Saturday, 10 December 2022

Denda bagi Peserta Arisan yang Terlambat Membayar

Assalamualaikum

Mohon maaf lupa menanyakan berkaitan dengan arisan barang, kebetulan yg jadi ketua arisannya teman saya. Awalnya arisan lancar biasa, jalan bbrp waktu ada anggota yg suka telat atau malah sulit ditagih utk bayarnya. Akhirnya dibuat peraturan yg telat kena denda perhari sekian rupiah itu ustd buat gertakan yg suka sulit. 

Padahal denda tdk boleh ya tadz? Apakah arisannya jd haram Krn itu? Yg terkena hukum riba semuanya? Termasuk yg tdk pernah didenda? Trs bagaimana njih sebaiknya?🙏

****

Jawab :

Sebelum saya menjawab mari kita kaji dulu beberapa hal. 

Pertama : Riba dalam pinjam meminjam atau utang piutang disebut Riba Dain. Riba ini ada dua bentuk:

1. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo ( pembayaran hutangnya atau pertambahan nominalnya berkaitan dengan mundurnya tempo) 

Misal : Si A berutang Rp1 juta kepada si B dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo, si B berkata, “Bayar utangmu.” Si A menjawab, “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo satu bulan lagi dan utang saya menjadi Rp1.100.000.” Demikian seterusnya.

Sistem ini disebut dengan “riba mudha’afah” (melipatgandakan uang). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً  

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda….” (Ali Imran: 130)

2. Pinjaman dengan bunga yang sudah di persyaratan di awal. 

Misal: Si A hendak berutang kepada si B. Si B berkata di awal akad, “Saya akan meminjamkan untukmu Rp1 juta dengan tempo satu bulan, dengan pembayaran Rp1.100.000.”


Kedua: manfaat atau tambahan dalam hutang piutang. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda; 

 كل قرض جر منفعة فهو ربا

“setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan maka itu riba”

 Dalam kitab Lisan al-Mizan libni hajar (3/128-129) Hadits ini dilihat dari segi sanad sangat lemah (dho’if jiddan), bahkan Imam Bukhori mengatakan bahwa hadits ini munkar, namun meski begitu, dari segi matan hadits ini sesuai dengan dlail-dalil lain baik dari al-Qur’an, hadits lain yang serupa, ijma, atsar sahabat maupun rasionalitas, yang semuanya menunjukan keharaman mengambil manfaat atau keuntungan bagi si pemberi pinjaman dari sebuah pinjaman yang dia berikan. 

Ada banyak redaksi untuk mendefinisikan apa itu qordh. Dalam Kitab Fathul Muin disebutkan definisi qordh sebagai berikut :

تمليك الشيء على أن يرد مثله

“memiliki sesuatu (dari orang lain) dengan mengembalikan gantinya (yang sesuai dengan yang dipinjam)”

Namun ternyata menurut para Fuqaha tidak semua manfaat منفعة dalam pinjam meminjam itu dinamakan riba. 

Definisi manfaat dalam konteks qordh adalah :

الفائدة أو المصلحة التي تعود لأحد أطراف عقد القرض بسبب هذا القرض

“suatu keuntungan atau kemaslahatan yang diperoleh oleh salah satu pihak dalam transaksi pinjam meminjam, yang keuntungan tersebut terjadi sebab adanya transaksi ini”

Maksudnya, keuntungan yang didapat oleh si pemberi pinjaman atau si peminjam itu ada dan terjadi disebabkan oleh adanya transaksi itu sendiri. Contohnya : saya meminjamkan uang sepuluh ribu kepada teman, kemudian saya meminta ganti dua belas ribu, saya berhak mendapat keuntungan dua ribu karena saya sudah berbaik hati  meminjamkan uang saya kepada teman saya itu. Keuntungan inilah yang dimaksud dengan manfaat.

Setelah para ulama mengumpulkan, memilih dan menganalisa seluruh dalil-dalil tentang maksud manfaat ini akhirnya membuat kesimpulan, bahwa bukan manfaat secara mutlak yang di kategorikan riba namun manfaat yang memiliki taqyid (kriteria-kriteria) tertentu, mereka berkata :

المنفعة الزائدة المتمحضة المشروطة للمقرض على المقترض

“manfaat yang bersifat tambahan, murni, yang disyaratkan pemberi pinjaman kepada peminjam ketika akad (transaksi)”

Ada beberapa kriteria manfaat dikatakan riba, yaitu :

  1. Bersifat tambahan : uang yang seseorang pinjamkan setelah kembali jadi bertambah.
  2. Bersifat murni : maksudnya, manfaat ini murni diterima si pemberi pinjaman, si peminjam tidak punya manfaat apa-apa kecuali uang yang dipinjam, adapun kalau sama-sama dapat manfaat maka ini masih khilaf di kalangan ulama.
  3. Tambahannya disyaratkan di akad (transaksi), misal : ya sudah aku pinjamkan kamu uang sepuluh ribu, tapi syaratnya nanti kamu balikin uangnya dua belas ribu ya. 
Maka jika syarat-syarat yang kami sampaikan terpenuhi dalam arisan tersebut maka bisa masuk ke dalam riba. Maka mungkin perlu disampaikan kepada pengurus dan peserta arisan, untuk kemudian bisa di ambil sikap terbaik yang sesuai dengan syariat agar muamalah tetap berkah. 

” Wallahul A'lam. 

Temanggung, 10 Desember 2022

Ta' Rouf Yusuf


No comments:

Post a Comment

Al Fatihah Bagian 2

Al Fatihah Bagian 2 ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. ٱلْحَمْدُ Dalam Tafsir At Thabari di k...