Tuesday 8 November 2016

Mbah Subkhi

SELAMAT HARI PAHLAWAN

Subkhi atau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Subkhi lahir sekitar tahun 1860 di Parakan, beliau dikenal sebagai ulama yang sangat berjasa atas kemerdekaan bangsa Indonesia. Sang Jenderal Bambu Runcing, begitu orang menyebut beliau. Sosok Kiai Khos, tawaduk, kharismatik, yang menjadi rujukan para pahlawan nasional dalam merebut kemerdekaan dari penjajah.

Secara geografis Parakan sebelum kemerdekaan (1945) adalah potret desa yang masyarakatnya yang sebagian besar petani dan pedagang, selebihnya buruh. Jalan raya yang menghubugkan dengan kota dilalui dengan kereta api, sebagian masyarakat yang menuju kota lebih senang dengan berjalan kaki.

Mbah Subkhi lahir sekitar tahun 1860 dan wafat tahun 1959. Seorang ulama nasionalis tanah air. Ayah beliau merupakan salah satu pejuang gigih, mempertaruhkan nyawa bersama pasukan Diponegoro yang kemudian menetap di Parakan.

Mbah Subkhi seorang ulama yang menonjol. Beliau sangat lugas dalam berbicara, berani melawan kezaliman dan membela kebenaran, dikenal tawadu dan mempunyai rasa tresno (belas kasih) terhadap umat.

Keberanian dan sifat mulia itulah membuat Mbah Subkhi menjadi sangat dihormati semua orang, dicintai santri-santrinya, disegani kawan-kawannya dan ditakuti musuh-musuhnya. Kewibawaan dan rasa hormat orang lain kepada beliau tidak lantas membuat Mbah Subkhi lupa diri, beliau popular dengan kesederhanaan. Hidup sederhana beliau menjadi contoh umat dalam meraih maqam (kedudukan) zuhud.

Saifudin Zuhri dalam bukunya Berangkat dari Pesantren berkata, “KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin dan KH. Masykur pernah juga mengunjunginya (Mbah Subkhi). Dalam pertemuan itu, KH Subkhi menangis karena banyak yang meminta doa darinya. Ia merasa tidak layak dengan maqam itu. Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin, akan keikhlasan sang Kiai. Tapi, Kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan mengatakan bahwa apa yang dilakukannnya sudah benar.”

Mbah Subkhi dimata masyarakat terutama para pejuang seperti magnet yang menggerakkan mereka kepada kebaikan, magnet yang mempunyi pengaruh luar biasa dalam kehidupan sosial.

Mbah Subkhi mengabdikan diri kepada bangsa begitu ikhlas, tulus, dan tanpa pamrih. Para pendiri bangsa dan para pejuang telah berkali-kali mendatangi kediamannya, dari masyarakat biasa hingga para pembesar negeri sowan pada beliau untuk mencium jemari tangannya, meminta nasihat dan doa.

Wajah yang sejuk, tatapan mata yang teduh, lembut tutur katanya, sebagaimana mata air, seperti itulah Mbah Subkhi menyejukkan batin umat. Akhlakul karimah yang tertanam dalam jiwa beliau memberikan ruang kepada masyarakat yang berkunjung untuk menikmati kemuliaan dari sosok Kiai Subkhi.

Bambu Runcing adalah sebutan popular bagi sebuah bambu yang diruncingkan ujungnya, dipakai sebagai senjata dalam perang merebut kemerdekaan, atau disebut juga dengan tombak bambu. Peralatan sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang dipakai rakyat dalam melawan penjajah. Bambu Runcing senjata ampuh popular berasal dari Parakan, itu mengapa, daerah Parakan juga disebut dengan kampung Bambu Runcing.

Senjata-senjata tradisional seperti tombak, keris, ketapel, sujen, dan lain-lain adalah peralatan perang utama penduduk pribumi melawan penjajah. Namun dari berbagai senjata tersebut, bamboo runcing menjadi simbol heroisme pada masa pra kemerdekaan hingga sekarang.

Mbah Subkhi adalah Kiai yang tidak menyukai popularitas. KH. Syaifuddin Zuhri dalam bukunya kembali mengisahkan, “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung penganten sundoro Sumbing….. Di antaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH. Masykur. Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia dibawah pimpinan Bung Tomo, Barisan Banteng dibawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman, Laskar Pesindo dibawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan-badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan.”

Ketika ribuan pejuang datang ke Parakan menemui Kiai Subkhi untuk mencium tangannya dan meminta doa, Kiai Subkhi malah bertanya, “Mengapa tidak datang kepada Kiai Dalhar, Kiai Hasbullah dan Kiai Siraj?.”

Itulah ketawaduan dan keikhlasan beliau dalam berjuang di jalan Allah. Menunjukkan ketawaduan yang telah mencapai maqam istimewa dalam ranah tasawuf. Berkah doa dari kiai di Parakan, terutama kiai Subkhi, bambu runcing Parakan menjadi senjata utama sebelum para pejuang berhasil merampas senjata milik tentara penjajah.

Mbah Subkhi adalah Kiai yang luas keilmuannya, termasuk dari beberapa ulama yang murassikhin (menancap ilmunya), aplikasinya dari kehidupan beliau sehari-hari yang menakjubkan. Beliau sangat sederhana dan rendah hati. Itu mengapa, ketika KH. Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin dan KH. Masykur mengunjungi beliau. Mbah Subkhi menangis karena banyak yang meminta doanya. Beliau merasa tidak layak dan pantas dengan maqam itu. Subhanallah..

Mata air akhlakul karimah dan semangat nasionalisme dari Mbah Subkhi semoga senantiasa terus mengalir ke dalam hati para generasi bangsa ini, sekarang dan selamanya.


Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...