Thursday 20 August 2015

Ashabul Ukhdud

Kisah Ashabul ukhdud yang luar biasa bermula dari seorang pemuda yang diutus oleh raja untuk belajar ilmu sihir kepada tukang sihir istana. Ia diharapkan akan dapat menggantikan tugas tukang sihir tersebut setelah kematiannya. Pemuda tersebut tinggal pada suatu kampung yang berbeda dengan tempat tukang sihir tersebut berada. Di tengah perjalanan antara kampung dan tempat tukang sihir berada, tinggallah seorang Rahib yang beriman kepada Allah. Ia hidup mengasingkan diri dari masyarakat yang telah rusak agamanya karena menjadikan raja mereka sebagai sesembahan.
Singkat kata setiap kali pemuda tersebut melewati tempat rahib ini, ia tertarik mendengar ajaran-ajaran yang dianut rahib tersebut. Mulailah ia singgah untuk menimba ilmu yang dibawa oleh sang Rahib. Tiap kali berangkat dan pulang dari belajar sihir, ia menyempatkan diri untuk belajar kepada rahib. Ia pun mempelajari dua ilmu yang tidak akan bersatu, ilmu sihir dan ilmu agama.
Suatu ketika, pemuda tersebut melihat binatang besar yang menghalangi perjalanan manusia. Maka timbullah keinginan dalam pikiran pemuda tersebut untuk menguji manakah ajaran yang lebih utama, ajaran rahib ataukah tukang sihir. Berdoalah ia kepada Allah, “Ya Allah, jika engkau lebih mencintai apa yang dibawa oleh rahib dari pada apa yang dibawa oleh tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini, supaya manusia bisa bebas dari gangguannya.” Ia pun melempar binatang tersebut dengan batu yang mengakibatkan binatang itu mati seketika. Yakinlah si pemuda tentang keutamaan dan kebenaran ajaran sang rahib.
Waktu terus berlalu, si pemuda menjadi terkenal sebagai orang yang mahir mengobati orang yang buta, sakit belang, dan penyakit lainnya. Suatu ketika datanglah seorang pejabat dekat raja. Dengan membawa hadiah yang banyak ia datang untuk minta disembuhkan dari kebutaan yang dideritanya. Pejabat itu mengatakan, “Hadiah-hadiah yang aku bawa ini kuberikan kepadamu jika engkau dapat menyembuhkanku.”Si Pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan, apabila engkau beriman kepada Allah aku akan berdoa kepada-Nya agar menyembuhkanmu.” Maka pejabat itu pun beriman kepada Allah, kemudian Allah menyembuhkan sakitnya.
Pulanglah sang pejabat kerumahnya dan kembali duduk bermajelis bersama raja. Demi melihat kesembuhan pejabat tersebut, heranlah raja. Ia bertanya, “Siapakah yang menyembuhkan penglihatanmu?” Sang Pejabat berkata, “Rabbku.” Mendengar jawaban tersebut murkalah sang raja, dengan marah ia mengatakan, “Apakah kamu mempunyai Rabb selain aku?” Sang pejabat menjawab, “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” Seketika itu pula ia disiksa dan terus disiksa sampai akhirnya ia menunjukkan keberadaan si pemuda.
Dicarilah si pemuda tersebut, kemudian ditangkap dan dihadapkan kepada Raja. Raja mulai bertanya kepada si pemuda, ia tahu bahwa pemuda inilah orang yang ia utus untuk belajar kepada tukang sihir. Dengan nada lembut ia bertanya, “wahai anakku, sungguh sihirmu itu telah mencapai tingkatan untuk dapat menyembuhkan kebutaan, sakit belang dan lainnya.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan.” Maka pemuda inipun disiksa sebagaimana sang pejabat sampai akhirnya si pemuda menunjukkan keberadaan sang rahib.
Ditangkaplah sang rahib dan dipaksa untuk kembali kepada agama sang raja. Maka sang rahib ini menolak dan memilih tetap berada di atas agama Allah. Ia enggan untuk menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah. maka sang raja membunuh sang rahib yang beriman ini dengan cara yang keji. Dengan angkara murka sang raja menggergajinya sehingga terbelah menjadi dua bagian. Tidak berbeda pula nasib sang pejabat, ia pun dibunuh dengan digergaji menjadi dua bagian, semoga Allah membalasi keteguhan iman mereka dengan surga.
Adapun nasib si pemuda, berbeda dengan dua orang yang terdahulu. Sang raja menginginkan agar pemuda tersebut dibunuh dengan cara yang berbeda. Ia dibawa ke suatu gunung kemudian dilemparkan dari puncaknya. Akan tetapi, Allah menyelamatkannya dari percobaan pembunuhan ini. Usaha ini dilakukan beberapa kali dengan cara yang berbada. Setiap mereka ingin membunuhnya, si pemuda selalu berdoa kepada Allah, “Ya Allah selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Maka Allah pun menyelamatkannya sehingga terbebas dari makar pembunuhan itu dan kembali kepada raja dalam keadaan selamat. Raja pun merasa bingung mencari cara menghabisi si pemuda tersebut.
Dengan penuh pertimbangan, akhirnya si pemuda memberitahukan kepada raja cara membunuh dirinya, ia berkata kepada raja, “Engkau tidak akan bisa membunuhku sampai engkau melakukan apa yang aku perintahkan. Kumpulkan manusia dalam satu tempat yang luas, saliblah aku pada batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian katakanlah ‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini’ dan panahlah aku dengannya.” Sang raja pun melakukan perintah si pemuda. Ia menginginkan untuk segera menghabisinya. Pemuda itu ibarat duri dalam daging, penghalang yang harus segera dimusnahkan. Raja tidak mengetahui rencana Allah yang Maha Mengetahui. Dikumpulkanlah manusia pada suatu tempat, ia ambil anak panah dari tempat anak panah si pemuda, kemudian ia panah si pemuda sembari mengatakan,
“Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini.”
Anak panah melesat tepat mengenai pelipis si pemuda. Dengan izin Allah matilah pemuda itu di tangan raja.
Namun tanpa diduga oleh raja, rakyat yang menyaksikan peristiwa ini pun serta merta beriman kepada Allah. Mereka mengatakan, “Kami beriman dengan Rabb anak ini, kami beriman dengan Rabb anak ini.”
Telah datang waktunya kebenaran menyusup ke dalam relung hati rakyat. Tatkala keimanan telah menancap kokoh dalam hati, ia laksana batu karang yang tidak hancur diterpa gelombang. Demi melihat peristiwa ini, murkalah sang raja. Ia perintahkan pengikutnya untuk membuat parit-parit di setiap ujung jalan. Kemudian dinyalakan api di dalamnya. Sang raja memerintahkan pengikutnya untuk membunuh siapa saja yang tetap berada dalam keimanan kepada Allah. Satu persatu mereka digiring dan dibawa ke parit tersebut, menemui ajal dengan mendapatkan keridhaan Allah.
Demikian sepenggal kisah dari orang-orang terdahulu yang beriman kepada Allah. Dalam kitab-Nya yang mulia, Allah banyak mengisahkan perjalanan hidup hamba-hamba-Nya. Sebagian mereka menentang, adapula yang tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Allah menjadikan kisah-kisah ini sebagai pelajaran bagi kita untuk senantiasa mengikuti kebenaran walaupun beresiko harus mendapatkan penentangan manusia. Allah berfirman, “Sungguh dalam kisah mereka ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal, bukanlah (Al Qur’an ini) sebagai ucapan yang diada-adakanakan, tetapi ia membenarkan (kitab-kitab) yang terdahulu dan sebagai penjelas atas segala sesuatu petunjuk Kisah kekejian yang luar biasa ini bermula dari seorang pemuda yang diutus oleh raja untuk belajar ilmu sihir kepada tukang sihir istana. Ia diharapkan akan dapat menggantikan tugas tukang sihir tersebut setelah kematiannya. Pemuda tersebut tinggal pada suatu kampung yang berbeda dengan tempat tukang sihir tersebut berada. Di tengah perjalanan antara kampung dan tempat tukang sihir berada, tinggallah seorang Rahib yang beriman kepada Allah. Ia hidup mengasingkan diri dari masyarakat yang telah rusak agamanya karena menjadikan raja mereka sebagai sesembahan.
Singkat kata setiap kali pemuda tersebut melewati tempat rahib ini, ia tertarik mendengar ajaran-ajaran yang dianut rahib tersebut. Mulailah ia singgah untuk menimba ilmu yang dibawa oleh sang Rahib. Tiap kali berangkat dan pulang dari belajar sihir, ia menyempatkan diri untuk belajar kepada rahib. Ia pun mempelajari dua ilmu yang tidak akan bersatu, ilmu sihir dan ilmu agama.
Suatu ketika, pemuda tersebut melihat binatang besar yang menghalangi perjalanan manusia. Maka timbullah keinginan dalam pikiran pemuda tersebut untuk menguji manakah ajaran yang lebih utama, ajaran rahib ataukah tukang sihir. Berdoalah ia kepada Allah, “Ya Allah, jika engkau lebih mencintai apa yang dibawa oleh rahib dari pada apa yang dibawa oleh tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini, supaya manusia bisa bebas dari gangguannya.” Ia pun melempar binatang tersebut dengan batu yang mengakibatkan binatang itu mati seketika. Yakinlah si pemuda tentang keutamaan dan kebenaran ajaran sang rahib.
Waktu terus berlalu, si pemuda menjadi terkenal sebagai orang yang mahir mengobati orang yang buta, sakit belang, dan penyakit lainnya. Suatu ketika datanglah seorang pejabat dekat raja. Dengan membawa hadiah yang banyak ia datang untuk minta disembuhkan dari kebutaan yang dideritanya. Pejabat itu mengatakan, “Hadiah-hadiah yang aku bawa ini kuberikan kepadamu jika engkau dapat menyembuhkanku.”Si Pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan, apabila engkau beriman kepada Allah aku akan berdoa kepada-Nya agar menyembuhkanmu.” Maka pejabat itu pun beriman kepada Allah, kemudian Allah menyembuhkan sakitnya.
Pulanglah sang pejabat kerumahnya dan kembali duduk bermajelis bersama raja. Demi melihat kesembuhan pejabat tersebut, heranlah raja. Ia bertanya, “Siapakah yang menyembuhkan penglihatanmu?” Sang Pejabat berkata, “Rabbku.” Mendengar jawaban tersebut murkalah sang raja, dengan marah ia mengatakan, “Apakah kamu mempunyai Rabb selain aku?” Sang pejabat menjawab, “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” Seketika itu pula ia disiksa dan terus disiksa sampai akhirnya ia menunjukkan keberadaan si pemuda.
Dicarilah si pemuda tersebut, kemudian ditangkap dan dihadapkan kepada Raja. Raja mulai bertanya kepada si pemuda, ia tahu bahwa pemuda inilah orang yang ia utus untuk belajar kepada tukang sihir. Dengan nada lembut ia bertanya, “wahai anakku, sungguh sihirmu itu telah mencapai tingkatan untuk dapat menyembuhkan kebutaan, sakit belang dan lainnya.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan.” Maka pemuda inipun disiksa sebagaimana sang pejabat sampai akhirnya si pemuda menunjukkan keberadaan sang rahib.
Ditangkaplah sang rahib dan dipaksa untuk kembali kepada agama sang raja. Maka sang rahib ini menolak dan memilih tetap berada di atas agama Allah. Ia enggan untuk menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah. maka sang raja membunuh sang rahib yang beriman ini dengan cara yang keji. Dengan angkara murka sang raja menggergajinya sehingga terbelah menjadi dua bagian. Tidak berbeda pula nasib sang pejabat, ia pun dibunuh dengan digergaji menjadi dua bagian, semoga Allah membalasi keteguhan iman mereka dengan surga.
Adapun nasib si pemuda, berbeda dengan dua orang yang terdahulu. Sang raja menginginkan agar pemuda tersebut dibunuh dengan cara yang berbeda. Ia dibawa ke suatu gunung kemudian dilemparkan dari puncaknya. Akan tetapi, Allah menyelamatkannya dari percobaan pembunuhan ini. Usaha ini dilakukan beberapa kali dengan cara yang berbada. Setiap mereka ingin membunuhnya, si pemuda selalu berdoa kepada Allah, “Ya Allah selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Maka Allah pun menyelamatkannya sehingga terbebas dari makar pembunuhan itu dan kembali kepada raja dalam keadaan selamat. Raja pun merasa bingung mencari cara menghabisi si pemuda tersebut.
Dengan penuh pertimbangan, akhirnya si pemuda memberitahukan kepada raja cara membunuh dirinya, ia berkata kepada raja, “Engkau tidak akan bisa membunuhku sampai engkau melakukan apa yang aku perintahkan. Kumpulkan manusia dalam satu tempat yang luas, saliblah aku pada batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian katakanlah ‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini’ dan panahlah aku dengannya.” Sang raja pun melakukan perintah si pemuda. Ia menginginkan untuk segera menghabisinya. Pemuda itu ibarat duri dalam daging, penghalang yang harus segera dimusnahkan. Raja tidak mengetahui rencana Allah yang Maha Mengetahui. Dikumpulkanlah manusia pada suatu tempat, ia ambil anak panah dari tempat anak panah si pemuda, kemudian ia panah si pemuda sembari mengatakan,
“Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini.”
Anak panah melesat tepat mengenai pelipis si pemuda. Dengan izin Allah matilah pemuda itu di tangan raja.
Namun tanpa diduga oleh raja, rakyat yang menyaksikan peristiwa ini pun serta merta beriman kepada Allah. Mereka mengatakan, “Kami beriman dengan Rabb anak ini, kami beriman dengan Rabb anak ini.”
Telah datang waktunya kebenaran menyusup ke dalam relung hati rakyat. Tatkala keimanan telah menancap kokoh dalam hati, ia laksana batu karang yang tidak hancur diterpa gelombang. Demi melihat peristiwa ini, murkalah sang raja. Ia perintahkan pengikutnya untuk membuat parit-parit di setiap ujung jalan. Kemudian dinyalakan api di dalamnya. Sang raja memerintahkan pengikutnya untuk membunuh siapa saja yang tetap berada dalam keimanan kepada Allah. Satu persatu mereka digiring dan dibawa ke parit tersebut, menemui ajal dengan mendapatkan keridhaan Allah.
Demikian sepenggal kisah dari orang-orang terdahulu yang beriman kepada Allah. Dalam kitab-Nya yang mulia, Allah banyak mengisahkan perjalanan hidup hamba-hamba-Nya. Sebagian mereka menentang, adapula yang tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Allah menjadikan kisah-kisah ini sebagai pelajaran bagi kita untuk senantiasa mengikuti kebenaran walaupun beresiko harus mendapatkan penentangan manusia. Allah berfirman, “Sungguh dalam kisah mereka ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal, bukanlah (Al Qur’an ini) sebagai ucapan yang diada-adakanakan, tetapi ia membenarkan (kitab-kitab) yang terdahulu dan sebagai penjelas atas segala sesuatu petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” [Q.S. Yusuf:111 ]. Allahu a’lam

Malaikat Turun ke Bumi

Ibnu Abid Dunya dalam kitab Al Mujabin menceritakan tentang kisah salah seorang sahabat Abu Ma'allaq, saudagar dari kalangan Anshar yang berkepribadian luhur.
suatu hari di tengah perjalanan niaganya tiba-tiba ia di hadang perampok bersenjata tajam. sang perampok mengancam akan merampas harta dan nyawa abu ma'allaq. Abu ma'allaq di bawah ancaman perampok meminta agar di ijinkan untuk sholat 4 rakaat.
di akhir sujudnya ia berdo'a,' wahai dzat yang pengasih, wahai dzat yang penyayang, wahai Dzat Pemilik 'arsy Yang Agung, Wahai Dzat yang menjalankan apa yang diinginkan, dengan kemuliaanMu yang tak bisa di tuntut aku memohon dengan kuasaMu yang tidakbisa di tindas, dengan cahayaMu yang memenuhi penjuru 'arsy Mu, cegahlah kejahatan perampok ini Wahai PemberiPerlindungan lindungilah aku.'
tiba-tiba seseorang sambil menunggang kuda muncul dengan membawa tombak. dalam sekejap penunggang kuda itu menusukkan tombak tersebut kepada sang perampok lalu menghampiri Abu Ma'allaq dan berkata,'Berdirilah!'
'Engkau bukan ayahku dan bukan ibuku, tetapi Allah telah menolongku hari ini melalui engkau.' kata abu Ma'allaq.
'aku adalah malaikatpenghuni langit ke empat. Pada doamu yang pertama aku mendengar suara ketukan pada pintu-pintu langit, kemudian pada doamu yang kedua aku mendengar penghuni langit ribut. Padado'amu yang ketiga telah sampai berita kepadaku ada orang yang tertimpa kesusahan. Lalu aku memohon kepada Allah agar mengizinkan aku membunuh perampok itu.'

inilah sebuah kisah datanya pertolongan Allah, maka jika saat ini Anda sedang bermasallah maka segeralah berwudhu, sholat lalu mintalah pertolonga Allah, siapa tahu Allah akan mengirim malaikat untuk menolong anda....

Tahapan Perkembangan Anak



Rasulullah bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian mengerjakan shalat bila telah menginjak usia 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka…(Shahih Sunan Abu Dawud, 466 dan Ahmad, 6467)
Dari hadits tersebut terdapat perintah Sholat yang diajarkan oleh nabi kepada anak – anak adalah pada usia 7 tahun.  
Di dalam kitab yang ditulis oleh Dr. Khalid As Syantut, di salah satu babnya menyampaikan tentang : “masa kanak – kanak yang tenang adalah saat anak berusia 7 tahun sampai usia baligh”
Dr. Khalid As Syantut mengatakan masa kanak-kanak yang tenang di mulai dari usia 7 tahun.
Hal ini mengisyaratkan dalam tulisannya Dr. Khalid adalah tentang  peran sholat (dari hadits) yang dijadikan ukuran awal untuk masa kanak-kanak yang tenang.
Lalu seperti apa masa kanak-kanak yang tenang itu ?. Kata tenang menurut bahasa Indonesia adalah kelihatan diam, tidak bergerak-gerak, tidak gelisah: tidak rusuh; tidak kacau; tidak ribut; aman dan tenteram (perasaan hati, keadaan)
Coba dibayangkan, jika generasi kita sudah masuk di usia 7 tahun maka akan nampak pada dirinya diam, tidak bergerak-gerak, tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak rebut, aman dan tentram ( perasaan hati dan keadaan).
Coba kita menganalisa tahap perkembangan dengan mentadabburi hadits dan kalimat ulama di atas :Seperti ini, Analisa tahap perkembangan anak itu :
Tahap perkembangan Usia di bawah 7 tahun.
Anak dikenalkan, dilatih, diberikan contoh, ilmu-ilmu tentang fiqih sholat. Anak mulai berlatih untuk mengenal adab-adab sholat, rukun-rukun sholat, tentang keutamaan sholat,contoh-contoh gerakan sholat. Menurut Dr. Khalid As Syantut anak dilatih sholat saat usia 6 tahun dan di dorong melakukan sholat sebelum 7 tahun.
Analisa kami di tahapan ini juga berkaitan dengan penggunaan hijab bagi anak perempuan. Anak-anak perempuan, dilatih mengenal hijab, cara penggunaan hijab, manfaat hijab dan motivasi-motivasi berhijab sebelum usia 7 tahun
Tahap perkembangan Usia 7 – 10 tahun.
Di usia 7 adalah usia perintah, karena kalimatnya adalah “Perintahkan anak-anak kalian mengerjakan shalat bila telah menginjak usia 7 tahun”. Inilah yang harus dijadikan pola pembiasaan orang dewasa terhadap anak-anak usia 7 tahun. Pola untuk memerintah anak untuk melakukan sholat. Ketika kita menghilangkan sebuah perintah sholat di usia anak 7 tahun, ini akan berdampak pada tahapan perkembangan berikutnya. Itulah mengapa Nabi batasi dalam hadits tersebut usia 10 tahun. Ada waktu 3 tahun untuk mengawal perintah sholat kepada Anak-anak. Pengawalan dengan menjaga nilai-nilai perintah kepada anak-anak. Dan mulai menjaga ruang-ruang negosiasi anak-anak untuk meringankan sholat. Kemudian setelah itu, ketika masuk Usia 10 tahun, akan terasa berarti pukulan yang harus dilakukan. Karena proses menuju perintah memukul di usia 10 tahun sudah dikawal dari sejak usia 7 tahun.
Tahap perkembangan Usia 10 tahun – Baligh
“pisahkanlah tempat tidur mereka”. Ketika nabi memerintahkan untuk dipisahkan tempat tidur anak-anak, ada isyarat bahwa anak-anak di usia 10 tahun ke atas adalah anak-anak yang sudah mengalami perubahan gerak dan fisiknya. Sehingga di usia tersebut semakin bertambah pula wawasannya. Maka pada tahapan ini, mengutip kalimat Dr. Khalid As Syantut tentang masa kanak-kanak yang tenang. Beliau memberikan usulan, anak – anak mulai belajar amanah-kejujuran-keadilan. Anak-anak pada usia ini juga semakin kuat membutuhkan keteladanan orang dewasa(pendidik) disekelilingnya. Anak laki-laki mulai dilatih untuk membantu pekerjaan ayahnya diluar. Anak perempuan dilatih membantu ibunya di dalam rumah. Begitupula pada tahapan ini mulai diperhatikan teman sebaya dari anak-anak. Karena dari mereka pulalah anak-anak belajar pada tahap perkembangan usia ini.
.

Tak Bersyukur

Syukur Nikmat Orang Saleh
Dulu pernah ada kejadian lucu di pikatan yang di ceritakan ms Rahman Wahyu Hindarto:
suatu malam ada seorang pencuri datang ke sebuah warung kopi, dia memakai sepeda onthel yang saat itu merupakan kendaraan yang lumayan berharga.
pencuri itu masuk warung kemudian memesan mie godog sembari mencari kesempatan untuk mencuri di warung itu. setelah habis mie godog satu porsi, tak kunjng lengah juga bapak tua penjual kopi, akhirnya dia memesan 1 porsi lagi. ketika memakan mie godog kedua, ada kesempatan untukmencuri, akhirnya sang maling mengambil min kompo milik warung dan langsung lari menggunakan sepeda onthel. mengetahui hal itu sang pedagang berteriak mintaneriaki pencuri dan akhirnya warga kampung mengejar sang pencuri. d
sesampai di jembatan sroyo sang pencuri tidak kuat menngenjot sepeda onthelnya karena ada tanjakan yang lumayan tinggi, melihat warga yang mengejar semakin dekat akhirnya sepeda onthel maling di tinggal karena sangking takutnya kemudian berlari membawa mini compo.
sang pedagang dan warga yang mengejar sampai di jembatan. sang pedagang melihat sepeda pencuri yang di tinggal di jalan. melihat hal itu sang pedagang langsung mengambil sepeda onthel maling kemudian berkata kepada warga, sudah tak usah di kejar malingnya,sepeda ini jauh lebih mahal dari mini compo saya. he he he.
sang maling yang masih terlihat di atas tanjakan tampak kecewa melihat sepedanya di bawah diambil warga.
ketika mas rahman menceritakan hal itu, saya tertawa sampai sakit perut. tapi ternyata kadang kita juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan sang maling. tergiur melihat harta orang lain dan melupakan nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Allahberfirman “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (QS. Ibrahim : 7).
lalu bagaimanakah seharusnya kita mensyukuri nikmat yang Allah berikan sehingga Allah menambah nikmatnya kepada kita?
Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Hamba yang bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala . Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:
Pertama ,
Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah
Ta’ala semata, sebagaimana firman Allah
Ta’ala :
ﻭَﻣَﺎ ﺑِﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﻧِﻌْﻤَﺔٍ ﻓَﻤِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
Orang yang menisbatkan bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah Ta’ala , ia adalah hamba yang bersyukur. Selain mengakui dan meyakini bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala hendaklah ia mencintai nikmat-nikmat yang ia peroleh.
Kedua,
Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat
Thayyibbah sebagai bentuk pujian terhadap Allah Ta’ala
Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah
Ta’ala .
ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺑِﻨِﻌْﻤَﺔِ ﺭَﺑِّﻚَ ﻓَﺤَﺪِّﺙْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)
Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa, maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺃَﻛَﻞَ ﻃَﻌَﺎﻣًﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺃَﻃْﻌَﻤَﻨِﻰ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﺭَﺯَﻗَﻨِﻴﻪِ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺣَﻮْﻝٍ ﻣِﻨِّﻰ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓٍ . ﻏُﻔِﺮَ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﺗَﻘَﺪَّﻡَ ﻣِﻦْ ﺫَﻧْﺒِﻪِ
“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Terdapat pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻴَﺮْﺿَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﻛُﻞَ ﺍﻷَﻛْﻠَﺔَ ﻓَﻴَﺤْﻤَﺪَﻩُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﻳَﺸْﺮَﺏَ ﺍﻟﺸَّﺮْﺑَﺔَ ﻓَﻴَﺤْﻤَﺪَﻩُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734).
Bahkan ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻯ ﻣَﺎ ﻳُﺤِﺐُّ
ﻗَﺎﻝَ « ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺑِﻨِﻌْﻤَﺘِﻪِ ﺗَﺘِﻢُّ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺎﺕُ » . ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻯ ﻣَﺎ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﻗَﺎﻝَ « ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺣَﺎﻝٍ ».
Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat” . Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal. ” (HR Ibnu Majah no 3803 dinilai hasan oleh al Albani)
Ketiga,
Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih
Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala .
Ketiga hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang bersyukur yakni bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. ( Minhajul Qosidin, hal. 305). Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al Fawa’id, hal. 124-125)
Wallahu A'lam...

Pencuri Tuli

pernah terjadi pencurian yang lucu di daerah bulu temanggung.
suatu hari warga sekampung heran karena ada radio (yang saat itu masih merupakan barang berharga ) berbunyi di salah satu kebun milik warga. radio itu terusberbunyi dan berjalan, akhirnya beberapa warga yang curiga segera mengikuti suara tersebut. setelah di ikuti ternyata ada seorang pencuri memanggul radio yang berbunyi. akhirnya di tangkaplah sang pencuri dan ternyata sang pencuri tuli sehingga dia tidak tahu kalau radio yang dia curi masih berbunyi.
he he he
http://garasiopa.com/wp-content/uploads/2012/06/RadioToshiba4-490x366.jpg
manusia adalah makhluk dengan begitu banyak kelemahan sehingga manusia sering seperti pencuri di atas melakukan kesalahan yang tidak diketahui di mana kesalahan itu akan membuat manusia celaka. kita lebih sering tidak tahu terhadap hakikat sesuatu walaupun kadang akal kita mampu menangkap suatu hakikat, namun keterbatasan akal jua yang kadang menyikap kelemahan dari akal manusia. oleh karena itu Allah menurunkan user guide berupa Al Quran, yang merupakan jalan untuk mendapatkan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membuat satu garis lurus, kemudian beliau bersabda, “ Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat garis-garis yang banyak di samping kiri dan kanan garis yang lurus tersebut. Setelah itu beliau bersabda , “Ini adalah jalan-jalan (menyimpang). Di setiap jalan tersebut ada syetan yang menyeru kepada jalan (yang menyimpang) tersebut. “ (H.R Ahmad 4142).(Lihat Jaami’ul Bayaan fii Ta’wiil Al Qur’an )
jalan lurus inilah yang setiap hari di minta oleh seorang muslim dalam sholatnya, shirotolmustaqim. lalu apakah shirotol mustakim itu, ulama menjelaskan tentangshirotol mustaqim ini.
Imam Abu Ja’far bin Juraih rahimahullah berkata, “ Para ahli tafsir telah sepakat seluruhnya bahwa shiratal mustaqim adalah jalan yang jelas yang tidak ada penyimpangan di dalamnya” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azim )
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan bahwa ada empat perkataan ulama tentang makna shiratal mustaqim:
Pertama. Maksudnya adalah kitabullah . Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Ali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Kedua. Maknanya adalah agama Islam. Ini merupakan pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Al Hasan, dan Abul ‘Aliyah
rahimahumullah.
Ketiga. Maksudnya adalah jalan petunjuk menuju agama Allah. Ini merupakan pendapat Abu Shalih dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan juga pendapat Mujahid rahimahumullah .
Keempat. Maksudnya adalah jalan (menuju) surga. Pendapat ini juga dinukil dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma . ( Lihat Zaadul Masiir).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
rahimahullah mejelaskan : “ Shiratal mustaqim adalah jalan yang jelas dan gamblang yang bisa mengantarkan menuju Allah dan surga-Nya, yaitu dengan mengenal kebenaran serta mengamalkannya” (Taisirul Kariimir Rahman ).
Syaikh Shalih Fauzan hafidzahullah menjelaskan, “ Yang dimaksud dengan shirat (jalan) di sini adalah Islam, Al Qur’an, dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ketiganya dinamakan dengan “jalan” karena mengantarkan kepada Allah Ta’ala . Sedangkan
al mustaqim maknanya jalan yang tidak bengkok, lurus dan jelas yang tidak akan tersesat orang yang melaluinya” ( Duruus min Al Qur’an 54)
Perbedaan penjelasan para ulama tentang makna shiratal mustaqim tidaklah saling bertentangan satu sama lain, bahkan saling melengkapi. Dapat kita simpulkan dari penjelasan di atas bahwa shiratal mustaqim adalah agama Islam yang sangat jelas dan gamblang, yang harus diilmui dan diamalkan berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, sehingga bisa menjadikan pelakunya masuk ke dalam surga Allah Ta’ala . Jalan inilah yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
jalan inilah yang akan membebaskan manusia dari kecelakaan di dunia maupun di akhirat. semoga kita semua dimudahkan oleh Allah untuk menempuhnya.
Wallahu a'lam...

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...