Thursday 3 November 2022

Empat Ayat Motivasi Kehidupan



1. Manusia senantiasa dalam nikmat sampai dia bermaksiat kepada Allah. 

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.
(Ar-Ra'd Ayat 11)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili ketika menjelaskan ayat ini dalam tafsir wajis menjelaskan bahwa," Bagi setiap manusia itu ada malaikat-malaikat yang mengikutinya untuk menjaga dan memeliharanya. Mereka adalah para malaikat penjaga yang menjaga manusia dengan perintah dan pertolongan Allah, bukan untuk menolak perintahNya. Dan jika berlaku suatu takdir, maka mereka akan berlepas darinya. Mereka menghitung amal perbuatannya yang baik dan buruk. Sesungguhnya Allah tidak mengubah nikmat atau kesehatan suatu kaum, sampai mereka mengubah ketaatan dan kebaikannya sendiri menjadi kemaksiatan dan keburukan. Jika Allah menghendaki suatu azab dan kehancuran bagi suatu kaum, maka itu tidak akan bisa ditolak. Dan tidak ada bagi mereka selain Allah seorang penolong yang membantu urusan mereka, yang membimbing mereka menuju kebaikan dan melindungi mereka dari keburukan."
Jadi dapat kita simpulkan cara manusia menjaga kenikmatan yang Allah berikan dengan tetap berada dalam ketaqwaan kepada Nya. Namun jika seseorang berbuat dzalim dan aniaya maka hal ini akan merubah nikmat Allah menjadi kesengsaraan. 

2. Ada kebaikan dibalik yang tidak kita sukai

وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(Al-Baqarah Ayat 216)

كُرْهٌ (benci)
Makna (الكره) adalah kesulitan yang dibenci oleh jiwa, dan jihad adalah termasuk hal yang dibenci karena terdapat didalamnya mengeluarkan harta benda, meninggalkan keluarga dan negeri, dan kemungkinan kehilangan nyawa.

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagi kamu”

Meskipun tidak disukai namun peperangan itu membawa kemenangan dan keberuntungan atas musuh, penguasaan atas negri, harta benda, wanita dan anak-anak mereka.
Bagi kaum mukminin kematian dalam jihad di sabilillah memiliki keutamaan yang besar pula. Jadi walaupun tidak disukai, peperangan terdapat manfaat didalamnya. 

وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ

“Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia sangat buruk bagi kamu”

Dapat kita pahami pengertian ayat ini bersifat umum dalam segala hal. Bisa saja seseorang menyukai sesuatu, padahal sesuatu tersebut tidak mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan baginya. 
Diantaranya adalah penolakan ikut berperang yang akan berakibat jatuhnya negri dan pemerintahan ke tangan musuh.

Kemudian Allah berfirman :

وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

Hal ini berarti bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih mengetahui akibat segala sesuatu dan Dia memberitahukan bahwa dalam peperangan itu terdapat kebaikan bagi kalian di dunia maupun di akhirat. Karena itu, sambut dan bersegeralah memenuhi perintah-Nya agar kita mendapat petunjuk.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa kebaikan adalah mengikuti perintahnya sedangkan keburukan selalu ada dalam kemaksiatan kepada Nya. 

3. Anda pasti sanggup

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Al-Baqarah 286)

 لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ 
(Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya )
Makna (التكليف) adalah urusan yang didalamnya terdapat kesukaran, beban dan pengurasan tenaga.
Meskipun  seseorang ditimpakan kesukaran, namun kesukaran itu pasti mampu dilalui olehnya. Allah mengetahui kadar kampuan setiap hambanya. 

Syaikh Wahbah Az Suhaili menerangkan, "Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya. Baginya itu pahala atas perbuatan baik yang dia usahakan, baginya pula dosa atas perbuatan buruk yang dia usahakan."

4. Setelah kesulitan ada kemudahan

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(Al-Insyirah Ayat 5-6)

Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa sesungguhnya di dalam setiap kesempitan, terdapat kelapangan, dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan, terdapat pula jalan keluar. Namun demikian, dalam usaha untuk meraih sesuatu itu harus tetap berpegang pada kesabaran dan tawakal kepada Allah.

Ini adalah sifat Nabi shalallahubalaihi wa sallam, baik sebelum beliau diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya, ketika beliau terdesak menghadapi tantangan kaumnya. Walaupun demikian, beliau tidak pernah gelisah dan tidak pula mengubah tujuan, tetapi beliau bersabar menghadapi kejahatan kaumnya dan terus menjalankan dakwah sambil berserah diri dengan tawakal kepada Allah dan mengharap pahala daripada-Nya.

Wallahu a'lam

Temanggung, 4 November 2022

Ta'Rouf Yusuf

Sebuah Nasehat dari Uwais Al Qarni


Harim bin Hayyan pernah berkata kepada Uwais Al-Qorni rahimahullah , “Nasehatilah aku”. 
Beliau menjawab :

تَوَسَّدِ الْمَوْتَ إِذَا نِمْتَ، وَاجْعَلْهُ نَصْبَ عَيْنَيْكَ، وَإِذَا قُمْتَ فَادْعُ اللّٰهَ أَنْ يُصْلِحَ لَكَ قَلْبَكَ وَنِيَّتَكَ، فَلَنْ تُعَالِجَ شَيْئَا أَشَدُّ عَلَيْكَ مِنْهُمَا، بَيْنَا قَلْبُكَ مَعَكَ وَنِيَّتُكَ إِذَا هُوَ مُدْبِرٌ، وَبَيْنَا هُوَ مُدْبِرٌ إِذَا ه‍ُوَ مُقْبِلٌ، وَلَا تَنْظُرْ فِيْ صِغَرِ الْخَطِيْئَةِ، وَلَكِنِ انْْظُرْ إِلَى عَظَمَةِ مَنْ عَصَيْتَ

“Jadikanlah kematian sebagai bantalmu saat kamu tidur, dan jadikan ia di pelupuk matamu. 
Jika kamu bangun, berdo’alah kepada Allah untuk memperbaiki hati dan niatmu. Kamu tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat. Adakalanya hatimu bersamamu tetapi niatmu berpaling darimu, dan adakalanya hatimu berpaling namun niatmu datang menghampiri. Dan janganlah kamu melihat pada kecilnya dosa tetapi lihatlah kepada keagungan Dzat yang kamu maksiati "

Ada tiga hal penting dalam nasehat Uwais Al Qarni :
1. Mengingat Mati
Dalam hadits disampaikan 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR Tirmidzi) 

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أكثروا ذكر هاذم اللذات: الموت، فإنه لم يذكره في ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره في سعة إلا ضيقها”

 “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” HR. Ibnu HIbban) 

Ad Daqqaq rahimahullah berkata,

“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة”  تذكرة القرطبي : ص 9

Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah” (Lihat kitab At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby).

Dengan mengingat kematian seseorang akan menjadi mukmin yang cerdas berakal, coba perhatikan riwayat berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”, orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah) 

2. Memperbaiki hati dan niat

Hati adalah pondasi amalan dan sumber pergerakan anggota badan. Jika hati baik, maka badan ikut baik. Jika hati rusak, badan pun ikut rusak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat perhatian dengan perkara hati; sehat sakitnya dan bersih kotornya. Doa-doa Rasulullah dipenuhi dengan permohonan agar Allah selalu menjaga dan memperbaiki kondisi hati yang dimiliki olehnya. Diantara doa-doa Rasulullah :

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا

“Ya Allah, berikanlah cahaya di hatiku.”

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyuk.”

اللَّهُمَّ نَقِّ قَلْبِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ

“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari dosa-dosa sebagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran.”

Seorang muslim wajib memperhatikan kesehatan dan kebersihan hatinya serta memperbaiki amalan anggota badannya. Tidak bermanfaat amalan badan jika tidak disertai dengan kebersihan dan kesehatan hati. Seandainya seorang muslim telah memperbaiki hati dan mengisinya dengan keikhlasan, kejujuran, dan rasa cinta kepada Allah, niscaya amalan lahirnya akan baik dan salih. Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika daging itu baik, maka seluruh tubuh akan baik dan jika daging itu rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Imam Sufyan At-Tsauri rahimahullah pernah mengatakan,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي لأَنَّهُ تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ

“Tidak pernah aku memperbaiki sesuatu yang lebih berat bagiku dari pada niatku, karena niat selalu berubah-ubah” (Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam: 29).

Oleh karenanya sangatlah pantas jika Allah memberikan ganjaran yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas. 

Niat yang ikhlas ini menjadi sebab di ampuni dosa sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ

“Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil, maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu” (HR Bukhari dan Muslim).

hawa nafsu, karena hawa nafsu ingin agar dirinya memperlihatkan sedekahnya dan ingin dipuji oleh manusia. Oleh karenanya sikap menyembunyikan sedekah membutuhkan keimanan yang sangat kuat untuk melawan hawa nafsu”. (Fathul Baari, 4/62). Golongan yang kedua adalah seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala ia bersendirian (baik bersendirian secara zahir, maupun bersendirian secara batin) lantas ia pun mengalirkan air matanya.

3. Tidak menyepelekan dosa

Meremehkan dosa dapat membuat dosa tersebut menjadi besar di sisi Allah, ditambah lagi jika terus menerus melakukan dosa walau itu awalnya dosa yang ringan.

Disebutkan hadits dalam Shahih Bukhari,

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan menyangka bahwa itu lebih tipis dari rambut. Namun kami menganggapnya di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sesuatu yang membinasakan.” (HR. Bukhari).

Disebutkan dalam hadits bahwa ia sangka suatu dosa itu lebih tipis dari rambut, itu tanda meremehkan dosa. Padahal sesuatu yang dianggap sepele seperti ini di sisi Allah begitu besar.

Disebutkan dari Ibrahim bin Al Hajjaj dari Mahdi, “Kami menganggapnya sebagai dosa kala bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu Batthol mengatakan,

الْمُحَقَّرَاتُ إِذَا كَثُرَتْ صَارَتْ كِبَارًا مَعَ الْإِصْرَار

“Sesuatu dosa yang dianggap remeh bisa menjadi dosa besar, ditambah lagi jika terus menerus melakukan dosa.”

Abu Ayyub Al Anshori berkata,

إِنَّ الرَّجُل لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَثِقُ بِهَا وَيَنْسَى الْمُحَقَّرَاتِ فَيَلْقَى اللَّهَ وَقَدْ أَحَاطَتْ بِهِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ مِنْهَا مُشْفِقًا حَتَّى يَلْقَى اللَّه آمِنًا

Sesungguhnya seseorang melakukan kebaikan dan terlalu percaya diri dengannya dan meremehkan dosa-dosa, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan ia penuh dengan dosa. Sesungguhnya seseorang melakukan kejeleken dalam keadaan terus merasa bersalah, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan aman.

Wallahu a'lam

Temanggung, 2 November 2022

Ta' Rouf Yusuf

Tiga Amal yang Menyelamatkan Hidup Manusia



Dalam kitab Nasha-ihul Ibad, Syekh Nawawi Al-Bantani menyebutkan tiga hal yang bisa menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.

1. Takut kepada Allah saat dalam kesendirian dan keramaian.

Kesendirian disebutkan lebih dahulu karena ketakwaan kepada Allah saat kesendirian lebih berat.

Saat tak ada orang lain melihatmu, apakah engkau akan tetap berbuat baik? Saat kesempatan berbuat dosa begitu terbuka, apakah engkau memilih takut kepadaNya?

2. Bersikap sederhana pada saat fakir atau pada saat kaya

Bersikap sederhana saat fakir memang tampak lebih mudah. Namun ada orang yang tak bisa sederhana meski tidak punya apa-apa.

Dampaknya ia menghalalkan semua cara demi bisa mendapatkan kesenangan yang diinginkan.

Bisakah engkau bersikap sederhana di saat tak punya apa-apa, dan tetap sederhana di saat kaya?

3. Bersikap adil saat senang dan saat marah

Tetap bersikap adil di saat senang dan saat marah adalah tindakan yang sulit dan berat. Ketika senang orang cenderung berlebihan. Apalagi ketika marah.
Manusia cenderung melewati batas.

Bisakah engkau berlaku adil di saat senang, dan tetap adil di saat marah?

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...