Friday 7 October 2016

Hukum menuntut ilmu dan taqlid

Pertanyaan :
Assalamu'allaikum ustad mohon pencerahanya tentang hukumnya menuntut ilmu ??
Dan tentang Taklit ??       
Nooristigfari
                                                                                                                                                                          Jawaban :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.

Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)

dalm Fathul Barri Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

( وَقَوْله عَزَّ وَجَلَّ : رَبّ زِدْنِي عِلْمًا ) وَاضِح الدَّلَالَة فِي فَضْل الْعِلْم ؛ لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يَأْمُر نَبِيّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَلَبِ الِازْدِيَاد مِنْ شَيْء إِلَّا مِنْ الْعِلْم ، وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض
“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”.                                                                                                            

Sedangkan secara bahasa kata taqlid (التَّقْلِيدُ) merupakan mashdar dari kata qallada (قَلَّدَ) yang berarti mengikatkan sesuatu dileher seseorang. Sedangkan secara istilah, setidaknya terdapat dua definisi berbeda terkait pengertian taqlid.

1. Pengertian Pertama

Definisi taqlid yang diambil oleh mayoritas ulama ushul fiqih, yaitu:

قَبُول قَوْل الْغَيْرِ مِنْ غَيْرِ حُجَّةٍ
“Menerima/mengikuti perkataan orang lain yang (perkataannya) tidak bersifat hujjah.”

Seperti seorang yang awam mengikuti perkataan seorang mujtahid dalam beragama. Sedangkan jika perkataan yang diambil merupakan perkataan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam atau perkataan ulama yang telah menjadi ijma’ maka ia bukanlah sebuah taqlid. Sebab perkataan-perkataan tersebut merupakan hujjah.( Syarh Musallam Ats Tsubut 2/400, Raudhah An Nadzir 2/450)

2. Pengertian Kedua

الأْخْذُ بِقَوْل الْغَيْرِ مَعَ عدم مَعْرِفَةِ دَلِيلِهِ
“Mengambil perkataan/pendapat orang lain tanpa mengetahui dasar/dalil dari perkataan tersebut.”

Seperti layaknya seorang awam atau anak kecil yang baru belajar tata cara shalat tanpa ia mengetahui dalil-dalil dari amalan yang ia lakukan.

Definisi ini dinyatakan oleh beberapa ulama seperti imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dan imam Asy Syawkani untuk menetapkan tingkatan ittiba’ antara tingkatan ijtihad dan taqlid. Di mana mereka mengatakan bahwa ittiba’ adalah mengambil pendapat orang lain sembari ia tahu dalil yang mendasari pendapat ini ( I’lam Al Muwaqqi’in 4/192, 236)                                                                                                                                                                          

Ada 2 hukum taqlid.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       1. Taqlid yang haram

Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini. Taqlid ini ada tiga macam :

a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang dahulu kala yang bertentangan dengan al Qur`an Hadits.

b. Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya, seperti orang yang menyembah berhala, tetapi ia tidak mengetahui kemampuan, keahlian, atau kekuatan berhala tersebut.

c. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah.

2. Taqlid yang dibolehkan

Dibolehkan bertaqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum Allah dan RasulNya yang berhubungan dengan persoalan atau peristiwa, dengan syarat yang bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti itu. Jadi sifatnya sementara. Misalnya taqlid sebagian mujtahid kepada mujtahid lain, karena tidak ditemukan dalil yang kuat untuk pemecahan suatu persoalan. Termasuk taqlidnya orang awam kepada ulama.

Ulama muta akhirin dalam kaitan bertaqlid kepada imam, membagi kelompok masyarakat kedalam dua golongan:

a. Golongan awan atau orang yang berpendidikan wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat dari keempat madzhab.

b. Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga tidak dibenarkan bertaqlid kepada ulama-ulama.

Wallahu a'lam





No comments:

Post a Comment

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...