Replika Rumah Nabi di Madinah
Pertama, disebut dengan bait seperti yang terdapat dalam surat an-Nahl : 68
وَأَوْحَى
رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ
الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
Artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.”.
Artinya : “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.”.
Bait secara harfiyah berarti tempat bermalam. Rumah
disebut bait karena memang berfungsi bagi pemiliknya untuk tempat bermalam dan
beristirahat dari kesibukan. Hal ini juga sama seperti yang dilakukan binatang,
seumpama burung yang kembali ke sarangnya di sore hari untuk bermalam dan
beristirahat. Di samping itu, rumah dalam bentuk bait juga berfungsi melindungi
pemiliknya dari berbagai gangguan luar, seperti panas, dingin, dan serangan
makhluk lain. Seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah : 125
وَإِذْ
جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا...
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman……”
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman……”
Sebutan lain yang diperkenalkan Allah swt untuk menyebut
rumah adalah maskan. Seperti yang terdapat dalam surat an-Naml : 18
حَتَّى
إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَاأَيُّهَا النَّمْلُ
ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا
يَشْعُرُونَ
Artinya : “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”
Artinya : “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”
Denah Rumah Nabi di Mekah
Dalam surat at-Taubah : 72 Allah swt juga berfirman
وَعَدَ
اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ
وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya : “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) syurga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang
bagus di syurga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah
keberuntungan yang besar.”
Kata maskan berasal dari kata sakana yang berarti tenang,
tentram, dan bahagia. Oleh karena itu, rumah dalam pandangan al-Qur’an bukan
hanya berfungsi sebagai tempat bermalam, tempat beristirhat atau tempat
berlindung. Tetapi lebih jauh, rumah berfungsi sebagai tempat mencari
ketenangan dan kebahagian batin. Di dalam rumah (maskan) inilah manusia
membangun keluarga sakinah, yaitu tatanan keluarga yang membawa kebahagian dan
ketenangan hati.
Allah mengingatkan kita akan kenikmatan Rumah dalam surat
An-Nahl: 80,
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا
“Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat
tinggal …”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat di atas,
“Allah mengingatkan akan kesempurnaan nikmat yang Dia curahkan atas para
hamba-Nya, berupa rumah tempat tinggal yang berfungsi untuk memberikan
ketenangan bagi mereka. Mereka bisa berteduh (dari panas dan hujan) dan
berlindung (dari segala macam bahaya) di dalamnya. Juga bisa mendapatkan
sekian banyak manfaat lainnya”.
Oleh karena nikmat tersebut wajib bagi kita untuk selalu
bersyukur atas nikmat yang Allah berikan berupa Rumah. Di antara bentuk syukur atas nikmat
rumah adalah:
1.
Mengakui dan meyakini dalam
hati dengan sebenar-benarnya bahwa rumah adalah pemberian Allah, bukan semata
karena usaha kita atau pemberian orang tua.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya
kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (QS. An-Nahl : 53)
2.
Mengungkapkan rasa syukur
dengan lisan dan menceritakan kenikmatan tersebut, dalam rangka mengingat-ingat
kenikmatan, bukan dalam rangka berbangga atau sombong.
وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap ni'mat Tuhanmu maka hendaklah
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). ( Ad Dhuha : 11 )
Tahadduts bin ni’mah merupakan istilah yang sudah lazim
dipakai untuk menggambarkan kebahagiaan seseorang atas kenikmatan yang
diraihnya. Atas anugerah itu ia perlu menceritakan atau menyebut-nyebut dan
memberitahukannya kepada orang lain sebagai implementasi rasa syukur yang
mendalam. Perintah untuk menceritakan dan menyebut-nyebut kenikmatan pada ayat
di atas, pertama kali memang ditujukan khusus untuk Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam. Namun, perintah dalam ayat ini tetap berlaku umum berdasarkan
kaedah “amrun lir Rasul Amrun li Ummatihi” (perintah yang ditujukan kepada
Rasulullah, juga perintah yang berlaku untuk umatnya secara prioritas).
3.
Menggunakan rumah tersebut
untuk menjalankan ketaatan kepada Allah semata dan menjauhkan segala bentuk
kemaksiatan kepada-Nya. Di antara ketaatan terbesar yang harus dilakukan di
dalam rumah kita adalah mentauhidkan (meng-esakan) Allah serta mengikuti
petunjuk Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam setiap amalan
kita.
Di antara sunah-sunah terhadap Rumah
adalah :
a.
Mengucapkan salam ketika
masuk rumah dan banyak berzikir, baik di rumah ada orang atau tidak.
Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu
anhu, seorang sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam membawakan hadits
dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:
Ada tiga golongan yang mereka
seluruhnya berada dalam jaminan Allah subhanahu wa ta’alla: (Pertama) seseorang
yang keluar berperang di jalan Allah subhanahu wa ta’alla maka ia berada dalam
jaminan Allah subhanahu wa ta’alla hingga Allah subhanahu wa ta’alla
mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam surga, atau mengembalikannya (ke
keluarganya) dengan pahala dan ghanimah yang diperolehnya. (Kedua) seseorang
berangkat ke masjid maka ia berada dalam jaminan Allah subhanahu wa ta’alla
hingga Allah subhanahu wa ta’alla mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam
surga, atau mengembalikannya dengan pahala dan ghanimah yang diperolehnya.
(Ketiga) seseorang masuk ke rumahnya dengan mengucapkan salam maka ia berada
dalam jaminan Allah subhanahu wa ta’alla.” (HR. Abu Dawud : 2494)
b.
Memperbanyak Dzikrullah.
Jabir bin
Abdillah radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shalallahu
aaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ
دُخُوْلِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: لاَ مَبِيْتَ لَكُمْ وَلاَ
عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُوْلِهِ قَالَ
الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ
طَعَامِهِ قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ وَالْعَشَاءَُ
Apabila seseorang masuk ke rumahnya
lalu ia berzikir kepada Allah saat masuknya dan ketika hendak menyantap
makanannya, berkatalah setan, “Tidak ada tempat bermalam bagi kalian dan tidak
ada makan malam.” Bila ia masuk rumah dalam keadaan tidak berzikir kepada Allah
ketika masuknya, berkatalah setan, “Kalian mendapatkan tempat bermalam.” Bila
ia tidak berzikir kepada Allah ketika makannya, berkatalah setan, “Kalian
mendapatkan tempat bermalam sekaligus makan malam.” (HR. Muslim no. 5230)
c. Memperbanya bacaan Al Qur’an
Al-Qur’anul Karim akan mengharumkan
rumah seorang muslim dan akan mengusir para setan. Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallaanhu
mengabarkan dari Nabi shallahu alaihi wa sallam:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ
الْأَتْرُجَّةِ، رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ. وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ
الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ، لاَ رِيْحَ لَهَا
وَطَعْمُهَا حُلْوٌ. وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ
الرَّيْحَانَةِ، رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ.
وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِيْ لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ، لَيْسَ لَهَا رِيْحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Permisalan
seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah atrujah, baunya harum
dan rasanya enak. Permisalan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an
seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya manis. Adapun orang munafik
yang membaca Al-Qur’an permisalannya seperti buah raihanah, baunya wangi tapi
rasanya pahit. Sementara orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti
buah hanzhalah, tidak ada baunya, rasanya pun pahit.” (HR. Al-Bukhari no. 5020
dan Muslim no. 1857)
d.
Memperbanyak Sholat sunnah
di dalamnya
Ibnu Umar radhiyallaanhu
menyampaikan bahwa Nabi shallahu alaihi wa sallam bersabda:
اجْعَلُوْا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِي بُيُوْتِكُمْ وَلاَ
تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا
“Jadikanlah bagian dari shalat kalian
di rumah-rumah kalian, dan jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan.”
(HR. Al-Bukhari no. 432 dan Muslim no. 1817)
Wallahu A’lam
Temanggung, 29 Awwal 1440 H / 5 Februari 2019 M
Ta’ Rouf Yusuf
No comments:
Post a Comment