Monday 18 January 2016

Perkataan Ulama Terkait Mengirimkan Pahala kepada Mayit

Ibnu Katsir ad-Dimasyqi dalam tafsirnya; Tafsir al-Quran al-Adzim, jilid 7/ halaman 465, serta pernyataan Imam an-Nawawi, bahwa yang masyhur dari madzhab as-Syafi’i adalah tidak sampai: فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل Pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’i dan beberapa jamaah adalah tidak sampai (Pahala bacaan al-Qur’an) (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w, al-Adzkar). Ada beberapa catatan terkait pernyataan Imam as-Syafi’i di atas. Pertama, pernyataan tidak sampainya bacaan al-Quran kepada mayyit dengan keadaan apapun, dari Imam as-Syafi’i ini secara jelas susah ditemukan, kalaupun ada ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab as-Syafi’i. Terlebih ini adalah pernyataan yang sepotong. Apakah dalam semua keadaan, bacaan al-Qur’an kepada mayyit itu tidak sampai, atau ada syarat khusus dan kriteria tertentu agar bisa bermanfaat kepada mayyit. Karena Imam as-Syafi’i pernah juga menyatakan sendiri dalam kitabnya al-Umm: وأحب لو قرئ عند القبر، ودعي للميت Saya menyukai jika dibacakan al-Quran di kuburnya, dan juga didoakan. (Imam Muhammad bin Idris as-Syafi'i, al-Umm) Hal ini diperkuat dengan pernyataan Imam an-Nawawi : قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا Imam as-Syafi’i mengatakan: Disunnahkan membaca al-Qur’an kepada mayit yang telah di kubur. Jika sampai khatam al-Qur’an, maka itu lebih baik.(Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Riyadh as-Shalihin) Ada hal menarik disini. Jika dikatakan menurut Imam as-Syafi’i muthlak tidak sampai dalam keadaan apapun, kenapa Imam as-Syafi’i malah menganjurkan mengkhatamkan al-Qur’an kepada mayit setelah di kuburkan? Perlu dicatat, bahwa sebenarnya Imam as-Syafi'i tidak pernah menyatakan bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayyit itu bid'ah yang sesat.  Imam as-Syafi'i juga tidak pernah menyatakan bahwa membaca al-Quran di kuburan itu bid'ah. Syeikh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi mempunyai kitab khusus terkait membaca al-Quran di kuburan. Kitab itu berjudul: al-Qiraah Inda al-Qubur.  Beliau menukil pernyataan Imam as-Syafi'i dari Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani ( salah seorang murid Imam as-Syafi'i ) dan guru dari sekian banyak Muhaddits, seperti Imam al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Huzaimah. ( Ad-Dzahabi, Siyar A'lam an-Nubala' ). Disebutkan dalam kitab al-Qira'ah Inda al-Qubur: أخبرني روح بن الفرج، قال: سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني، يقول: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال: لا بأس به al-Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani bertanya kepada Imam as-Syafi'i tentang membaca al-Qur'an di kuburan. Beliau menjawab: Iya, tidak apa-apa (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi, al-Qiraah inda al-Qubur ) Kedua, tentu yang lebih paham tentang fiqih Syafi’i adalah para ulama asli madzhab as-Syafi’I Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshari as-Syafi’i dan Ibnu Hajar Al-Haitami as-Syafi’i , sebagai ulama dalam madzhab as-Syafi’i menyimpulkan bahwa, maksud bacaan al-Quran itu tidak sampai jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan di hadapan si mayit. ( Syaikh al-Islam Zakaria al-Anshori , Fath al-Wahhab, dan Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro). Ketiga, ini yang terpenting. Memang masalah ini menjadi perbedaan diantara para ulama sejak dahulu. Hanya saja perbedaan mereka terkait, “Sampai atau tidak”, bukan pada “Boleh atau tidak boleh” atau “Ada tuntunannya atau tidak” atau “Rasulullah melakukannya atau tidak”. Abu Bakar Al-Marrudzi al-Hanbali ( salah seorang murid terdekat Imam Ahmad bin Hanbal ) pernah mendengar sendiri Imam Ahmad berkata: قال المروذي: سمعت أحمد يقول: إذا دخلتم المقابر فاقرءوا بفاتحة الكتاب والمعوذتين، وقل هو الله أحد، واجعلوا ثواب ذلك إلى أهل المقابر؛ فإنه يصل إليهم، وكانت هكذا عادة الأنصار في التردد إلى موتاهم؛ يقرءون القرآن. Saya (al-Marrudzi) pernah mendengar Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Jika kalian masuk ke kuburan, maka bacalah Surat al-Fatihah, al-Muawwidzatain dan al-Ikhlas. Lantas jadikanlah pahala bacaan itu untuk ahli kubur, maka hal itu akan sampai ke mereka. Dan inilah kebiasaan kaum Anshar ketika datang ke orang-orang yang telah wafat, mereka membaca al-Qur’an.(Mushtafa bin Saad al-Hanbali, Mathalib Ulin Nuha). Syaikh Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa juz 24 halaman 367 : وأما القراءة والصدقة وغيرهما من أعمال البر فلا نزاع بين علماء السنة والجماعة في وصول ثواب العبادات المالية كالصدقة والعتق كما يصل إليه أيضا الدعاء والاستغفار والصلاة عليه صلاة الجنازة والدعاء عند قبره. وتنازعوا في وصول الأعمال البدنية: كالصوم والصلاة والقراءة. والصواب أن الجميع يصل إليه Adapun bacaan Al-Quran, shodaqoh dan ibadah lainnya termasuk perbuatan yang baik dan tidak ada pertentangan dikalangan ulama ahli sunnah wal jamaah bahwa sampainya pahala ibadah maliyah seperti shodaqoh dan membebaskan budak. Begitu juga dengan doa, istighfar, sholat dan doa di kuburan. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang sampai atau tidaknya pahala ibadah badaniyah seperti puasa, sholat dan bacaan. Pendapat yang benar adalah semua amal ibadah itu sampai kepada mayit. ( Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-Fatawa)  Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata : وأي فرق بين وصول ثواب الصوم الذي هو مجرد نية وإمساك بين وصول ثواب القراءة والذكر، والقائل أن أحدا من السلف لم يفعل ذلك قائل مالا علم له به Apa bedanya sampainya pahala puasa dengan bacaan al-Qur’an dan dzikir. Orang yang mengatakan bahwa ulama salaf (bukan salafi) tak pernah melakukan hal itu, berarti orang itu tak ada ilmunya (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, ar-Ruh) Ibnu Quddamah berkata : ولنا، ما ذكرناه، وأنه إجماع المسلمين؛ فإنهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرءون القرآن، ويهدون ثوابه إلى موتاهم من غير نكير Ijma’ kaum muslimin menyatakan bahwa di tiap waktu dan di seluruh penjuru negeri, kaum muslimin berkumpul untuk membaca al-Qur’an. Lantas pahala bacaan al-Qur’an itu mereka hadiahkan kepada orang yang telah wafat, tanpa ada yang mengingkarinya.(Ibnu Quddamah al-Hanbali, al-Mughni) Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin lebih memilih bahwa bacaan al-Quran itu sampai dan boleh. القول الثاني: أنه ينتفع بذلك وأنه يجوز للإنسان أن يقرأ القرآن بنية أنه لفلان أو فلانة من المسلمين، سواء كان قريبا أو غير قريب. والراجح: القول الثاني لأنه ورد في جنس العبادات جواز صرفها للميت Pendapat kedua, adalah mayyit bisa mendapat manfaat dari apa yang dikerjakan orang yang masih hidup. Hukumnya boleh, orang membaca al-Quran lantas berkata; “Saya niatkan pahala ini untuk fulan atau fulanah. Baik orang itu kerabat atau bukan. Ini adalah pendapat yang rajih. (Muhammad bin Shalih al-Utsaimin w. 1421 H, Majmu’ Fatawa wa Rasail)

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...