Tuesday, 15 November 2022

Tips Mengajarkan Ketaatan kepada Orang tua

A. Birrul Walidain

Birrul walidain artinya berbudi pekerti yang baik kepada walidain (kedua orang tua). Al-Birr dimaknai husnul khuluq (budi pekerti yang baik) berdasarkan hadits An-Nawasi Ibn Sim’an Al-Anshari yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makna al-birr dan al-itsm; dia berkata,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

“Saya bertanya pada Rasul tentang arti al-Bir dan al-Itsm. Maka (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)  menjawab: “Al-Birr adalah budi pekerti yang baik. Sedangkan al-Itsm adalah apa yang muncul di hatimu, dan kamu sendiri tidak senang tatkala manusia mengetahuinya.  (HR. Muslim).

Maka, makna birrul walidain sekurang-kurangnya mencakup sikap: al-ihsaanu ilaihima (berbuat baik kepada keduanya), al-qiyaamu bi huquuqihima (menegakkan hak-hak keduanya), iltizaamu thaa’atihima (komitmen mentaati keduanya), ijtinaabu isaa-atihima (menjauhi perbuatan yang menyakiti keduanya), dan fi’lu maa yurdhiihimaa (melakukan apa-apa yang diridhai keduanya).

Diantara dalil perintah Allah Ta’ala adalah firmanNya :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

“…dan kami telah mewasiatkan kepada manusia agar berbakti terhadap kedua orang tuanya.” (QS. Al-Ankabut: 8).

Wasiat وَصَّيْ adalah pesan singkat yang kuat, jika Allah mengunakan kata ini maka amal yang akan disampaikan adalah informasi yang sangat berat dan amal yang besar pahalanya. Sehingga amal ini dapat menjadi sebab dikabulkan doa, diampuni dosa. Dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar mengatakan,"Yakni Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya, yaitu dengan perbuatan yang menjadikan keduanya ridha dan menyenangkan hati mereka, berupa kasih sayang dan berbakti kepada keduanya."

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku bertanya kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Shalat tepat pada waktunya.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi: ‘Kemudian amal apa lagi?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi: ‘Kemudian amal apa lagi? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jihad di jalan Allah’. (Setelah menyampaikan hadits ini) Abdullah nin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:   “Telah disampaikan kepadaku dari Rasuluullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hal-hal ini, seandainya aku menambah pertanyaan (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tentu akan ditambahkan kepadaku jawaban lainnya” (HR.Bukhari)

Dalam hadits ini disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu—salah satu ahli fiqih di kalangan shahabat—bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ

“Amal apakah yang paling dicintai Allah?”

Diantara jawaban yang beliau sampaikan adalah,

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ

“Berbakti kepada kedua orang tua.”

Dalam hadits ini birrul walidain disebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah as-shalatu ‘ala waqtiha, dan sebelum al-jihadu fi sabilillah. Hal ini mengisyaratkan bahwa selain as-shalatu ‘ala waqtiha dan al-jihadu fi sabilillah, birrul walidaian adalah termasuk amal yang utama dan perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.

Begitu besarnya anjuran anak untuk berbakti kepada kedua orang tua dalam Islam, hingga mereka tidak berhak menerima kata-kata menyakitkan walaupun hanya sekadar ucapan uf (ah!) keluar dari bibir seorang anak.

 Allah berfirman dalam Al-Qur’an: 

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا - ٢٣

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (QS: Isra’:  23).

Bahkan Al-Qur’an mensejajarkan syukur kepada orang tua, sejajar dengan syukur kepada Allah. Dengan pengertian bahwa seseorang tidak dinilai bersyukur kepada Allah sampai ia bersyukur kepada orang tuanya.

Dalam ayat lain Allah berfirman: 

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ - ١٤

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (QS. Luqman: 14).

Ibnu ‘Uyainah menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada Allah itu dengan melaksanakan salat yang lima waktu, sementara bersyukur kepada orang tua adalah dengan berdoa untuk mereka setiap kali selesai melakasanakan salat lima waktu. 

Sementara itu, pernah suatu ketika Ibnu Umar melihat seorang laki-laki sedang melakukan tawaf dengan menggendong seorang wanita yang tua renta. 

“Siapakah wanita ini?” tanya Ibnu Umar kepada laki-laki itu. 

“Beliau adalah ibuku,” jawab laki-laki tersebut. 

“Bagaimana pendapatmu ya Ibnu Umar, apakah dengan menggendong ibuku ini, aku sudah bisa membalas budi baiknya?” tanya laki-laki itu penasaran. 

“Demi Allah. Dengan menggendong ibumu tujuh putaran tawaf masih belum mampu membayar satu jeritan kontraksi ibumu saat melahirkanmu!” jawab Ibnu Umar (Dalil Al-Sailin, 102).

Dari sini kita memahami bahwa (seakan-akan) tidak ada satu perbuatan pun yang mampu membalas budi orang tua, utamanya ibu. Begitu mulianya kedua orang tua, hingga kemuliaannya melebihi kemuliaan ka’bah sekalipun. Habib Alwi bin Shihab, mengutip perkataan ulama salaf, mengatakan bahwa “melihat kedua orang tua itu lebih utama dari pada melihat ka’bah,”( Kalam Al-Habib Alwi bin Syihab, 1/130).

B. Kewajiban Taat kepada Orang Tua

Iltizaamu thaa’atihima (komitmen mentaati keduanya) atau ketaatan kepada kedua orang tua adalah salah satu bentuk dari birrul walidain. Taat kepada kedua orang tua wajib dalam semua perintah dan larangan ya selama tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah dan pelanggaran terhadap Syariat Nya. 

Allah berfirman 

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ( Lukman : 15 ) 

Dalam  An-Nafahat Al-Makkiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi berkata, "Ketahuilah wahai manusia, jika kedua orang tuamu bersungguh-sungguh untuk menyeru kepada kesyirikan kepada Allah; Maka janganlah engkau mentaati keduanya, jangan pula mengikuti keduanya, karena sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada sang Pencipta. Akan tetapi janganlah berbuat kasar dan buruk kepada keduanya; Bahkan pergaulilah mereka berdua dengan kebaikan dan ihsan, jadikanlah kebaikan pada keduanya, dan ikutilah jalan yang kembali kepada Allah dengan taubat, ikhlas dan kokohkanlah di atas jalan tersebut. Kepada Allah kalian kembali, maka Allah akan mengabarkan atas amalan-amalan kalian dan membalasnya."

Ayat ini menjadi dalil kewajiban mentaati dan mematuhi kedua orangtua dalam hal-hal yang dibenarkan oleh syariat. Sedangkan ketaatan dalam kemaksiatan dilarang, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf (HR. Bukhari no. 7257; HR. Muslim no. 1840).

C. Tips Mengajarkan Anak agar Taat dan Patuh kepada Orangtua

Saya membagi proses ta'dib (penanaman adab) dalam tiga proses, yaitu : mengajarkan, melatih dan merasakan. Hal ini agar dapat menyentuh tiga potensi dasar manusia yaitu akal, jasad dan ruh. Dalam pendidikan karakter ala barat di kenal juga dengan proses: moral knowwing, moral feeling dan moral acting. Atau dalam teori Ki Hajar Dewantara di kenal dengan Tri nga ( ngerteni, nglakoni dan ngroso). Proses ini harus dilakukan secara istiqomah, serta ter evaluasi dengan baik. Jika satu siklus berjalan belum nampak dalam diri anak maka perlu dilakukan hal yang sama agar proses siklus ta'dib berjalan sampai membuahkan buah akhlak mulia. 

1. Menyampaikan ayat Al Quran dan hadits yang berkaitan dengan perintah dan keutamaan taat kepada kedua orang tua. 

2. Menceritakan kisah salafis sholeh dalam ketaatan kepada orang tua. 

3. Menjadi Teladan dalam mentaati orang tua

4. Menjalin hubungan yang dekat dengan anak

5. Memberikan nasehat dengan perkataan lembut dari dalam hati

6. Berterimakasih dan bersyukur ketika anak mentaati orang tua. 

7. Istiqomah dalam perkataan, sikap dan perbuatan. 

Demikian tulisan singkat berkaitan dengan tips mengajarkan anak taat kepada kedua orangtua. Wallahu a'lam bi showab

Temanggung, 15 November 2022

Ta' Rouf Yusuf, S. Pd. 

No comments:

Post a Comment

Al Fatihah Bagian 2

Al Fatihah Bagian 2 ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. ٱلْحَمْدُ Dalam Tafsir At Thabari di k...