Wednesday 13 February 2013

Syukur


Syukur.
Syukur berarti memperlihatkan pengaruh nikmat Ilahi pada diri seorang hamba pada kalbunya dengan beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah dan keta’atan. Syukur adalah kunci kebahagiaan dan merupakan salah satu nimat yang besar bagi seorang mukmin. Allah menyandingkan syukur dengan iaman dalam firmannya:
“mengapa allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman(QS An nisaa’:147)
bahkan allah tidak ingin mengadzab makhluknya yang bersyukur dan beiman.Dalam Al Qur’an juga disebutkan apa yang diucap sulaiman As:
“Ini teremasuk karunia tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyujur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Rabbku Maha kaya lagi Maha murka.”(QA An_Naml:40)
Jadi manusia diuji di dunia ini kemudian dengan ujian itu maka akan diketahui mana hamba-Nya yang bersyukur. Allah juga bejanji akakn menambah nikmat kepada hamba-Nya yang bersyukur juga akan mengadzab hambanya yang mengkufuri nikmat-Nya.Allah meridhoi sikab bersyukur dan tidak meridhoi kebaikan. Tetapi meskipun begitu utamanya syukur, tapi allah menggambarkan bahwa hambanya yang bersyukur adalah golongan minoritas:
“dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yng banyak bersyukur.”(QS Saba’:13)
Sehubungan dngan hal ini,Imam Ahmad telah meriayatkan sebuah atsar darui ibnul Khatab bahwa pada suatu hari ia mendengar sorang lelaki mengatakan dalam do’anya;”Ya Allah jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit.” ‘Umar pun bertanya;”Apa yang kamu maksudkan dalam do’amu itu?” Lelaki tersebut menjawab:’Wahai amirul mukminin, bukankah Allah telah berfirman melalui ayat berikut:
“Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit (QS hud:40), “Dan se

dikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur.”(QS Saba’:13),”..Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih;dan amat sedikitlah mereka ini.”(QS Shaad:24)
setelah itu barulah ‘Umar  berkata,’kamu benar!”
Imam Ibnu Qoyim dalam kitabnya Madarijus salikhin telah menyebutkan pula hal yang berkaitan dengaan sssyukur:
1.Sesungguhnya bersyukur kepada Allah merupakan amal yang menduduki peringkat yang tertinggi.
2.berdyukur mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada ridho dan tambahannya.Karena ridho sendiri sudah termasuk dalam syukur dan mustahil sebuah kesyukuran tanpa keridhaan.
3.separuh dari iman adalhg syukur dan separuhnya adalh sabar.
4.Allah memerintahkan syukur dan melarang kufur.
5.Allah memuji orang-orang yang bersyukur dan memberikan kepada mereka predikat sebagai makhluk-Nya yang terpilih.
6.Allah menjadikan bersyukur menjadikan tujuan dari penciptaan makhluk-Nya dan perintah-Nya.
7.Allah menjanjikan kepada para pelakunya dengan balasan terbaik.
8.Allah menjadikan  sebagai penyebab bertambahnya karuni dari-Nya.
9.bersyukur menjadi penjaga dan pemelihara nikmat.
10.hanya orang-orang yang bersyukurlah yang beroleh manfaat dari ayat-ayat-Nya.
11.Allah membelah sebagian dari asma’-Nya asysyakuur sebagai predikat buat para pelakunya dalam arti kata dapat menghambakan pelakunya kepada yang disyukurinya, bahkan akan menjadi penyebab bagi pelakunya untuk kembali mendapat imbalan dari yang disyukurinya.
12.Bersyukur merupakan tujuan Tuhan dari hamba Nya.
13.Allah menamai diri Nya  Syakir dan Syakuur,dan menamai orang-orang yang bersyukur dengan sebutan ini, dalam arti kata Allah memberikan kepada mereka sebutan sebagian dari asma’nya. Cukup menjadi bukti bahwa Allah mencintai dan memberi karunia kepada orang-orang yang bersyukur.
14.Allah memberi tahu bahwa sedikit sekali hamba-Nya yang bersyukur.
15.dengan mensyukuri nikmat, maka nikmat pasti akan bertambah.
Bersyukur melibatkan tiga hal, yaitu kalbu, lisan dan seluruh anggota tubuh. Nabi muhammad SAW. Selalu membasahi lisannya dengan dzikir. Kakinya melepuh karena melakukan shalat malam. Lalu jika Nabi SAW. Mencontohkan pada kita untuk bersyukur maka apa yng membuat anda meninggalkannya?.
Setiap detik yang kita lalui dalam keimanan adalah nikmat. Nafas saat berdzikir adalah nikmat.mata yang terjaga ketika jihad. Sungguh betapa benyak nikmat yang luput dari perhatian kita sehingga kita lupa bersyukur. “Rabb Ilhamkanlah dalam diri kami untuk bersyukur.”

Ridha


.                Ridha
Menurut syariat, Ridha seorang hamba kepada Allah artinya hamba yang bersangkutan tidak pernah mengeluh terhadap apa yang ditetapkan oleh takdir-Nya. Adapun ridha Allah kepada hamba-Nya ialah bila sang hamba terlihat tetap mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah berfirman :
“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (Q.S. Al Maaidah : 3).
Allah telah meridhai Islam sebagai jalan hidup manusia. Allah meridhai Jika Anda pasrah kepada perintah-Nya dan patuh dalam ketaatan kepada-Nya dengan mengerjakan semua hal yang telah Allah perintahkan kepada Anda dan Anda pasrah dan tunduk  patuh kepada syari’at Nya sebagai tanda keta’atan Anda kepada-Nya.
Para sahabat ketika mereka berjihad di jalan Allah mengikuti Nabi-Nya, membela  syari’at Nya, menyebarkan agama-Nya dan menyampaikan syariat Nya kepada generasi penerusnya, maka mereka mendapat imbalan berupa keridhaan Allah seperti disebutkan dalam firmanNya :
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Q.s. Al Fath : 18).
Rasulullah telah mengajarkan kita untuk membaca :
“Aku ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi anutanku.” (HR. Muslim).
Ridha Allah sebagai Tuhan berarti ridha mencintai-Nya semata, ridha menyembah-Nya semata, takut dan berharap hanya kepada-Nya, merendahkan diri dihadapan-Nya, beriman kepada pengaturan-Nya dan menyukainnya, bertawakal dan meminta pertolongan hanya kepada Nya, dan ridha kepada apa yang telah diperbuat-Nya. Anda ridha kepada apa yang telah ditakdirkan-Nya dan ridha dengan hukum Nya juga meridhai apapun yang ditetapkan atas Anda.
Ridha kepada nabi Muhammad Saw sebagai nabi artinya Anda beriman kepadanay, patuh kepadanya, dan pasrah kepda perintahnya. Hendaknya beliau Saw lebih dipentingkan daripada Anda sendiri, bahkan seharusnya Anda rela mati untuk membelanya. Ridha terhadap sunnahnya adalah Anda menjadikan beliau Saw sebagai hakim dalam permasalahan Anda. Anda mentaati perintahnya dan meninggalkan larangannya.
Sedang pengertian ridha dengan Islam sebagai agama adalah apa saja yang ada dalam Islam, baik berupa hukum perintah maupun larangan, maka seharusnya meridhai secara keseluruhan, tanpa ada rasa keberatan meski sedikitnya Anda pasrah menerima Islam secara lengkap.Anda tetap berpegang dengan prinsip ini meskipun harus bertentangan dengan kesenangan anda, meskipun sebagian besar manusia menyalahinya, meskipun jalan terjal yang harus anda hadapi dan meskipun banyak musuh yang akan menghadang anda.
Kemudian jika anda telah Ridho Allah sebagai Tuhan, Muhammad SAW. Sebagai utusan-Nya dan Islam sebagai agama maka,Allah akan meridhoi Anda. Begitu besar ridho Allah itu bahkan Allah ketika menyebutkan nikmat surgawi maka Allah berfirman:”Dan keridhaan Allah adalah lebih besar”(QS At Taubah:72)
Ridho adalah sifat Allah, sedang surga adalah makhluk dan sifat Allah jelas jauh lebih besar daripada makhluk-Nya. Keridhaan Allah adalah yang dicari oleh para nabi dan para Syuhada.
Marilah berjuang untuk menggapai Riodha-Nya meskipun semua manusia akan memusuhi Anda.Asalkan Allah ridho maka cukuplah keridhaan-Nya.

Tawakal


Tawakal
Menurut istilah bahasa, Tawakal ialah mengandalkan, menyerahkan, dan mewakilkan suatu  urusan kepada seseorang, yakni menyerahkan dan mempercayakan urusan itu untuk ditanganinya. Tawakkal artinya sama dengan mengakui ketidakmampuan diri dan mengandalkan kepda orang lain.
Syekh Ibnu ‘Utsaimin telah mengatakan, “Tawakkal ialah mempercayakan sepenuhnyab kepada Allah yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya disertai dengan upaya menjalankan semua penyebab yang diperintahkan oleh Allah sebagai realisasinya.
Pengertian tawakal tidak bisa lepas dari usaha menempuh berbagai penyebab yang diperbolehkan syariat. Tawakkal ialah percaya kepada Allah dan berpegang teguh pada-Nya disertai dengan upaya menempuh berbagai penyebab. Tawakal adalah memadukan dua hal di atas secara tepat. Tetapi penyebab tidak boleh kita yakini sebagai pemberi tetapi cukup sebagai penyebab datangnya ketentuan Allah.
Akan tetapi tawakal harus sesuai antara lisan dan hati. Tawakal harus kita tanamkan dalam kalbu kita agar jika semua penyebab telah kita lakukan tetapi gagal kita tidak boleh langsung frustasi seperti orang-orang matrealistis. Orang mukmin selalu mempunyai harapan untuk mendapatkan keberuntungan meskipun usahanya gagal karena kita yakin hanya Allah lah yang mampu mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.
Ibnu Qayim telah mengatakan bahwa tawakal adalah separuh agama, sedangkan separuh yang lainnya terletak pada inabah, karena sesungguhnya agama itu pada intinya terletak pada meminta pertolongan kepda Tuhan dan menghambakan diri kepada-Nya. Kedudukan tawakal dalam hal ini tak ubahnya bagaikan meminta pertolongan, sedang kedudukan inabah sama halnya dengan ibadah.
Kedudukan tawakal memang sangat diperlukan oleh semua hamba Allah. Apabila mereka mendapat suatu masalah, mereka pasti meminta tolong kepada Allah seraya kembali kepadanya dengan penuh rasa tawakal. Dengan demikian, Allahpun akan meleyapkan kesulitan dan memberi kemudahan serta merealisasikan bagi hamba yang bersangkutan apa yang diinginka, sehingga dia merasa tenang hatinya, teduh jiwanya lahi ridha dengan apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah atas dirinya, serta menghargainya dengan sepenuh hati.
“Hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawaqal jika kamu benar-benar beriman.”(Q.S. Al-Maaidah : 23)

Taqwa


Taqwa
Muadz bin jabal r.a adalah seorang sahabat yang mempunyai keduduka yang sangat tinggi di sisi rasulullah SAW karena baliau SAW pernah bersabda kepadanya,” Hai Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu.”
Mari kita mengingat apa yang disabdakan Nabi kepada Mu’adz ketika menugaskan sebagai duta ke negeri Yaman :
“hai mu’adz, bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan iringilah keburukan dengan kebaikan,niscaya kebaikan akan dapat menghapuskannya dan perlakukanlah orang lain dengan akhlak yang baik!”
Padahal Mu’adz adalah sahabat besar dan termasuk pimpinan kaum serta salah seorang yang paling ‘alim masalah halal & haram.nabi SAW sangat percaya kepadanya dan mengutusnya ke berbagai wilayah yang cukup banyak,termasuk negeri Yaman yang mengangkatnya sebagai qadhi dan hakim.Pada hari kiamat nanti,semua ‘ulama dihimpunkan dibawah panji mu’adz bin jabal.
Sahabat Ibnu mas’ud yang termasuk sahabat muhajirin pernah berkata tentang Mu’adz,”sesungguhnya Mu’adz adalah pemimpin yang patuh kepada Allah lagi hanif dan dia bukan orang-orang yang musyrik.Meskipun ke’aliman Mu’adz sehebat itu.nabi tetap berpesan,”Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada...”Sehebat apakah kata taqwa sehingga sahabat sekaliber mu’adz bin Jabal masih membutuhkan nasehat untuk bertaqwa?
”Umar ra. Pernah bertanya kepada ubay bin ka’ab ra:”Apakah taqwa itu?”Ubay balik bertanya:”Wahai Amirul mukminin, pernahkah engkau menempuh jalan yang banyak anak durinya?
Umar menjawab:”ya, pernah.” Ubay bertanya:”Lalu apakah yang engkau lakukan? “Umar menjawab:”Aku angkat betisku seraya memandang ke tempat-tampat yang telah ddinjak oleh telapak kakiku, lalu aku memajukan salah satu kakiku atau memundurkan yang lainnya karena aku takut bila kakiku tertusuk duri.” Ubay bin ka’ab pun barkata:”demikianlah gambaran taqwa, yaitu menyingsingkan lengan baju untuk mengerjakan keta’atan, membedakan mana yang halal dfan mana yang haram, bersikap hatio-hati agra tidak tergelincir dan senantiasa merasa takut Tuhan Yang Maha besar Lagi Maha Tinggi.”
Sedangkan lafadz at taqwa adalah bentuk isim at-tuqo, sedangkan bentuk masdarnya adalah at-ittiqo diambil dari materi waqa.Berasal dari al-wiqoyah yang artinya sesuatu yang dijadikan sarana pelindung oleh manusia untuk menghindari diri dari sesuatu yang membahayakan. Dengan demikian al-wiqoyah artinya pelindung sesuatu.
Ibnu rajab telah mengatakan bahwa pengertrian asal taqwa ialah bila seseorang hamaba membuat pelinadung antara dirinya dan hal-hal yang ditakuti dan diwaspadai agar terhindar darinya.
Imam Ibnul Qoyyim sehubungan dengan definisi taqwa menurut pengertian syari’at telah mengatakan bahwa hakikat taqwa itu ialah mengerjakan keta’atan kepada Allah karena Iman dan mengharapkan pahala-Nya,baik yang berkaitan dengan perintah maupun larangan.Oleh karena itu, seseorang hamba yang bertaqwa akan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah, karena beriman kepada Dia yang memerintahkannya dan mempercayai akan janji-Nya. Dia meninggalkan apa yangdilarang oleh-Nya karena beriman kepada dia yang melarang dan takut akan ancamannya.
Pengertian taqwa itu mengandung tiga tingkatan:
1.Menghindarkan diri dari berbagai penyebab yang dapat mengekalkan pelakunya di dalam neraka, yaitu kesyirikan dan kekafiran dengan cara mengikuti ajaran dan memurnikannya.
2.Menghindarkan diri dari segala hal yang mendatangkan adzab di dalam neraka meskipun hanya sebentar, baik berupa dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil yang sudah dikenal dalam istilah syari’at.
3.hendaknya seorang hamba enggan melakukan hal-hal yang memalingkan dirinya dari Allah meskipun hal itu berupa perkara yang diperbolehkan, sebab dapat memalingkan perhatiannya dari menempuh jalan Allah atau memperlambat perjalanannya.Dan hal ini merupakan tingkatan yang dapat diraih oleh orang-orang yang sempurna ketaqwaannya lagi mempunyai kedudukan yang tinggi, karena sesungguhnya menyibukkan diri dengan hal-hal yang diperbolehkan dapat memalingkan kalbu pelakunya dari Allah, dan ada kalanya akan membuat klbunya menjadi keras, sehingga dengan mudah ia dapat terjerumus ke dalam berbagai hal yang dimakruhkan dan lambat laun tidak menutup kemungkinan bila pelakunya akan terjerumus ke dalam hal-hal yang haram.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan jangan sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam(QS Ali Imrain:102)
“dan perihalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada allah, kemudian masing-masing diri diberi balasan yang smpurna atas apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) ‘(QS albaqoroh:281)
Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Jagalah diri anda dari api neraka! Jagalah anda dari dosa-dosa meskipun hanya dosa kecil karena gunung adalah kumpulan dari batu kerikil.Berhati-hatilah dalam menjalani hidup seperti kehatia-hatian Anda ketika berjalan di hutan penuh duri. Pakailah perisai taqwa Anda sebelum panah iblis menembus dada Anda.
‘takutlah  kepada Yang Maha Agung Allah Swt. Mengamalkan wahyu yang diturunkan-Nya artinya mengaku dirinya bertaqwa kepada Allah, kemudian tidak menganal dengan cara apa ia bertaqwa dan taqwanya bukan berdasarkan keterangan dari Al Kitab dan sunnah, berarti dia bukanlah seorang yang bertaqwa. Puas dengan sedikit rizqi, artinya Anda tidakk menjadikan dunia sebagai pusat peerhatian Anda, tetapi cukup bagi Anda darinya sebagaimana apa yang dianggap cukup oleh seorang musafir. Berbekalah untuk hari keberangkatan yakni hari kemudian dalam kehidupan yang kekal.  Demikian nasehat Ali bin Abi Thalib ketika beliau ditanya tentang taqwa.
Bertaqwalah karena sabaik-baiknya bekal adalah taqwa dan semoga kita beruntung menjadi golongan orang-ornag yang bertaqwa. Amin.

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...