Wednesday 5 October 2016

Hukum Rajah

Pertanyaan:
Pak ustadz. Mau tanya.. jika seseorang pergi ke orang pinter..dan tanganya di kasih tulisan ayat alquran..itu bagaimana?? Dan menghapusnya bagaimana?? Apakah itu boleh ?? Dan kasiat tulian alquran itu apa??.
Dwiki

Jawab :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

Dari Abdulloh Ibn Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu ia berkata : Aku mendengar Rosululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya mantera, jimat dan tiwalah adalah syirik”. (HR. Abu Dawud, Al Hakim, Ahmad, Ibn Majah)

a. Ruqyah : Mantera, Jampi-jampi, atau Jimat.
b. Tamimah : Manik-manik yang dikalungkan di leher anak kecil guna menolak penyakit. Selanjutnya para Ulama menggunakan kosa kata “Tamimah” tersebut untuk menyebut kertas yang didalamnya dituliskan Al Qur’an atau Asma Alloh.
c. Tiwalah : Jimat pengasihan yang biasa digunakan untuk menarik simpatik lawan jenis.
d. Nusyroh : Jimat untuk mengobati seseorang yang terkena gangguan Jin.
e. Wifiq (Awfaq) : Rajah yang tersusun dari rumusan angka-angka

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِي بِهَا مِنْ الْعَقْرَبِ وَإِنَّكَ نَهَيْتَ عَنْ الرُّقَى قَالَ فَعَرَضُوهَا عَلَيْهِ فَقَالَ مَا أَرَى بَأْسًا مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ

Dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu ia berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam melarang Ruqyah/mantera/jampi-jampi, kemudian datang keluarga Amr Ibn Hazm kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam-, mereka berkata : “Kami memiliki Ruqyah/Jampi-jampi untuk mengobati sengatan kalajengking, sedangkan engkau telah melarang Ruqyah/jampi-jampi tersebut”. Selanjutnya mereka (keluarga Amr) memperlihatkan jampi-jampi tersebut kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam Maka beliau bersabda : “Menurutku tidak apa-apa, barang siapa mampu memberi manfaat untuk saudaranya maka hendaklah ia memberi manfaat pada saudaranya.” (HR. Muslim)

Juga hadits lain dalam Shahih Muslim :

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

Dari Auf Ibn Malik Al Asyja’iy, ia berkata : Kami melakukan Ruqyah pada masa Jahiliyah, lalu kami berkata : Yaa Rosulalloh, bagaimana menurutmu ? maka Beliau bersabda : “Perlihatkan Ruqyahmu padaku. Ruqyah tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik.”(HR. Muslim)

Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab

Setelah menyampaikan hadits dari Abdullah Ibn Mas’ud yang berbunyi : Aku mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah Syirik… dst (HR. Abi Dawud, Ibn Majah) Imam An Nawawi mengutip pernyataan Abu ‘Ubaid, ia berkata :

التولة – بكسر التاء – هو الذى يحبب المرأة إلى زوجها وهو من السحر قال وذلك لا يجوز

At Tiwalah dengan dibaca kasroh pada huruf Ta’ adalah jimat yang dipergunakan untuk menjadikan perempuan mencintai suaminya, dan hal ini adalah termasuk bagian dari sihir. Abu Ubaid berkata : “Yang demikian itu tidak boleh.”

Selanjutnya Imam An Nawawi berkata :

(وأما) الرقاء والتمائم قال فالمراد بالنهي ما كان بغير لسان العربية بما لا يدرى ما هو

Adapun Ruqyah dan Tamimah, maka yang dimaksud dengan larangan dalam hal tsb adalah yang tidak menggunakan bahasa arab/bahasa yang tidak dapat dimengerti maksudnya. Berikutnya Imam An Nawawi berkata :

* قال البيهقى ويقال ان التميمة خرزة كانوا يعلقونها يرون أنها تدفع عنهم الآفات ويقال قلادة يعلق فيها العود وعن عتبة بن عامر قال (سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من علق تميمة فلا اتم الله له ومن علق ودعة فلا ودع الله له) رواه البيهقى

وقال هو ايضا راجع إلى معنى ما قال ابو عبيدة قال ويحتمل أن يكون ذلك وما اشبه من النهى والكراهة فيمن يعلقها وهو يرى تمام العافية وزوال العلة بها على ما كانت عليه الجاهلية وأما من يعلقها متبركا بذكر الله تعالى فيها وهو يعلم ان لا كاشف له الا الله ولا دافع عنه سواه فلا بأس بها ان شاء الله تعالى

Al Baihaqi berkata : Dan dikatakan bahwa “Tamimah” adalah manik-manik yang dikalungkan, dan mereka beranggapan bahwa kalung tersebut dapat menolak bahaya. (Sedang dlm pendapat lain) dikatakan bahwa : Tamimah adalah kalung yang padanya diikatkan kayu. Dari ‘Utbah Ibn Amir, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa mengalungkan Tamimah maka Allah tidak menyempurnakan baginya, dan barangsiapa mengalungkan “Wad’ah” (manik-manik) maka Allah tiadak menitipkan titipan padanya .” (HR. Al Bayhaqi).

Al Baihaqi berkata : “Pengertian hadits tersebut juga dikembalikan pada pernyataan Abu ‘Ubaidah, ia berkata : “ Hadits tersebut dan hadits-hadits senada yang bermuatan larangan atau kemakruhan diperuntukkan bagi orang yang mengalungkan “Tamimah” sedang ia menganggap bahwa keselamatan dan hilangnya penyakit disebabkan “Tamimah” tsb, sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyah. Adapun seseorang yang mengalungkan “Tamimah” dengan maksud Tabarruk dengan penyebutan Asma Allah Ta’aala yang ada didalamnya, dan ia meyakini bahwa tiada yang dapat membuka jalan baginya juga tiada yang menolak keburukan darinya kecuali Allah, maka hal tersebut tidak mengapa Insya Allah". (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, vol. 9, hlm. 66)

Imam Ahmad bin Hambal juga mengalungkan tamimah pada leher anaknya.

رأيت على ابن أحمد وهو صغير تميمة في رقبته في أديم. وفعله الإمام أحمد بنفسه كما في مسائل عبد الله: 3/1345، ومناقب الإمام أحمد: 242 لابن الجوزي، وبدائع الفوائد: 165.

Aku melihat putra Imam Ahmad sewaktu masih kecil dilehernya dikalungkan Tamimah dari kulit. Dan Imam Ahmad melakukannya sendiri, sebagaimana dalam Masail Abdullah Ibn Ahmad, 3/1354, Manaqib Imam Ahmad, 242. Badai’ul Fawaaid, 165. (Ta’liq Masailul Imam Ahmad Wa Ishaq Ibn Rohuyah, 9/4712)

Maka terkait jimat dapat kita simpulkan bahwa selain “Tiwalah” (Pengasihan) hukumnya boleh dengan catatan :

a. Berisi ayat-ayat Allah atau Asma Allah, dan atau tidak berisi perkara yang tidak dapat dimengerti maksudnya.
b.  Tetap meyakini bahwa jimat-jimat/Ruqyah/Tamimah/Nusyroh tersebut hanyalah media Tabarruk dengan ayat-ayat Allah atau Asma Allah, sedang pemberi kesembuhan dan atau penolak bahaya hanyalah Allah tiada sekutu bagiNya.

Namun menghafalkan Al Quran dalam hati dan mengamalkanya sehingga menjadikan manusia bertawakal dengan tawakal yang sempurna kepada Allah jelas ini lebih sempurna.

Terkait pertanyaan di atas, menuliskan ayat Al Quran pada tubuh bukanlah kebiasaan salafusshalih. Di samping penulisan pada tubuh akan mempersulit ketika seseorang harus memasuki tempat-tempat yang menuntut kita tidak boleh membawa ayat-ayat al quran (misalkan ke WC). Jadi segera hapus saja ayat-ayat Al Quran tadi dan bertaubat jika ada dosa yang disebabkan darinya. Dan cara yang terbaik dalam berinteraksi dengan Al Quran adalah cara nabi Muhammad sholallahualaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Wallahu a'lam


Apa arti hukum Ta'zir

Pertanyaan :
Hukum Ta'zir itu apa?
Zerlinda

Jawaban :

Secara bahasa, kata ta’zir (تعزير) berasal dari kata az-zara (عزَّر) yang bermakna ar-raddu (الرَّد) yang bermakna menolak, dan juga al-man’u (المنع) yang bermakna mencegah.

Dan disebut hukuman ta’zir, karena intinya adalah menolak pelaku dan mencegahnya dari mengerjakan jarimah ( perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hadd atau ta’zir)

Sedangkan secara istilah dalam ilmu fiqih, kata ta’zir itu bermakna :

عُقُوبَةٌ غَيْرُ مُقَدَّرَةٍ شَرْعًا تَجِبُ حَقًّا لِلَّهِ أَوْ لآِدَمِيٍّ فِي كُل مَعْصِيَةٍ لَيْسَ فِيهَا حَدٌّ وَلاَ كَفَّارَةَ غَالِبًا

Hukuman yang tidak ditetapkan ketentuannya secara syar’i, baik terkait hak Allah atau hak adami, umumnya berlaku pada setiap maksiat yang tidak ada hukum hudud atau kaffarah.

Dari definisi ini ada beberapa hal yang perlu diberi catatan, antara lain :
a. Hukuman

Ta’zir adalah salah satu bentuk hukuman atas suatu kemaksiatan yang terkait dengan dosa besar, dengan jenis, kadar dan aturan yang tertentu.

b. Tidak Ditetapkan Secara Syar’i

Dalam hal ini tidak ada ketentuan dari Allah subhanahuwata'alla tentang bentuk dan jenis hukuman, sehingga semua diserahkan kepada hakim yang menangani masalah tersebut.

Dalam hal ini, hakim memang diberi wewenang khusus untuk menentukan jenis hukuman dan kadarnya, bahkan termasuk untuk membatalkan hukuman itu.

c. Hak Allah dan Hak Manusia

Di antara pelanggaran dan maksiat yang terkait dengan hak Allah misalnya zina yang dilakukan oleh mereka yang berstatus muhshan. Hukumannya adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun.

Sedangkan pelanggaran dan maksiat yang terkait dengan hak adami misalnya masalah tanggungan hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan hukuman kepada pengemplang hutang.

d. Tidak Ada Hudud atau Kaffarah

Ta’zir hanya berlaku pada jenis pelanggaran yang memang Allah subhanahuwa ta'alla tidak memberlakukan hukum hudud. Bila sudah ada hukum hudud yang ditetapkan, maka hukum ta’zir tidak bisa diterapkan.

wallahu a'lam


Hukum terkait burung merpati

Pertanyaan :
Ustadz mau tanya hukum lomba burung merpati? Bolehkah?
Sapta H

Jawab :
Di sekitar kita marak sekali lapak balap merpati dan banyak yang digunakan untuk berjudi. Yang akan kita bahas bukan pejudianya karena perjudian hukumnya sudah jelas.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan Abu Dawud , Ibnu Majah , Ibnu Hibban  dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra  serta dalam Syu’ab al-Iman dari jalan Hammad bin Salamah dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، رَأَى رَجُلاً يَتْبَعُ حَمَامَةً، فَقَالَ: شَيْطَانٌ يَتْبَعُ شَيْطَانَةً.

bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang mengikuti burung dara bermain-main dengannya, maka beliau berkata: “Ini setan mengikuti setan.”

Hadits ini dalam sanadnya ada Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah Abu ‘Abdillah al-Laitsi al-Madani. Seluruh hadits yang datang dalam masalah ini adalah lemah dan tidak kuat untuk dijadikan hujjah kecuali hadits ini. Oleh karena itu Ibnul Qayyim dalam al-Manar al-Munif  mengatakan: “Perkara yang paling tinggi dijelaskan oleh hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang mengikuti burung dara bermain-main dengannya, maka beliau berkata: “Ini setan mengikuti setan”.”

Hukum asal memelihara burung merpati adalah boleh, jika tujuannya untuk dimanfaatkan seperti untuk dimakan peranakannya, hobi, dijual belikan, atau dipakai untuk mengirim surat, menyampaikan berita, seperti yang terjadi pada masa lalu, dimana orang dulu mengirim surat dan berita ke berbagai kota dan negeri dengan menggunakan burung merpati. Dan para ahli fikih dari madzhab yang empat telah menyebutkan bahwa tidak makruh menggunakan burung merpati untuk seperti hal ini.

Imam Nawawi rahimahullah dalan Raudhat ath-Thalibin berkata:

“Furu’: Mengambil burung merpati untuk diternakkan, petelur, atau hobi, atau membawa surat maka itu boleh tidak makruh. Sedangkan bermain-main dengan menerbangkannya atau ditandingkan adu cepat-cepatan, ada yang mengatakan tidak makruh, tetapi yang benar bahwa itu makruh namun tidak ditolak persaksiannya dengan semata hal itu, jika diiringi dengan judi dan semisalnya maka persaksian orangnya ditolak.”

Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam Nail al-Authar  memberikan penjelasan hadits ‘Setan mengikuti setan’: “Di dalamnya ada dalil makruhnya bermain dengan burung merpati dan itu termasuk lahwu (perkara melalaikan sia-sia) yang tidak diijinkan. Sekumpulan ulama berpendapat itu makruh, namun tidak jauh bila hadits ini menunjukkan haramnya, karena pelakunya disebut setan yang menunjukkan akan keharamannya. Sedangkan penamaan burung merpati sebagai setan, entah karena burung merpati menjadi sebab orang tadi mengikutinya, atau burung merpati itu melakukan perbuatan setan dimana orang itu sangat menyukai untuk mengikutinya dan bermain-main dengannya karena bagus bentuknya dan bagus suaranya.”

Al-Kasai rahimahullah berkata dalam Badai’ ash-Shanai’ : “Orang yang bermain burung merpati, jika dia tidak menerbangkannya, maka tidak gugur persaksiannya. Jika dia menerbangkannya, maka gugur adalah-nya (keadilannya), karena dia melihat aurat wanita (seperti ketika memanjat untuk mengejar burung merpati), dan hal itu menyibukkan dia dari shalat dan ketaatan.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang bermain dengan burung  merpati di Majmu al-Fatawa , kemudian beliau memberikan jawaban:

“Bermain dengan burung merpati adalah dilarang. Barangsiapa yang bermain dengan burung merpati, kemudian melanggar kehormatan istri orang lain (seperti memanjat rumah sehingga melihat auratnya) atau melempari dengan batu kerikil, kemudian mengenai tetangga, maka dia dihukum ta’zir atas hal itu untuk menghentikannya dari hal itu dan menahannya darinya, karena dalam perbuatan ini ada kezhaliman dan permusuhan kepada tetangga, ditambah bermain dengannya adalah dilarang.”

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam ath-Thuruq al-Hukmiyyah  berkata:

“Fasal: karena hal itu, dilarang orang-orang yang bermain dengan burung dara di atas kepala-kepala manusia, karena mereka dengan hal itu akan terseret ke perbuatan memanjat rumah mereka dan melihat aurat mereka.”

Ibrahim an-Nakhai berkata: “Barangsiapa yang bermain dengan burung-burung merpati yang khusus untuk diterbangkan, dia tidak akan mati sampai merasakan kepedihan kemiskinan.”

Al-Baihaqi menyebutkan dari Usamah bin Zaid, dia berkata: “Aku menyaksikan ‘Umar bin al-Khaththab menyuruh untuk menyembelih burung-burung merpati yang khusus untuk diterbangkan, dan membiarkan burung merpati dipotong.” (HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra  dari riwayat Sa’dan bin Nashr: telah memberitakan kepada kami Rauh bin Ubadah dari Usamah bin Zaid dengan lafazh ini.)

Al-Imam Ahmad dalam musnadnya  dari riwayat Mubarak bin Fadhalah: al-Hasan telah memberitahu kami, dia berkata: “Utsman bin ‘Affan memerintahkan dalam khutbahnya untuk membunuh anjing dan menyembelih burung merpati.” tetapi sanadnya dhaif.Jadi hukum memelihara merpati untuk diterbangkan adalah makruh tidak sampai haram. Namun jika digunakan untuk hal yang haram maka ini menyebabkan menjadi haram.

Wallahu a'lam


Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...