin kehidupannya, terbebas dari cemas dan takut.
Nama agama Islam tidak berdasarkan pada pembawa atau tempat diturunkannya, atau nama-nama lainnya. Islam diambil dari sikap yang harus dilakukan penganutnya. Dengan sikap itu, mereka akan mendapat dan menebarkan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh alam. Dalam al-Qur’an, as-Sunnah, literatur-literatur Islam, kita akan mendapati bahwa kata al-Islam memiliki banyak makna sesuai dengan konteks pembiaraannya.
Di antara makna-makna itu adalah:
1. Al-Khudhu’ (Ketundukan)
“Semua yang ada di langit dan di bumi, tunduk dan patuh kepada Allah baik dengan suka rela maupun terpaksa.” (Ali ‘Imraan: 83)
Demikian pula sikap orang-orang Islam kepada Allah dan Rasul-Nya,
“Kami mendengar dan kami patuh.” (an-Nuur: 510)
2. Wahyu Allah
Islam identik dengan kitab sucinya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi penjelasnya. Keduanya merupakan wahyu ilahi yang diberikan kepada para rasul dan harus dipegang teguh oleh umat Islam agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana tersebut dalam surah al-Anbiyaa’: 7 atau an-Najm: 4
3. Diinul anbiyaa’ wal Mursaliin (Agama para Nabi dan Rasul)
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Kami para nabi adalah saudara seayah karena pangkal agama kami satu.” (HR Bukhari)
Kaum muslimin mengimani kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Semua Nabi dan semua Rasul, tidak membeda-bedakan di antara mereka. Sebagaimana tersebut dalam surah Ali ‘Imraan: 84.
4. Ahkamullah (Hukum-hukum Allah)
Disebut ahkamullah karena Islam adalah sitem hukum yang memuat hukum-hukum Allah yang terkandung di dalam al-Qur’an, sunnah, ijma’ maupun qiyas. Sebagaimaan tersebut dalam surah al-Maidah: 4850
5. Ash-Shirath al-Mustaqiim (jalan yang lurus)
Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang lurus di antara sistem-sistem lain yang bengkok. Islam lurus karena ia adalah sistem Allah yang didasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya yang Mahaluas. Sedangkan sistem lain didasarkan pada pengetahuan manusia yang serba terbatasa dan tidak terlepas dari nafsu/kepentingan. Sebagaimana tersebut dalam surah al-An’am: 153.
6. Salamatud dunya wal aakhirah (keselamatan dunia dan akhirat)
Kebaikan hidup orang muslim (yang diperoleh karena Islam) dapat dirasakan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana tersebut dalam surah an-Nahl: 97.
Karena itu Islam kemudian menjadi sistem yang paling unggul. Ia adalah sistem yang dibawa para nabi berdasarkan wahyu Allah. Hukum-hukum yang ada di dalamnya adalah hukum Allah yang bebas dari keragu-raguan dan keterbatasan.
*** Hukum Syar'i terbagi menjadi lima :
1. Wajib : sesuatu yang apabila dikerjakan akan
mendapat pahala dan bila ditinggalkan akan mendapat dosa.
2. Haram: sesuatu yang apabila dikerjakan akan
mendapat dosa dan bila ditinggalkan akan mendapat pahala.
3. Makruh : sesuatu yang ditinggalkan mendapat pahala sedang bila dikerjakan tidak mendapat dosa.
4. Sunnah : sesuatu yang bila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa.
5. Mubah : sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan.
Monday, 7 October 2024
Muqodimah Sulam Taufiq (Kajian Sulam Taufiq Bagian 1)
Saturday, 5 October 2024
Al Fatihah ( Bagian 1)
Nama Nama Al Fatihah
Berdasarkan keterangan para Ulama
bahwa Al Fatihah memiliki banyak nama yang hal tersebut menunjukkan keagungan surat ini di dalam Islam. Namun para Ulama berbeda pendapat mengenai berapa sebenarnya jumlah nama dari surat Al Fatihah.
Al Imam As Suyuthidalam karyanya Al Itgon fi 'Ulumil Qur'anmenyebutkan bahwa jumlah nama dari Al Fatihah adalah berkisar pada dua puluhan nama. Sedangkan Al Fairuz Abadi dalam kitabnya Basoir Dzawit Tamyiz fi Latoifil Kitabil 'Aziz berpendapat bahwa al-Fatihah memiliki hampir tiga puluh nama. Di antara nama nama nya adalah :
1. Fatihatul-kitab (Pembuka Kitab)
‘Ubadah bin Shamit meriwayatkan hadis yang termaktub dalam kitab Shahain. Rasulullah shalallahualaihi wa sallam bersabda,
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surah Alfatihah). (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi dasar kewajiban membaca surah Al-Fatihah ketika salat, sekaligus validasi atas penamaan surah ini dengan Fatihatul Kitab atau al-fatihah. Dalam hal ini, al-Hafizh Ibnu Rajab menyebutkan tiga motif di balik penyematan nama ini.
Pertama, karena surah ini sebagai pembuka bagi surah-surah Al-Quran. Hal itu ditinjau dari aspek urutan penyusunan surah dalam Al-Quran dan juga dari aspek urutan surah Al-Quran yang dibaca dalam salat.
Kedua, karena ungkapan tahmid (alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin) pada bagian awal surah ini, menjadi ungkapan pembuka setiap kalam atau perkataan.
Terakhir, karena surah Alfatihah merupakan surah yang pertama kali turun dari langit.
Lalu, Imam ats-Tsa’labi (w. 429 H) menambahkan, bahwa alasan dinamakan Faatihatul-kitab lantaran surah ini dimulai dengan ayat pertama berupa basmalah, yang merupakan pembuka segala perkara baik yang diharap-harap keberkahannya.
2. Ummul Kitab, Ummul Quran
Dari ibunda ‘Asiyah;
قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ صَلَاةٍ لَا يُقْرَأُ فِيهَا بِأُمِّ الْكِتَابِ فَهِيَ خِدَاجٌ
‘Aisyah berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Setiap salat yang di dalamnya tidak dibacakan Ummul-kitab (surah Alfatihah), maka salat tersebut kurang’.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah).
Dari Abu Hurairah;
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي
Rasulullah saw. bersabda, “Al-Hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin (surah Alfatihah) adalah Ummul-qur’an, Ummul-kitab, dan as-Sab’ul-matsani.” (HR. Imam Abu Daud).
3. Sab'ul Matsani
Disamping hadits di atas dalam Al Quran Allah nerfirman:
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَٰكَ سَبْعًا مِّنَ ٱلْمَثَانِى وَٱلْقُرْءَانَ ٱلْعَظِيمَ
'Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung." ( Al Hijr 87)
4. Al Quranul Adzim
Rasulullah beraabda:
وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ
Sesungguhnya dia adalah tujuh (ayat) yang diulang-ulang dan Al-Quran nan agung, yang diberikan padaku. (HR. Tirmidzi).
5. As Sholat
Di dalam sebuah hadits disebutkan :
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ:{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ:{ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ:{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ اللَّهُ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ:{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ:{ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia mohonkan. Maka ketika hambaku berkata:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(Segala Puji Hanya Bagi Allah, Tuhan semesta alam). Allah Subhanahu wa ta'alla berfirman:
حَمِدَنِي عَبْدِي
(Hambaku telah memuji-Ku)
dan ketika seorang hamba berkata:
الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
ِ(Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)
Allah ‘Subhanahubwa ta'alla berfirman:
أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي
(Hambaku telah memujiku)
dan ketika seorang berkata:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
(Yang Menguasai di Hari Pembalasan),
Allah berfirman:
مَجَّدَنِي عَبْدِي
(Hambaku telah memuliakan Aku).
dan ketika seseorang berkata:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين
ُ(Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan),
Allah Subhanahu wa ta'alla pun berfirman:
هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل
(ini adalah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya).
dan saat berkata:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين
(Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat ),
Allah pun berfirman:
هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل
َ(Ini adalah bagi hambaku, dan bagi hambaku apa yang dia pinta). (HR Muslim).
6. Ar Ruqyah
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانُوا فى سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَىٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ. فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». ثُمَّ قَالَ « خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ »
Bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu berada dalam safar (perjalanan jauh), lalu melewati suatu perkampungan Arab. Saat itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu.
Penduduk kampung tersebut lantas berkata kepada para sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah (melakukan pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an, -pen) karena pemimpin kampung ini tersengat binatang atau terserang demam.”
Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya, ada"
Lalu, salah seorang sahabat pun mendatangi pemimpin kampung tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surah Al-Fatihah.
Akhirnya, pemimpin kampung tersebut sembuh. Lalu, yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor (dalam riwayat lain potongan daging) kambing, namun ia enggan menerimanya -dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lalu, ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau.
Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah, kecuali dengan membaca surah Al-Fatihah saja.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al-Fatihah adalah ruqyah?”
Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. As Syifa
Nama Asy Syifa bermakna penawar. Nama ini
diambil dari sebuah hadis yang diriwayatkan di
dalam sunan Ad Darimi dari sahabat Abu Sa'id Al Khudri secara marfu', dikatakan:
فَاتِحَةُ الْكِتَابِ شِفَاءً مِنْ كُلِّ سُمَّ
"Al Fatihah sebagai syifa (penawar) dari segala
racun" (HR. At Tirmidzi dan Al Hakim).
8. Suratul-hamdi (Surah al-Hamdu)
Nama ini merupakan penisbatan kepada penggalan awalnya, yaitu ayatnya yang berbunyi alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin. Sebagai contohnya hadis dari ‘Aisyah,
قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ وَيَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَيَخْتِمُهَا بِالتَّسْلِيمِ
‘Aisyah berkata, “Rasulullah sahalallahu alaihi wa sallam mengawali salat dengan takbir (takbiratul ihram), membuka bacaan dengan membaca alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin (surah Alfatihah), dan mengakhirinya dengan salam”. (HR. Imam ad-Darimi).
9. Al-Wafiyah (Penyempurna)
Penyematan nama ini salah satu dasarnya bersumber dari keterangan salah seorang ahli hadis bernama Sufyan bin ‘Uyainah (w. 198 H). Sebagaimana keterangan Imam ats-Tsa’labi dalam kitabnya, al-Kasyaf wa al-Bayan (1/127).
10. Al-Asas (Asal/Dasar Segala Sesuatu)
Keterangan tentang nama ini juga disebutkan oleh Imam ats-Tsa’labi dalam al-Kasyaf wa al-Bayan (1/128), yang bersumber dari sahabat bernama Ibnu ‘Abbas.
11. Al Kafiyah
Al Kafiyah bermakna sesuatu yang mencukupi.
Nama ini disebutkan oleh sebagian ulama berasaldari sebuah hadis mursal:
القُرْآن عِوَضٌ مِن غَيْرِها وليسَ
غَيْرُها منها عِوضًا
"Ummul Quran lah yang menjadi pengganti dari yangselainnya, sedangkan yang lainnya tidak dapat menggantikannya" (HR. Ahmad dan Muslim).
Nama-nama lainnya
Selain itu terdapat beberapa nama lainnya yang
disebutkan oleh Fairuz Abadi dalam karyanya
Basha'ir Dzawit Tamyiz fi Lathaifil Kitabil 'Aziz tanpabeliau menyebutkan dalil yang melandasinya,diantaranya Surotuts Tsana' (Surat Sanjungan).
Al Imam As Suyuthi dalam karyanya Al Itqon fi 'Ulumil Qur'an juga menyebutkan nama lainnya tanpa menyebutkan nash yang jelas, diantaranya:Al Kunz (Perbendaharaan), An Nur (Cahaya), Surotus Syukr (Surat Sukur).
Ibnu Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad jilid 4, [Beirut, Jamiul al Huquq Mahfuzohi Lin Nasir, 1998] halaman 347 mengatakan bahwa Al-Fatihah adalah penyembuh sempurna, obat bagi orang yang sakit, dan juga kunci sukses bagi orang yang ingin berusaha. Seyogianya diamalkan dan dibaca seorang Muslim;
[فاتحة الكتاب، وأم القرآن، والسبع المثاني، والشفاء التام، والدواء النافع، والرقية التامة، ومفتاح الغِنَى والفلاح، وحافظة القوة، ودافعة الهم والغم والخوف والحزن؛ لمن عرف مقدارها وأعطاها حقها وأحسن تنـزيلها على دائه وعرف وجه الاستشفاء والتداوي بها والسر الذي لأجله كانت كذلك. ولما وقع بعضُ الصحابة على ذلك رَقى بها اللديغَ فبَرَأَ لوقته، فقال له النبي صلى الله عليه وآله وسلم: «وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ
"Al Fatihah itu pembuka Al-Qur'an, ibu dari Al-Qur'an, tujuh yang diulang-ulang, penyembuhan yang sempurna, obat yang bermanfaat, ruqyah yang sempurna, kunci kekayaan dan keberhasilan, penjaga kekuatan, pengusir kegelisahan, kecemasan, ketakutan, dan kesedihan; bagi mereka yang memahami nilainya, memberikan haknya, dan mengamalkan penggunaannya dengan baik dalam mengobati penyakitnya, serta mengenal rahasia di baliknya. Ketika salah seorang Sahabat Rasulullah mendapatkan gigitan, beliau memakai ruqyah ini dan sembuh dalam waktu singkat. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, 'Bagaimana engkau tahu bahwa ini adalah ruqyah?”
Basmallah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Dalam kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani radhiallahu anhu memberikan analisa secara bahasa tentang makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ب, اسم dan الله. Kata ب bi memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab :
1. Mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki jarak.
2. Mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu
3. Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu
Kata ism secara sederhana diartikan sebagai nama.
Kata (اسم) isim terambil dari kata ( المسو ) as-sumuw yang berarti tinggi,
atau (المسة ) as-simah yang berarti tanda. Memang nama menjadi tanda bagi
sesuatu serta harus dijunjung tinggi. Kini timbul pertanyaan: “kalau memang
kata isim demikian itu maknanya dan kata Bismi seperti yang diuraikan di
atas maksudnya, maka apa gunanya kata isim disebut di sini. Tidak
cukupkah bila langsung saja dikata Dengan Allah? Sementara ulama secara
filosofis menjawab bahwa ism menggambarkan substansi sesuatu, sehingga
kalau di sini dikatakan Dengan nama Allah maksudnya adalah Dengan Allah.
Kata isim menurut para ulama digunakan di sebagai penguat. Dengan
demikian, makna harfiah dari kata tersebut tidak dimaksudkan di sini.
Penulisan kata (بسم) “bismi” dalam Basmalah tidak menggunakan
huruf “alif” berbeda dengan kata yang sama pada awal surah Iqra’, yang
tertulis dengan tata cara penulisan baku yakni menggunakan huruf Alif
(باسم). Hal ini menjadi pembahasan ulama. Ada yang mengatakan bahwa basmallah adalah lafadz yang sering di sebut sehingga agar ringan. Ada yang mengatakan bahwa agar huru dalam basmallah agar menjadi 19, yang merupakan jumlah malaikat penjaga neraka, seperti yang disebutkan dalam surat Al Muddatsir ayat 30:
عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَۗ
“Di atasnya ada sembilan bela (malaikat penjaga).” sehingga orang yang membaca basmallah akan terhindar dari siksa 19 malaikat tersebut.
Dalam tafsir Al Misbah disebutkan Rasyad Khalifah berpendapat bahwa ditanggalkannya huruf "alif" pada Basmalah, adalah agar jumlah huruf-huruf ayat ini menjadi sembilan belas huruf, tidak dua puluh. Ini, karena angka 19 mempunyai rahasia yang berkaitan dengan al-Qur'an. Dalam al-Qur'an, kata “isim”, “Allâh”, “ar-Rahmân” dan “ar-Rahîm"mempunyai jumlah yang dapat dibagi habis oleh angka 19 itu. Kata “Isim” dalam al-Qur'an terulang sebanyak 19 kali, kata “Allah” sebanyak 2698 kalı (2698: 19 = 142), “ar-Rahmân” 57 kali (57 : 19 = 3) dan “ar-Rahîm” 114 kali (114 19 6). Seandainya "Bismi" ditulis dengan alif, maka perkalian-perkalian di atas tidak akan terjadi. Ini merupakan salah satu kunci yang menjamin keotentikan al-Qur'an hingga akhir zaman, karena bila terjadi perubahan kata, maka pastilah jumlah kata dan huruf-hurufnya
tidak akan seimbang.
Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa kata Allah tidak
terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk
kepada Dzat yang wajib wujud, yang menguasai seluruh hidup dan
kehidupan dan yang kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi
dan memohon. Tetapi banyak ulama berpendapat bahwa kata Allah asalnya
adalah ( اله ) llah, yang dibubuhi huruf alif dan lam,dan dengan demikian, Allah merupakan nama khusus karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya
sedang llah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk
jama’ (plural) (الهةi ) Alihah. Dalam bahasa Inggris baik yang bersifat umum
maupun khusus, keduanya diterjemahkan dengan god, demikian juga dalam
bahasa Indonesia keduanya dapat diterjemahkan dengan tuhan, tetapi cara
penulisannya dibedakan. Yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil
god/tuhan, dan yang bermakna khusus ditulis dengan huruf besar God/Tuhan. Sedangkan kata Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah. Kata Allah juga mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan makna keesaan pada Allah.
Mufti Shafi Usmani radhiallahu anhu kemudian berpendapat 3 makna kata bismillah dalam kaitannya dengan konotasi kata ba :
1. Dengan nama Allah
2. Dengan pertolongan nama Allah
3. Dengan berkah nama Allah
Dari sini kita bisa mempunyai gambaran bagaimana kuatnya efek dan dampak pengucapan kata bismillah secara signifikan dalam segala pekerjaan yang akan kita lakukan. Dengan mengucapkan bismillah maka kita berharap bahwa Allah, akan bersama sama dengan kita. Selain itu Allah akan menolong dan memberikan berkah dalam proses pekerjaan yang kita lakukan. Seorang ulama besar Sayid Abu Ala Maududi dalam kitab tafsirnya Tafhim Al-Qur’an berpendapat jika seorang muslim melakukan segala sesuatu dengan nama Allah dengan sadar dan tulus maka sudah tentu akan menghasilkan 3 hal yang baik yaitu :
1. Ia akan terlindungi dari kejahatan atau pengaruh buruk, karena dengan melibatkan nama Allah si fulan akan berpikir apakah segala niat dan tindakannnya sudah sesuai dengan standar kebaikan Allah.
2. Dengan menyebut nama Allah akan menciptakan sikap yang benar dan mengarahkan si fulan menuju arah yang benar
3. Ia akan menerima pertolongan dan berkah dari Allah dan terlindungi dari godaan setan
Dengan melibatkan Allah dalam setiap tindakan kita maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah dan hal tersebut ditransformasikan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah Subhanahu wata'alla.
Kata Ar Rahman dan Ar Rahim merupakan bentukan kata dari Ar Rahmah (kasih sayang). Dari kata Ar Rahmah inilah kata Ar Rahman dan Ar Rahim dibentuk untuk menunjukkan bentuk kasih sayang yang sangat besar. Walaupun kata Ar Rahman memiliki makna kasih sayang yang lebih tinggi daripada Ar Rahim. Secara tersirat Ibn Jarir Ath Thabary menyebutkan kesepakatan para ulama dalam masalah ini. Berikut ini beberapa nukilan perkataan para ulama yang menjelaskan perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim :
1. Ibn ‘Abbas mengatakan : “Kedua nama ini adalah nama (yang menunjukkan) kelembutan, namun salah satunya lebih lembut dari yang lainnya –artinya lebih menunjukkan kasih sayang yang lebih besar-.”
2. Abu ‘Ali Al Farisy mengatakan : “Ar Rahman adalah nama yang mencakup segala bentuk rahmat yang hanya khusus dimiliki Allah Ta’ala, sedangkan Ar Rahim adalah (untuk menunjukkan) rahmat dari sisi kaum mu’minin.”
3. Ibn Jarir Ath Thabary meriwayatkan perkataan Al ‘Azramy yang menyatakan : “Ar Rahman adalah (menunjukkan kasih) yang ditujukan untuk semua makhluq, sedangkan Ar Rahim adalah khusus untuk orang-orang beriman.”
Dengan melihat cakupan Ar Rahman yang lebih luas, maka tidak mengherankan bila nama dan sifat ini hanya untuk Allah Ta’ala berbeda dengan Ar Rahim yang terkadang diberikan kepada makhluq seperti ketika Allah menjelaskan bagaimana kasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum beriman, “ wa kaana bil mu’minina rahima.” Tidak dibenarkan siapapun menyebut dirinya sebagai Ar Rahman sebab ia adalah kekhususan Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, Ar Rahman secara khusus disebut dalam perintah berdo’a kepada Allah ;
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu” (Al Isra’ :110)
Dengan mengucap Basmallah berarti kita telah melibatkan Allah Subhanallahu wa Ta’alla dalam setiap tindakan kita, maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah Subhanallahu wa Ta’alla dan hal tersebut diejawantahkan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah Subhanallahu wa Ta’alla wa Ta’alla. Disamping itu juga kita mengharap keberkahan atau berlipatnya kebaikan dari setiap pekerjaan kita dikarenakan ucapan kita membaca basmallah.
Sunday, 29 September 2024
Isti'adzah
Pengantar Pendidikan Akhlak Mulia
Pengantar Tujuan utama di utusnya Nabi Muhammad shallahu alaihi wa salla adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Proses tersebut dilakukan...
-
A. Tadabbur Menurut Bahasa Tadabbur berasal dari kata: تَدَبَّرَ اْلأَمْرَ و َ فِيْهِ : دَبَّرَهُ . Artinya: Tadabbaral Amra wa Fihi : ...
-
Pertanyaan : Ustadz mau tanya hukum lomba burung merpati? Bolehkah? Sapta H Jawab : Di sekitar kita marak sekali lapak balap merpati dan...
-
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (1) قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَ...