Thursday 7 November 2019

Hukum menyentuh&membaca Al Qur’an bagi orang berhadats.


Menyentuh mushaf
Ada 2 pendapat dalam masalah bolehkah seseorang yang berhadats menyentuh mushaf.
Tidak boleh(haram), ini adalah pendapat  madzhab yang empat, mereka berdalil dengan surat yang dikirim rasulullah kepada Amr bin Hazm y berbunyi,”tidak menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR Malik dalam al muwaththa’, dengan drajat hasan ligairihi) hal ini menunjukkan keharaman menyentuh mushaf ketika berhadats.
Boleh, ini adalah pendapat madzhab Zhahiri. Ibnu Hazm berkata ,”Membaca Al Qur’an,sujud tilawah, menyentuh mushaf dan berdzikir diperbolehkan baik dalam berwudhu ataupun tidak dan boleh dilakukan oleh orang yang sedang junub dan haid.” Pendalilannya adalah bahwasanya membaca al qur’an dan dzikir adalah perkara mustahab, berpahala bagi yang melakukan maka bagi yang melarangnya harus mendatangkan dalil dari al qur’an atau hadits larangannya. Adapun menurut beliau dalil tentang larangan menyentuh mushaf tidak ada yang shahih sedangkan hadits di atas memang diterima akan tetapi kata thaahir/orang yang suci adalah kata mustarak( memiliki beberapa makna yang sama kuat) thaahir bisa berarti suci dari hadats besar/ hadats kecil, bisa juga berarti seorang mukmin (bukan kafir, karena kekafiran adalah kekotoran) atau suci dari najis. Untuk menentukan  salah satu makna maka di butuhkan dalil.
Pendapat yang kuat insya Allah adalah pendapat yang mengharamkan menyentuh mushaf dalam keadaan berhadats, alasannya.
Pertama:  hadits di atas menunjukkan haramnya menyentuh mushaf, dan tidak bisa disangkal dengan alasan ‘mustarak’nya kata thaahir. Sebab tidak ada salahnya jika hadits tersebut di pahami untuk seluruh makna. Dengan demikian orang musyrik, orang berhadats besar & kecil haram menyentuh mushaf. Demikian juga tangan yang bernajis.
Ibnu taimiyah berkata,” boleh menetapkan hukum untuk semua makna yang terkandung dalam kata mustarak. Hal ini di bolehkan oleh mayoritas ahli fiqih dan ahli kalam.”
Kedua:  hal ini diamalkan para sahabat dan tidak ada perbedaan pendapat di antara para sahabat dan tabi’in tentang haramnya menyentuh mushaf bagi orang berhadats.(lihat kitab muhtashar ulama,al mughni, syarah umdatul ahkam ibnu taimiyah)
Ketiga: berdasarkan firman Allah:

لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ ﴿٧٩﴾

" tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (Waqiah:79)
Benar memang maksud ayat ini adalah lauhul mahfudz yang ada di langit. Akan tetapi ayat ini sama dengan yang ada dalam surat ‘abasa
sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,. Maka Barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam Kitab-Kitab yang dimuliakan,yang ditinggikan lagi disucikan. di tangan Para penulis (malaikat),. yang mulia lagi berbakti. (‘Abasa:11-16)

Bahwa al qur’an yang berada di lauhul mahfudz sama seperti al qur’an yang ada di lembaran-lambaran kertas, batu kayu, kulit kain dll. Jika yang di lauhul mahfudz tidak boleh di sentuh kecuali oleh orang orang yang suci maka demikian juga dengan al qur’an yang ada d bumi, karena kemuliaan al qur’an itu sama baik di bumi atau di langit.
Orang yang berhadats  disini diperbolehkan menyentuh setelah bersuci dari hadats.
Lalu bagaimana menyentuh mushaf al qur’an dengan pembatas. Maka terdapat perselisihan di antara ulama.ada ulamayang mebolehkan dan ada yang tidak. Namun yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan menyentuh  mushaf dalam keadaan berhadats dengan menggunakan pembatas selama pembatas tersebut bukan bagian dari mushaf.Seperti yang digunakan pembatas di sini adalah sarung tangan. Karena larangan yang dimaksud adalah larangan menyentuh mushaf secara langsung. Sedangkan jika menggunakan pembatas, maka yang disentuh adalah pembatasnya dan bukan mushafnya. Demikian pendapat yang dipilih oleh ulama Hambali.
Sedang hukum membawa mushaf al qur’an ketika berhadats tanpa menyentuhnya, misalnya di dalam tasnya maka pendapat yang tepat dalam hal ini adalah dibolehkan. Sedangkan yang dilarang adalah menyentuh secara langsung, inilah pendapat hasan bashri, atho’, assya’bi , al qosim al hakam dan hammad.
Boleh Menyentuh kitab-kitab tafsir dalam keadaan berhadats baik kecil maupun besar, dalilnya adalah surat yang dikirimkan kepada heraklius yang terdapat ayat al qur’an yang diriwayatkan dalm shahih bukhari dan muslim. Padahal ketika Rasulullah mengirim surat itu, pasti dia yakin surat itu akan di sentuh oleh orang kafir yang tak pernah bersuci dari hadats.
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa diharamkan menyentuh mushaf jika isinya lebih banyak al qur’annya daripada kajian tafsirnya, begitu pula jika isinya sama banyaknya, menurut pendapat yang kuat. Sedangkan jika isinya lebih banyak kajian tafsirnya maka di bolehkan untuk menyentuhnya. An Nawawi dalam al majmu’  syarah muhadzab mengatakan,” jika kitab tafsir tersebut lebih banyak kajian tafsirnya daripada ayat al qur’an sebagaimana umumnya kitab tafsir, maka di sini ada beberapa pendapat ulama. Namun yang lebih tepat, kitab tafsir semacam itu tidak mengapa disentuh karena tidak disebut mushaf.”
Hal tersebut juga dibolehkan untuk kitab hadits dan fiqih yang terdapat tulisan ayat al qur’an. Begitu juga hukum menyentuh Al qur’an terjemah, karena al qur’an terjemah dihukumi sama dengan kitab tafsir yang memiliki tafsir lebih banyak daripada al qurannya. Karena terjemah dalam bahasa selain arab, kadang satu kata dalam bahasa arab harus diterjemahkan dalam beberapa kata,belum lagi catatan kaki dan keterangan-keterangan lain. Maka hukum menyentuh al qur’an terjemah sama dengan menyentuh kitab tafsir.


Hukum membaca Al Qur’an bagi orang berhadats.
Telah sepakat seluruh ulama akan kebolehan membaca al qur’an tanpa menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats kecil. Akan tetapi ada perbedaan pendapat hukumnya untuk orang haid,nifas&junub. Ada yang melarang secara mutlak, ada yang melarang dengan beberapa syarat dan ada yang membolehkan.
, Drs. H. Sholahudin Al-aiyub, M.Sc dalam situs MUI menerangkan  “orang yang sedang haidh atau nifas adalah termasuk orang yang sedang menanggung hadats, oleh karenanya tidak boleh membaca al-Quran, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Orang yang sedang haidh atau junub tidak boleh membaca sesuatu dari al-Quran” HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi.
Yang perlu diperhatikan bahwa pengertian “membaca” di sini adalah mengucapkan ayat-ayat al-Quran melalui mulut, baik dengan melihatmushhaf ataupun dengan mengucapkan ayat-ayat yang sudah dihafalnya. Sedangkan apabila orang yang sedang haidh/nifas tersebut hafal ayat-ayat al-Quran kemudian membacanya dalam hati, maka yang demikian itu dibolehkan.
Memang, ada pendapat dalam mazhab Malikiyah yang membolehkan bagi orang haidh untuk membaca al-Quran, dengan alasan bahwa Sayyidatina Aisyah R.A. pernah membaca al-Quran dalam keadaan sedang haidh. Namun pendapat tersebut ditentang oleh sebagian besar (jumhur) ulama, dengan alasan bahwa apa yang dilakukan oleh sayyidatina Aisyah RA tersebut (jika riwayatnya dianggap shahih) bukan otomatis menunjukkan bolehnya membaca al-Quran bagi orang yang sedang haidh, karena bertentangan dengan sabda Nabi di atas.”
Menurut kami, pendapat yang kuat adalah yang membolehkan membaca tanpa menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats kecil, haid, nifas dan tidak boleh bagi orang junub. Sedangkan orang junub tidak bisa di samakan dengan orang haid dan nifas karena waktunya yang singkat dan bisa segera bersuci dari hadats dengan mandi, atau tayamum. Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan ali bin abi thalib, beliau berkata,” Rasulullah biasa membacakan al qur’an kepada kami dalam keadaan apapun selama beliau tidak junub.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud,Ibnu Majah, An Nasa’i dan Ahmad, menurut At Tirmidzi hadits ini hasan shahih, sedangkan menurut ibnu sakan, Abdul Haq dan Al Baghawi hadits ini shahih)
juga dalam lafadz lain .,”tidak ada yang menghalangi beliau (Rasulullah)membaca  Al Qur’an selain Junub.”( HR Ahmad dalam al musnad dan dinilai shahih oleh Ahmad Syakir)
Wallahua’lam
(diambil dari berbagai sumber,Ta’ Rauf Yusuf)


Etika Tidur dan Bangun

1. Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan
sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum
tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu
jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah
Subhanahu wata'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon
ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
2. Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah
Radhiallahu'anha "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidur
pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan
shalat".(Muttafaq `alaih)
3. Disunnatkan berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan.
Al- Bara' bin `Azib Radhiallahu'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah
sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke
sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.
4. Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring,
berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur
pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat
tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..."
Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).
5. Makruh tidur tengkurap. Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang
berbaring tengkurap. Maka Nabi Shallallahu'alaihi wasallam membangunkanku
dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar),
sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya
penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
6. Makruh tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber
dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam
telah bersabda: "Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak
ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam
al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
7. Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari
Jabir ra diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam telah bersabda: "Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu
akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah
makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).
8. Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.
9. Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam, seperti : Allaahumma qinii yauma tab'atsu
'ibaadaka. "Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau
membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu". Dibaca tiga kali.(HR.
Abu Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)
10. Dan membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya. "Dengan menyebut
nama- Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)
11. Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan,
maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini : "A'uudzu
bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min
hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna." Artinya, "Aku berlindung
dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku". (HR.
Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)
12. Hendaknya apabila bangun tidur membaca : "Alhamdu Lillahilladzii
Ahyaanaa ba'da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuur" Artinya, "Segala puji bagi
Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan
kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)

Tafsir Al Ahzab 21-24 (Tafsir Ibnu Katsir)

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21) وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا (22) }
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidak menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.
Ayat yang mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar meniru Rasulullah Saw. dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya. Karena itulah Allah Swt. memerintahkan kepada kaum mukmin agar meniru sikap Nabi Saw. dalam Perang Ahzab, yaitu dalam hal kesabaran, keteguhan hati, kesiagaan, dan perjuangannya, serta tetap menanti jalan keluar dari Allah Swt. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepada beliau sampai hari kiamat.
Melalui ayat ini Allah Swt. berfirman kepada orang-orang yang merasa khawatir, gelisah, dan guncang dalam menghadapi urusan mereka dalam Perang Ahzab:
{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ}
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21)
Yakni mengapa kalian tidak meniru dan mengikuti jejak sifat-sifatnya? Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21)
Selanjutnya Allah Swt. menyebutkan perihal hamba-hamba-Nya yang beriman yang membenarkan janji Allah kepada mereka, yang pada akhirnya Allah akan menjadikan kesudahan yang baik di dunia dan akhirat bagi mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ}
Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 22)
Menurut Ibnu Abbas dan Qatadah, ayat inilah yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya:
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ}
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita, yakni cobaan dan ujian yang berakhir dengan kemenangan yang dekat. Karena itu, dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ}
Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 22)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا}
Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 22)
Hal ini menunjukkan bertambahnya iman dan kekuatan mereka bila dibandingkan dengan orang lain dan keadaannya, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian besar para imam yang mengatakan bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang. Hal ini telah kami tetapkan di dalam permulaan Syarah Imam Bukhari.
Makna firman Allah Swt.: Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka. (Al-Ahzab: 22) Yakni kesempitan, keadaan gawat, dan situasi yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka. kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 22) Maksudnya, iman kepada Allah, tunduk kepada perintah-perintah-Nya, serta taat kepada Rasul-Nya.

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلا (23) لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِنْ شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (24) }
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Setelah menceritakan perihal orang-orang munafik; mereka telah merusak perjanjian mereka sendiri yang telah mereka ikrarkan kepada Allah, bahwa mereka tidak akan lari dari medan perang. Kemudian Allah menyebutkan sifat-sifat kaum mukmin, bahwa mereka tetap berpegang teguh kepada ikrar dan janji mereka.
{صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ}
orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23)
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa nahbahu artinya ajalnya, sedangkan menurut Imam Bukhari janjinya. Pengertian ini merujuk kepada makna yang pertama di atas.
{وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلا}
Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23)
Yakni mereka tidak mengubah janji mereka kepada Allah, tidak pula merusak atau menggantinya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya yang menceritakan, "Ketika kami menyalin Mus­haf, kami kehilangan suatu ayat dari surat Ahzab, padahal aku pernah mendengarnya dari Rasulullah Saw. saat beliau membacanya. Ayat itu tiada pada seorang pun kecuali ada pada (hafalan) Khuzaimah ibnu Sabit Al-Ansari r.a. yang kesaksiannya dijadikan oleh Rasulullah Saw. sebanding dengan kesaksian dua orang laki-laki." Ayat tersebut adalah firman Allah Swt.: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara tunggal, tanpa Imam Muslim. Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya, juga Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir bagian dari kitab sunnahnya masing-masing melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sumamah, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa kami memandang ayat ini diturunkan berkenaan dengan Anas ibnun Nadr r.a., yaitu firman Allah Swt.: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat.
Ditinjau dari jalurnya Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara munfarid, tetapi hadis ini mempunyai banyak syahid (bukti) yang menguatkannya melalui berbagai jalur.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabit yang mengatakan bahwa sahabat Anas pernah menceritakan bahwa pamannya (yaitu Anas ibnun Nadr r.a. yang namanya sama dengannya) tidak ikut dengan Rasulullah Saw. dalam Perang Badar, sehingga ia mengalami tekanan batin karenanya. Kemudian Anas ibnun Nadr mengatakan, "Aku tidak ikut perang dengan Rasulullah Saw. dalam permulaan perang yang diikuti olehnya. Sesungguhnya jika Allah Swt. memberikan kesempatan kepadaku dalam perang lain sesudah perang ini, aku akan ikut dengan Rasulullah Saw. dan sungguh Allah akan menyaksikan apa yang akan kuperbuat dalam perang tersebut." Ia tidak berani mengatakan hal yang lebih banyak dari itu. Dalam Perang Uhud ia ikut dengan Rasulullah Saw. dan ia berpapasan dengan Mu'az ibnu Jabal r.a., lalu ia berkata kepadanya, "Hai Abu Amr (nama julukan Mu'az), ke manakah engkau lari? Sesungguhnya aku benar-benar mengendus angin surga dari arah Bukit Uhud ini." Maka Anas ibnun Nadr maju memasuki barisan musuh hingga ia gugur dijalan Allah. Ternyata di dalam tubuhnya ditemukan delapan puluh luka lebih karena sabetan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah. Saudara perempuannya (yaitu Ar-Rabi' bintin Nadr, bibi sahabat Anas ibnu Malik r.a.) mengatakan, "Aku tidak mengenal saudara laki-lakiku melainkan melalui jari telunjuknya (karena semua tubuhnya penuh dengan luka hingga sulit dikenali)." Selanjutnya Anas ibnu Malik r.a. mengatakan bahwa berkenaan dengan peristiwa ini turunlah firman Allah Swt.: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23)
Mereka berpandangan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh Anas ibnun Nadr r.a. dan teman-temannya yang gugur dalam perang itu, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayat­kannya melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama. Imam Nasai meriwayatkannya pula bersama Ibnu Jarir melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas r.a. dengan lafaz yang semisal dan juga sanadnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa pamannya (yakni Anas ibnun Nadr r.a.) tidak ikut dalam Perang Badar, lalu ia berkata, "Saya alpa dari. Perang Badar yang merupakan peperangan yang mula-mula dialami oleh Rasulullah Saw. dalam mempertahankan dirinya terhadap serangan kaum musyrik. Sungguh seandainya Allah memberikan kesempatan kepadaku peperangan yang lain melawan kaum musyrik, maka Allah benar-benar akan menyaksikan apa yang bakal kulakukan dalam perang tersebut." Anas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa ketika pecah Perang Uhud dan pasukan kaum muslim terpukul mundur, Anas ibnun Nadr r.a. berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta maaf kepada-Mu dari apa yang dilakukan mereka (yakni teman-temannya) dan aku berlepas diri dari apa yang didatangkan oleh mereka (yakni kaum musyrik)." Kemudian ia maju dan berpapasan dengan Sa'd ibnu Mu'az r.a. sebelum Bukit Uhud, dan Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Aku ikut bersamamu." Sa'd ibnu Mu'az menceritakan bahwa ia tidak mampu melakukan apa yang telah dilakukan oleh Anas ibnun Nadr. Setelah Anas gugur, ternyata ditubuhnya didapati luka-luka sebanyak delapan puluh luka akibat pukulan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah. Mereka mengatakan bahwa sehubungan dengan Anas ibnun Nadr dan teman-temannyalah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. (Al-Ahzab: 23)
Imam Turmuzi mengetengahkannya di dalam kitab tafsir melalui Abd ibnu Humaid, dan Imam Nasai mengetengahkannya melalui Ishaq ibnu Ibrahim, keduanya menerima hadis ini dari Yazid ibnu Harun, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Imam Bukhari mengetengahkannya di dalam kitab Al-Magazi, dari Hassan ibnu Hassan, dari Muhammad ibnuTalmah, dari Masraf, dari Humaid, dari Abas r.a. dengan lafaz yang sama, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat tersebut.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Humaid, dari Anas r.a. dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Fadl Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ayyub ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Musa ibnuTalhah ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Musa ibnuTalhah, dari ayahnya (yaituTalhah r.a.) yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. kembali dari Perang Uhud, beliau naik mimbar dan memuji serta menyanjung Allah Swt., juga mengucapkan belasungkawa kepada kaum muslim yang telah tertimpa musibah dalam perang itu. Dan beliau Saw. memberitahukan kepada mereka pahala dari jihad mereka dalam Perang Uhud itu. Selanjutnya beliau Saw. membaca firman-Nya: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat. Maka ada seorang lelaki dari kaum muslim yang berdiri dan bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka itu?" Di saat itu Talhah datang dengan memakai sepasang pakaian yang berwarna hijau buatan Hadramaut. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَيُّهَا السَّائِلُ، هَذَا مِنْهُمْ"
Hai orang yang bertanya, orang ini (Talhah) adalah salah seorang dari mereka.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Sulaiman ibnu Ayyub At-Talhi dengan sanad yang sama.
Imam Turmuzi mengetengahkannya di dalam kitab tafsir dan Manaqibnya. Juga Ibnu Jarir melalui hadis Yunus ibnu Bukair, dari Talhah ibnu Yahya, dari Musa dan Isa (keduanya anak Talhah), dari ayah keduanya dengan sanad yang sama. Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Yunus.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِصَامٍ الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ -يَعْنِي: الْعَقَدِيَّ -حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ -يَعْنِي: ابْنَ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ -عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ قَالَ: [دَخَلْتُ عَلَى مُعَاوِيَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَلَمَّا خَرَجْتُ، دَعَانِي فَقَالَ: أَلَا أضع عندك يا بن أَخِي حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَشْهَدُ لَسَمِعت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "طَلْحَةُ مِمَّنْ قَضَى نَحْبَهُ"
Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abu Amir (yakni Al-Aqdi), telah menceritakan kepadaku Ishaq yakni (Talhah ibnu Abdullah), dari Musa ibnu Talhah yang menceritakan bahwa ia pernah masuk menemui Mu'awiyah. Setelah keluar, Mu'awiyah memanggilnya kembali, lalu berkata, "Hai anak saudaraku, maukah engkau kuceritakan kepadamu sebuah, hadis yang pernah kudengar dari Rasulullah Saw.? Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Talhah termasuk salah seorang yang gugur'.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid Al-Hammani, dari Ishaq ibnu Yahya ibnu Talhah At-Talhi, dari Musa ibnu Talhah yang mengatakan bahwa Mu'awiyah ibnu Abu sufyan r.a. pernah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Talhah termasuk salah seorang yang gugur (dari kalangan mereka yang menepati janjinya kepada Allah).
Karena itulah Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23) Yakni telah menunaikan janjinya. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. (Al-Ahzab: 23) Mereka menunggu-nunggu pertempuran lainnya, maka dia akan membenarkan apa yang dijanjikannya dalam pertempuran itu.
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23) Yaitu mati dalam keadaan membenarkan janjinya. Di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu kematiannya dengan cara yang semisal, dan ada yang masih tetap pada janjinya, sedikit pun mereka tidak mengubahnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ibnu Zaid.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nahbahu artinya nazarnya.

Firman Allah Swt.:
{وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلا}
dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23)
Mereka sama sekali tidak mengubah janjinya dan tidak mengkhianatinya, bahkan mereka tetap berpegang teguh kepada janji mereka kepada Allah. Mereka tidak merusaknya, tidak seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengatakan:
{إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلا فِرَارًا}
Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga). Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (Al-Ahzab: 13)
sampai dengan firman-Nya:
{وَلَقَدْ كَانُوا عَاهَدُوا اللَّهَ مِنْ قَبْلُ لَا يُوَلُّونَ الأدْبَارَ}
Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah bahwa mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur). (Al-Ahzab: 15)
Adapun firman Allah Swt.:
{لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِنْ شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ}
supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. (Al-Ahzab: 24)
Yakni sesungguhnya Allah hanya ingin menguji hamba-hamba-Nya dengan rasa takut dan keguncangan (gentar) agar Dia membedakan mana yang berhati buruk dan mana yang berhati baik, sehingga apa yang ada di dalam hati mereka menjadi kelihatan dalam bentuk sikap dan perbuatan. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Allah Swt. mengetahui sesuatu sebelum penciptaannya. Dan sesungguhnya Allah tidak mengazab makhluk-Nya hanya berdasarkan pengetahuan Allah tentang mereka, melainkan mereka pun harus mengetahui dahulu apa yang Dia ketahui tentang diri mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ}
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ikhwalmu. (Muhammad: 31)
Hal ini menyangkut pengetahuan terhadap sesuatu setelah keberadaannya, sekalipun pengetahuan mengenainya telah diketahui oleh Allah sebelum keberadaannya dalam ilmu-Nya yang terdahulu. Hal yang senada disebutkan pula oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ}
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib. (Ali-Imran: 179)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ}
supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya. (Al-Ahzab: 24)
Yaitu karena kesabaran mereka dalam memegang teguh apa yang telah mereka janjikan kepada Allah dan pengalamannya serta pemeliharaan mereka terhadap janji tersebut.
{وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ}
dan menyiksa orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 24)
Mereka adalah orang-orang yang merusak janji Allah lagi menentang perintah-perintah-Nya. Akibat dari perbuatan itu mereka berhak mendapat siksa dan azab dari-Nya. Akan tetapi, mereka berada dalam kehendak Allah selama mereka di dunia; jika Dia suka membiarkan mereka tetap pada perbuatannya hingga mereka menghadap kepada-Nya, maka kelak Allah akan mengazab mereka karena dosa-dosanya. Dan jika Allah suka menjadikan mereka mau bertobat, Maka Dia akan memberi petunjuk kepada mereka untuk meninggalkan kemunafikannya, kembali kepada iman, serta beramal saleh sesudah mereka fasik dan durhaka. Dan mengingat rahmat Allah dan belas kasihan-Nya kepada makhluk-Nya lebih kuat daripada murka-Nya kepada mereka, maka disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا}
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 24)

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...