Wednesday 30 December 2015

Muhasabah

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. "

(Q.S.59:18)

Syaikh Abdur Rahman As Sa'diy mengatakan, '' Ayat ini merupakan dalil pokok yang menggugah seorang hamba untuk melakukan introspeksi terhadap dirinya. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi seorang hamba untuk besikap objektif terhadap dirinya. Jika dia melihat dirinya salah hendaklah dia menanggulanginya dengan meninggalkan kesalahan, bertobat dan berpaling dari hal yang menyebabkan dia melakukan kesalahan itu. Jika dia melalaikan hal yang diperintahkan Allah maka dengan sendirinya dia berusaha dengan segenap kemampuanya dengan meminta tolong kepada Allah agar dia mampu meluruskan, menyempurnakan dan merapikanya. Selanjutnya dia harus menimbang antara karunia yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dan kelalaian yang telah dilakukanya terhadap hak Allah, maka sudah dapat dipastikan perasaan ini akan menumbuhkan rasa malu dalam dirinya.''

Kata Muhasabah memiliki arti bila engkau menghitung sesuatu. Al Mawardi mendefinisikan muhasabah dengan, '' bila seseorang pada malam harinya membuka kembali lembaran perbuatan yang telah dilakukanya siang hari. Jika ternyata perbuatan itu terpuji , ia melanjutka pada hari berikutnya dan mengiringinya dengan perbuatan yang serupa. Sebaliknya jika ternyata perbuatan itu tercela, maka dia membersihkannya jika mampu dan jika tidak, maka mengiringinya dengan kebaikan untuk menghapusnya, lalu menghentikan perbuatan yang semisal pada masa yang akan datang.''

Imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa muhasabah ada dua macam,yaitu :

1. Muhasabah sebelum berbuat
Hal ini dilakukan sebelum melakuakan suatu perbuatan dengan meluruskan niat , pikiran, kehendak dan tekad yang ada di dalam jiwa. Ada beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan terhadap diri kita sebelum melakukan sesuatu :
A. Apakah pebuatan yang akan kita lakukan dapat kita kuasai atau tidak?
B. Apakah melakukanya lebih baik daripada meninggalkanya?
C. Apakah kita melakukanya ikhlas karena Allah atau tidak?
D. Apa sarana yang dapat membantu untuk merealisasikanya.

2. Muhasabah setelah beramal
Ibnu Qayim membagi menjadi 3 lagi:
A. Muhasabah terhadap hak-hak Allah.
B. Muhasabah terhadap perbuatan yang telah ditinggalkan karena lbih baik daripada mengerjakanya.
C. Muhasabah terhadap hal yang mubah, apakah dilakukan karena Allah atau hanya sebagai kebiasaan harian saja.

Ibnu Qayyim juga memberikan tips darimana kita mulai muhasabah, beliau berkata,'' Hendaklah seseorang memulai dengan amalan fardhu, jika disana terdapat kekurangan maka lengkapilah. Kemudian beralih kepada hal-hal yang dilarang, jika dia melakukan kesalahan ini maka segeralah betobat, memohon ampun dan mngerjakan amal-amal kebaikan untuk menghapusnya. Kemudian mmuhasabah kelalaian yang dilakukan terhadap tujuan yang melatarbelakangi pencipttaan dirinya. Jika terdapat kelalaian maka hendaklah menanggulangi dengan banyak berdzikir kepada Allah. Kemudian menghisab apa-apa yang telah dilakukan anggota tubuhnya, apakah untuk ketaatan kepada Allah atau kemaksiyatan.

Di anjurkan pula bagi sorang hamba pada pemulaan harinya untuk berpesan kepada dirinya untuk mlakukan kebaikan. Selanjutnya dipenghujung siang harinya dianjurkab menentukan suatu saat untuk mengevaluasi semua gerak dan sepak terjang yang telah dilakukan sejak permulaan siang hari.

Muhasabah diumpamakn oleh ulama adalah perhitungan yang dilakukan oleh teman seperseroan dalam usaha yang sangat kikir terhadap teman usahanya. Hal ini menggambarkan bahwa manusia harus teliti dalam mengaudit dirinya sendiri, memeriksa berbagai perkara dengan sangat ketat.

Para salafushalih juga kadang menghukum dirinya jika melakukan kealpaan. Mereka menghukum dirinya  dengan cara memaksakan kepadanya untuk mengerjakan hal-hal yang diwajibkan atau hal-hal yang disunahkan untuk mengganti perbuatan haram yang dilakukanya.

Khalifah umar menghukum dirinya ketika dia telaat melakukan shalat asar berjamaah dengan cara menshadaqahkan sebidang tanah yang harganya mencapai 200000 dirham.
Ibnu Umar apabila terlewatkan dari sholat berjama'ah maka dia menghidupkan sepanjang malamnya dengan sholat sunnah. Dia pernah mengakhirkan waktu sholat maghrib karena suatu hal maka sebagai hukuman akan hal itu dia memerdekakan dua orang budak.
Ibnu Abu Rabi'ah pernah ketinggalan dua rakaat sunah fajar, maka sebagai hukumanya ia memerdekakan seorang budak.

Itulah muhasabah para salaf, pendahulu kaum muslimin. Mereka melakukanya setiap waktu dan mereka melakukan untuk kepentinganya di akhirat kelak. Bukan hanya ketika akhir tahun dan hanya untuk kehidupan dunia yang hina. Maka jika kita bandingkan diri kita dengan para salaffusshalih maka sungguh sangat jauh keadaan kita.

Semoga Allah memberikan karunia kepada kami dan jagalah kami dari siksa Api Neraka. Amien.

Wallahu 'alam bi shawab.

Ta' Rauf  Yusuf


Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...