Thursday 8 May 2014

Kemenangan Yang Nyata (Tafsir Surat Al Fath 1-3)

Allah berfirman “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS. Al Fath : 1 – 3) Ibnu Katsir mengatakan bahwa surat yang mulia ini turun ketika Rasulullah saw kembali dari Hudaibiyah di bulan dzulqaidah tahun ke-6 H yang pada saat itu dihalang-halangi oleh kaum musyrikin untuk memasuki Masjidil Haram dalam menunaikan umroh. Kaum musyrikin cenderung untuk mengadakan perjanjian dan gencatan senjata serta meminta Rasulullah saw pulang pada tahun ini dan kembali lagi pada tahun berikutnya. Tawaran ini disambut oleh Rasulullah saw meskipun tampak kekurangsukaan diwajah sebagian sahabat, diantaranya Umar bin Khottob ra. Setelah mereka menyembelih hewan-hewan kurbanya dan pada saat pulang kemudian Allah swt menurunkan surat ini yang menceritakan tentang apa yang terjadi diantara Rasulullah saw dengan mereka—orang-orang Quraisy—dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut adalah kemenangan dikarenakan berbagai maslahat yang ada didalamnya. (Tafsir Ibnu Katsir juz VII hal 325)
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al Fath : 1)
Terjadi perbedaan pendapat tentang maksud dari kata fath (kemenangan) didalam ayat itu. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Futuh Mekah, berbagai kemenangan yang didapat oleh Rasulullah saw, kemenangan orang-orang Romawi, ataupun baiat Ridwan pada hari-hari Hudaibiyah, namun banyak yang menyebutkan bahwa kemengan itu adalah perjanjian Hudaibiyah.
Az Zuhri mengatakan bahwa tidak ada kemenangan yang lebih besar dari perjanjian Hudaibiyah, dimana orang-orang musyrik bercampur dengan kaum muslimin mendengarkan perkataan mereka, mulai bersemayamnya islam di hati mereka sehingga dalam kurun waktu tiga tahun banyak manusia yang masuk kedalam agama islam . (Fathul Qodir juz V hal 44)

Artinya : “supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS. Al Fath : 2 – 3)
Ibnul Anbari mengatakan bahwa kata fathan mubina (kemenangan yang nyata) belum sempurna karena perkataan,”supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu” masih berkaitan dengan kemenangan tersebut, seakan-akan Dia mengatakan,”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata agar Allah swt mengumpulkan buatmu dengan kemenangan ini ampunan dan mengumpulkan bagimu dengannya berbagai hal yang menyenangkan pandanganmu di dunia dan akherat.
Sayyid Qutb mengatakan bahwa kemenangan Hudaibiyah ini pun diikuti oleh berbagai kemenangan lainnya, seperti :
1. Kemenangan dalam Da’wah.
Ibnu Ishaq mengatakan bukti kebenaran perkataan az Zuhri—diatas—adalah bahwa Rasulullah saw tatkala berangkat menuju Hudaibiyah bersama dengan 1400 orang, menurut penuturan Jabir bin Abdullah dan dua tahun kemudian beliau saw berangkat lagi pada saat Futuh Mekah bersama 10.000 orang.
2. Kemenangan di bumi.
Kaum muslimin saat itu merasa aman dari kejahatan orang-orang Quraisy, untuk itu Rasulullah saw mengarahkan da’wahnya dalam rangka pembebasan jazirah dari sisa-sisa kejahatan orang-orang Yahudi—setelah membebaskannya dari Yahudi Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraizhoh—dan kejahatan itu tergambar pada kekokohan benteng Khaibar yang menakutkan dijalan menuju Syam. Kemudian Allah swt menundukkannya bagi kaum muslimin dan mereka mendapatkan ghonimah yang banyak dan Rasulullah saw mengkhusukan ghonimah tersebut untuk orang-orang yang telah ikut serta dalam peristiwa Hudaibiyah.
3. Kemenangan pada sikap diantara kaum muslimin di Madinah, Quraisy di Mekah dan seluruh kaum musyrikin yang berada di sekitar mereka… Orang-orang Quraisy mengakui ketangguhan dan eksistensi Nabi dan kaum muslimin, dan menganggap bahwa Nabi dan kaum muslimin adalah musuh mereka akan tetapi mereka menghalangi Nabi dan para sahabatnya dengan cara yang paling baik pada waktu dimana mereka telah memerangi Madinah dalam dua tahun dengan dua kali peperangan dan peperangan terakhir adalah satu tahun sebelum Hudaibiyah ini…. kaum muslimin juga tampak begitu kuat di mata kabilah-kabilah, orang-orang Arab pun banyak yang mundur dari memeranginya, dan semakin tidak terdengar lagi suara-suara orang-orang munafiq..
Rasulullah saw begitu gembira dengan surat ini. Hatinya gembira dengan karunia Allah yang besar yang diberikan kepadanya dan orang-orang beriman yang bersamanya. Bergembira dengan kemenangan yang nyata, ampunan yang menyeluruh, kenikmatan yang sempurna, petunjuk kepada jalan Allah yang lurus, pertolongan yang kuat dan dengan keredhoan Allah swt kepada orang-orang beriman yang telah mensifatkan mereka dengan penyifatan yang mulia. (Fii Zhilali Qur’an juz VI hal 3316 – 3317)
Jalan Menuju Kemenangan
Surat ini memberikan penjelasan bahwa kemenangan yang diperoleh kaum mukminin tidak selamanya harus melalui suatu kontak senjata dengan orang-orang kafir atau musuh-musuhnya namun kemenangan juga bisa diperoleh melalui suatu perjanjian atau perdamaian dengan mereka selama hal itu memang memberikan kemaslahatan bagi da’wah islam dan kaum muslimin.
Kondisi realita umat islam saat ini yang terus menerus menjadi ‘mangsa’ orang-orang kafir tidaklah bisa dikatakan kontradiksi dengan surat al Fath ini yang menceritakan tentang kemenangan yang diperoleh kaum mukminin.
Perintah Allah swt kepada Rasul-Nya dan juga orang-orang beriman untuk pergi berumroh yang kemudian dihalang-halangi untuk memasuki Masjidil Haram oleh orang-orang Quraisy dan pada akhirnya menghasilkan perjanjian Hudaibiyah ini terjadi pada tahun ke-6 H.
Perjanjian yang dikatakan oleh Allah swt sebagai kemenangan yang nyata ini tidaklah terjadi secara tiba-tiba atau tanpa sebab. Allah swt tidak memberikan kemenangan ini diawal-awal da’wahnya ketika di Mekah ataupun ketika mereka baru tiba hijrah di Madinah. Akan tetapi Allah swt memberikan kemenangan ini setelah 13 tahun da’wah islam ini muncul dan dibawa oleh Rasulullah saw di Mekah dan 6 tahun da’wah ini mewarnai masyarakat muslim di Madinah.
Selama masa itu Rasulullah saw mempersiapkan suatu generasi yang kuat, kokoh, sabar dan tahan akan berbagai ujian yang menerpa mereka sebagai satu konsekuensi dari perjalan da’wah di jalan Allah swt untuk menyongsong kemenangan yang dijanjikan Allah swt, termasuk Hudaibiyah ini.
Selama masa itu berbagai ujian dan peristiwa-peristiwa besar mewarnai perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya, diantaranya :
Pada fase Mekah terjadi berbagai penyiksaan dan intimidasi yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy terhadap orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, pemboikotan selama tiga tahun, penolakan masyarakat Thaif terhadap da’wah. Yang pada akhirnya fase ini ditutup dengan hijrahnya kaum muslimin dan Rasulullah saw ke Madinah.
Pada fase Madinah sebelum terjadi perjanjian Hudaibiyah berbagai upaya dilakukan oleh Rasulullah saw untuk mengokohkan masyarakat muslim pertama tersebut, seperti pembangunan masjid dan mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshor dan setelah itu Allah swt mengizinkan mereka untuk berperang melawan orang-orang yang menentang da’wah sehingga terjadilah berbagai peperangan, seperti Badar, Uhud, dan Ahzab disamping peperangan melawan orang-orang Yahudi.
Dari perjalanan da’wah generasi muslim pertama tersebut maka kondisi umat islam saat ini merupakan salah satu proses untuk meraih kemenangan yang dijanjikan Allah swt.
Meskipun kesewenang-wenangan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin begitu melampaui batas terlebih lagi didukung dengan berbagai sarana yang dimilikinya namun hingga saat ini mereka belum mampu menguasai kaum muslimin. Uni Sovyet takluk di Afghanistan, Amerika diusir dari Somalia dan hingga saat ini mereka masih kewalahan menghadapi para mujahidin Iraq, dan yang baru-baru ini kaum Yahudi Zionis yang pada awalnya begitu sombong akan menaklukan Gaza hanya dalam hitungan hari ternyata Allah swt takdirkan hal itu tidak terjadi dan justru kemenangan berada di pihak mujahidin Gaza bahkan mereka mendapatkan simpati dari seluruh masyarakat dunia.
Berbagai kezhaliman yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin di bumi mereka tidak akan pernah sanggup memusnahkan islam dan kaum muslimin dan tidak akan pernah meredupkan cahaya Allah yang akan senantiasa menyinari bumi ini. Justru itu semua akan semakin menyadarkan kaum muslimin bahwa pertentangan antara haq dan batil akan terus berlangsung hingga hari kiamat dan juga akan menyadarkan mereka untuk kembali kepada Allah swt, berkomitmen dengan nilai-nilai robbani, dan mengokohkan ukhuwah islamiyah sebagai modal meraih kemenangan yang telah dijanjikan Allah swt. Firman Allah swt :
  “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (QS. Al Baqoroh : 214)
Wallahu a'lam
 

Wednesday 7 May 2014

Manisnya Iman





Tertulis sebuah kisah dimana manisnya iman telah melingkupi hati seorang sahabat Nabi yaitu kisah indah tentang Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu . Diaadalah salah seorang panglima kaum muslimin yang ikut serta dalam pembebasan negeri Syam. Dia diserahi misi penting untuk memerangi penduduk Kaisariah, sebuah kota benteng di wilayah Palestina, tepatnya di tepi Laut Tengah. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu gagal dalam salah satu pertempuran, sehingga akhirnya ia ditangkap oleh tentara Romawi.
Heraklius merasa berkesempatan untuk menyakiti dan menyiksa kaum muslimin. Lalu ia mendatangkan Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu ke hadapannya. Ia ingin menguji seberapa kuat agamanya dan ingin menjauhkannya dari Islam. Heraklius memulai dengan memberikan bujukan dan penawaran. Ia menawarkan kepada Abdullah radhiyallahu ‘anhu beberapa tawaran yang menggiurkan.
Heraklius berkata kepadanya, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka engkau akan mendapatkan harta yang engkau inginkan.” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menolak tawaran ini. Kemudian Heraklius menambahkan, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka saya akan menikahkanmu dengan putriku.” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu juga menolak tawaran kedua. Lantas Heraklius berkata lagi, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka saya akan merekrutmu menjadi orang penting dalam kerajaanku.” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu pun menolak tawaran ketiga ini.
Heraklius menyadari bahwa ia tengah berhadapan dengan bukan sembarang lelaki. Maka ia pun memberikan penawaran keempat. Ia berkata kepadanya, “Masuklah ke dalam agama Nasrani, maka saya akan memberikan kepadamu separuh dari kerajaanku dan separuh hartaku.” Lantas Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu memberikan jawaban yang tegas dan mematikan, “Meskipun kamu memberikan kepadaku semua harta yang kamu miliki dan semua harta yang dimiliki oleh orang Arab, saya tidak akan kembali meninggalkan agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun hanya sekejap mata.”
Setelah Heraklius gagal dalam memberikan penawaran dan bujukan, maka ia menekan Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dengan cara memaksa, menyiksa, mengintimidasi, dan mengancamnya. Maka, Heraklius berkata kepadanya, “Kalau demikian, saya akan membunuhmu?” Heraklius tidak menyadari bahwa orang yang tidak tergiur dengan tawaran dan bujukan, tentunya juga tidak akan menyerah menghadapi paksaan dan siksaan. Orang yang menginjak dunia dengan kedua kakinya, tidak akan kikir untuk menyerahkan nyawa untuk menebus agamanya. Ia berkata kepada Heraklius, “Silakan kamu melakukan hal itu.”
Kemudian Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dijebloskan ke dalam penjara dan tidak diberi makan dan minum selama tiga hari. Setelah itu ia disuguhi arak dan daging babi agar ia memakannya. Akan tetapi, Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menolak mencicipinya. Akhirnya sampai berhari-hari ia tidak menyentuh makanan dan minuman sehingga ia hampir mati. Kemudian Heraklius mengeluarkannya dan bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu enggan minum arak dan makan daging babi padahal engkau dalam kondisi terpaksa dan kelaparan?” Ia menjawab, “Ketahuilah! Kondisi darurat memang telah menjadikan hal tersebut halal bagi saya dan tidak ada keharaman bagi saya memakannya. Akan tetapi, saya lebih memilih untuk tidak memakannya, sehingga saya tidak memberikan kesempatan kepadamu untuk bersorak melihat kemalangan Islam.”
Kemudian Heraklius memerintahkan kepada anak buahnya agar mereka menyalib Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dan mengikatnya pada kayu. Para pemanah siap-siap melesakkan anak panah dari posisi yang dekat darinya. Ia pun tetap bertahan. Heraklius masih menawarkan agar ia memeluk agama Nasrani, tetapi ia tetap menolak. Kemudian ia diturunkan. Heraklius memerintahkan agar disiapkan air di dalam kuali besar dan dinyalakan api di bawahnya. Ketika air di dalam kuali telah mendidih, didatangkanlah seorang tawanan muslim, lalu ia diceburkan ke dalamnya, maka dagingnya pun meleleh sehingga tinggal tulang kerangka. Kemudian tawanan muslim yang kedua diceburkan di dalamnya sedangkan Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu melihatnya.
Kemudian Heraklius memerintahkan agar Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dilemparkan ke dalam air mendidih. Ketika mereka memegang Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu untuk dilemparkan ke dalam air mendidih, maka ia menangis. Lantas dilaporkan kepada Heraklius bahwa Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menangis. Heraklius mengira bahwa Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menangis karena ia takut mati serta menunjukkan bahwa ia mundur dari posisinya dan membatalkan ketetapan hatinya dan ia akan mengabulkan keinginan Heraklius. Lantas Heraklius memanggilnya dan memberi tawaran kepadanya agar ia memeluk agama Nasrani. Ia pun tetap menolaknya. Lalu Heraklus bertanya kepadanya, “Kalau demikian mengapa engkau menangis?” Lalu ia memberikan jawaban yang menakjubkan, benar-benar melemahkan, dan menetapkan kegagalan dan kekalahan Heraklius, “Saya menangis karena saya hanya memiliki satu jiwa saja, seandainya saya memiliki jiwa sebanyak rambut saya, pastilah saya korbankan untuk menebus agamaku. Sehingga, semuanya mati di jalan Allah.” Akhirnya Heraklius mengakui kekalahannya di hadapan Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu. Kekalahannya yaitu bahwa ia memiliki harta, pangkat, kekuatan, dan dunia berhadapan dengan seseorang muslim yang tidak bersenjata dan tidak menyandang apa-apa. Lantas ia memberikan tawaran terakhir sebagai bentuk kekalahan.
Demi menjaga martabatnya, Heraklius berkata, “Hai Ibnu Hudzafah! Maukah kamu mengecup kepalaku? Saya akan membebaskanmu dan melepaskanmu?” Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Baiklah, dengan syarat engkau harus melepaskan semua tawanan kaum muslimin yang berada di dalam penjara kalian saat itu ada lebih dari 300 tawanan.” Lantas Umar radhiyallahu ‘anhu berdiri menghampiri Ibnu Hudzafah radhiyallahu ‘anhu dan mengecup kepalanya, lalu para sahabat lainnya mengikutinya.
Itulah kisah ketika iman begitu manis terasa dalam diri seseorang. Lalu mengapa hati kita tak kunjung menikmati manisnya iman  itu. Mungkin saat ini kita adalah manusia yang  sedang sakit yang tidak mampu merasakan manisnya gula, bukan  karena gula itu tidak manis tapi karena lidah kita yang sedang sakit. Mungkin hati kita sedang sakit.
Dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, dia berkata, " Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, yang artinya, :
"Ada tiga hal, yang jika tiga hal itu ada pada seseorang, maka dia akan merasakan manisnya iman.
(Yaitu); Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya; Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah; Benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya, sebagaimana bencinya jika dicampakkan ke dalam api."

Ada tiga hal, yang ketika tiga hal itu ada  dalam hatimya maka dia akan merasakan manisnya iman. Maksudnya tiga hal itu ada pada dirinya secara utuh keseluruhannya. Lalu yang dimaksud dengan manisnya iman adalah rasa nikmat ketika melakukan ketaatan kepada Allah, ketenangan hati dan lapangnya dada.

Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, "Syaikh Abu Muhammad bin Abu Hamzah berkata, "Pengungkapan dengan lafal "manis" karena Allah subhanahu wataala mengumpamakan iman sebagaimana pohon, seperti di dalam firman-Nya, surat Ibrahim
ayat 24, "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik."

Kalimat thayyibah (baik) adalah kalimatul ikhlash, kalimat tauhid, sedangkan pohon merupakan pokok dari keimanan, cabang-cabangnya adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan, daun-daunnya adalah segala amal kebaikan yang harus diperhatikan seorang mukmin, dan buahnya adalah segala macam bentuk ketaatan. Manisnya buah akan didapat ketika buah sudah matang, dan puncak dari rasa manis itu adalah bila buah telah masak total, maka ketika itulah akan terasa manisnya buah tersebut.

Yang pertama Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari pada selain keduanya, artinya mencintai Allah subhanahu wataala dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada orang lain seperti orang tua, anak, diri sendiri dan semua orang.

Yang kedua Mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Maksudnya adalah hendaknya hubungan antara seorang muslim dengan saudaranya -muslim yang lain- dilandasi dengan iman kepada Allah subhanahu wataala dan amal shalih. Bertambahnya kecintaan bukan karena mendapatkan keuntungan materi dan berkurangnya cinta bukan karena tiadanya manfaat dunia yang diperoleh, namun ukurannya adalah iman dan amal shalih.
yang ketiga Benci jika kembali kepada kekufuran, sebagaimana bencinya jika dilemparkan ke dalam api. Di dalam riwayat lain disebutkan, "Bahkan dilemparkan ke dalam api lebih dia sukai daripada kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkan dia dari kekufuran itu." Ini maknanya lebih mendalam daripada riwayat di atas, karena riwayat di atas menunjukkan kesamaan tingkat di dalam membenci kekufuran dan membenci jika dibakar di dalam api.

Ada beberapa faisah dari hadits diatas:
  1. Iman kepada Allah subhanahu wata’ala memiliki rasa manis yang tidak mungkin dinikmati,  kecuali oleh orang-orang yang beriman dengan sebenarnya, yang disifati dengan ciri-ciri yang mengindikasikan sebagai ahlinya. Oleh karena itu, tidak semua orang yang menyatakan dirinya mukmin otomatis dapat merasakan manisnya iman itu.
  2. Cinta Allah, kemudian disusul cinta Rasul-Nya shallallahu ?alaihi wasallam merupakan ciri terpenting yang harus dimiliki oleh siapa saja yang ingin merasakan lezatnya iman. Cinta Allah dan cinta rasul-Nya tidak boleh diungguli oleh cinta kepada siapa pun selain keduanya. Bahkan cinta Allah dan Rasul-Nya merupakan parameter dan tolok ukur bagi kecintaan terhadap diri sendiri, orang tua, anak, dan seluruh manusia.
  1. Suatu ketika Umar radhiyallahuanhu berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari pada segala sesuatu apa pun, kecuali diriku." Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Tidak demikian, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sehingga aku lebih engkau cintai dari pada dirimu sendiri." Maka Umar menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya engkau sekarang lebih aku cintai dari pada diriku sendiri." Maka Nabi mejawab, "Sekarang hai Umar," (telah sempurna imanmu). Anas radhiyallahuanhu juga meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, artinya,
    "Tidak beriman salah seorang di antara kalian, sehingga aku lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia." Dan
     konsekuensi dari cinta ini adalah memenuhi apa yang diperintahkan Allah dan Rasul serta menjauhi apa yang dilarang Allah dan Rasul dengan penuh rasa rela dan ketundukan yang utuh, sebagaimana firman Allah subhanahu wataala, Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.? (QS. 3:31)
  2. Di antara sebab-sebab yang dapat mengantarkan seseorang memperoleh kecintaan Allah -setelah melakukan kewajiban- adalah sebagaimana yang disampaikan al-Imam Ibnul Qayyim, yaitu:
    • Membaca al-Qur'an dengan merenungkan dan memahami maknanya.
    • Mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wataala dengan melakukan amalan sunnah.
    • Terus menerus berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi, baik dengan hati, lisan atau perbuatan.
    • Mendahulukan apa yang dicintai Allah dibanding yang dicintai diri sendiri.
    • Berteman dengan orang-orang yang jujur mencintai Allah dan sesama muslim.
    • Menjauhi segala perkara yang dapat menghalangi antara hati dengan Allah.

  1. Mencintai Nabi shallallahualaihi wasallam adalah merupakan tuntutan dari kecintaan terhadap Allah subhanahu wataala. Ia berada di atas kecintaan terhadap seluruh manusia. Di antara ciri-cirinya adalah:
    • Beriman bahwa beliau shallallahu alaihi wasallam adalah utusan Allah, yang diutus kepada seluruh umat manusia, sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, sebagai penyeru ke jalan Allah dengan membawa cahaya yang terang benderang.
    • Bercita-cita untuk bertemu dengan beliau dan khawatir jika tidak dapat bertemu beliau.
    • Menjalankan perintah-perintah beliau dan menjauhi larangan beliau, karena orang yang mencintai seseorang, maka akan menaatinya. Jangan sampai tertipu dengan klaim dusta mencintai Rasulullah shallallahuaihi wasallam namun tidak menjalankan perintahnya, bahkan menerjang larangannya.
    • Menolong sunnahnya, mengamalkan, menyebarkan, membela dan memperjuangkannya.
    • Banyak bershalawat dan bersalam kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam.
    • Berakhlaq dengan akhlaq beliau dan beradab dengan adab-adab beliau.
    • Mencintai sahabat-sahabat beliau dan membela mereka.
    • Mengkaji perjalanan hidup dan sirah beliau serta mengetahui keadaan dan berita-berita yang menyangkut beliau.

  1. Selayaknya jalinan seorang muslim dengan muslim yang lain dibangun di atas landasan cinta kepada Allah subhanahu wataala. Karena jenis cinta seperti ini memiliki keutamaan yang amat besar, dan mendatangkan pahala yang banyak. Imam al-Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan hadits Nabi shallallahualaihi wasallam tentang tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:
    1.    Pemimpin yang adil.
    2.    Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
    3.    Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
    4.    Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.
    5.    Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
    6.    Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
    7.    Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
    (HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712)
  2. Saling mencintai karena Allah mempunyai hak-hak yang harus ditunaikan, di antaranya:
    • Membantu memenuhi kebutuhan saudaranya dan mau melakukan itu, sebagaimana di dalam hadits, "Sebaik-baik orang adalah yang paling memberi manfaat kepada orang lain."
    • Tidak membicarakan aib, meminta maaf ketika melakukan kesalahan, sebagaimana diri kita juga senang jika aib kita tidak dibicarakan, maka mereka pun demikian.
    • Tidak membenci, tidak iri dan dengki terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada saudara kita.
    • Mendoakan saudara kita -tanpa sepengetahuannya- baik ketika dia masih hidup atau setelah meninggal dunia. Karena doa yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakan adalah mustajab, begitu pula bagi yang berdoa.
    • Bersegera mengucapkan salam jika bertemu, bertanya tentang kabar dan keadaanya, tidak bersikap sombong dan merasa tinggi.

  1. Kekufuran adalah hal yang dibenci Allah. Maka seorang mukmin wajib membencinya sebagaimana benci jika dilemparkan ke dalam api, bahkan lebih benci lagi. Orang kafir juga dibenci oleh Allah, maka orang mukmin juga harus membencinya disebabkan oleh kekufurannya yang akan menggiring masuk neraka. Atas dasar ini maka bersikap loyal (berwala') kepada orang kafir adalah merupakan sebab dari kemurkaan Allah subhanahu wataala dan kemarahan-Nya. Di antara bentuk-bentuk sikap loyal kepada orang kafir adalah mencintai mereka, menolong mereka dalam rangka memerangi orang mukmin, bermudahanah (berbasa-basi, tidak mengingkari kesesatan dan kekeliruan mereka sehingga terkesan membenarkan-red), bersahabat atau mengambil mereka sebagai teman akrab dan mengangkat mereka menjadi orang kepercayaan serta orang dekat (bithanah). Padahal Allah subhanahu wataala telah berfirman, artinya,
    Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)? (QS. 3:28)
Semoga kita menjadi orang-orang yang dikaruniai kenikmatan iman ini dan menyatukan kita semuabersama orang-orang yang telah menikmati manisnya iman di Jannah-Nya.Amin.
 Wallahu a’lam


Thursday 1 May 2014

Mengenal Rizki Allah



Rasulullah bersabda: Sesungguhnya hamba ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukan (HR. An Nasai dan Ibnu Majah)
jika Rasulullah yang pasti benar perkataanya bersabda demikian, lalu mengapa justru pemegang kekuasaan dunia adalah orang-orang yang banyak berbuat dosa? Qarun yang kafir bahkan butuh banyak orang hanya untuk mengangkat kunci gudang penyimpanan hartanya. Lalu apakah yang dimaksud rizki dalam hadits di atas adalah harta? Atau jika harta, harta yang seperti apa yang dimaksud Rasulullah?
Rizki yang dimaksud dari hadits di atas lebih luas dari sekedar harta, akan tetapi lebih luas dari harta. Kalaupun harta, tentulah bukan harta seperti harta qarun yang membuatnya makin jauh dari Allah, akan tetapi harta yang berkah. 


Kunci-kunci rizki
Allah menjadikan beberapa pembuka pintu-pintu rizki yang telah Allah kabarkan melalui lisan RasulNya baik dalam Al Qur’an maupun Hadits-hadits.
1.Istighfar (memohon ampun kepada Allah) &taubat kepadaNya dengan melakuakan keduanya dengan perkataan & perbuatan.                                                                             
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.”(Hud:3)
“dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Hud :52)
“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun . niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” Nuh :10-12
Rasulullah bersabda ,“Barang siapa memperbenyak niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki(yang hallal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu dawud&ibnu majah)

2. Taqwa, adalah menjaga diri dari yang menyebabkan dosa atau mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya atau menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.
“dan Sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. diantara mereka ada golongan yang pertengahan. dan Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. Al Ma’idah :66
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Al A’raf:96
“apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.. Ath-Thalaq :2-3
3. Tawakkal, yaitu menampakkan kelemahan hamba serta bersandar sepenuhnya kepada Allah semata.
dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu Ath Thalaq: 3
Rasulullah bersabda,” Sungguh seadainya kalian betawakal kepada Allah sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” HR ahmad,tirmidzi &ibnu majah)
Tawakkal yang benar tidak menafikan usaha manusia, seperti yang diisyaratkan dalam sebuah hadits,”Amr bin Umayah ra berkata,” aku bertanya ‘wahai Rasulullah, apakah aku ikat dahulu (tungganganku)lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?,’ beliau menjawab ,’ ikatlah kendaraan(unta)mu lalu bertawakkallah,’” HR  Asy-Syihab
4. Beribadah sepenuhnya kepada Allah,yaitu khusyu & bersungguh-sungguh dalam mengkonsentrasikan hati ketika beribadah kepada Allah.
“ Sesungguhnya Allah berfirman,’ wahai anak adam, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi(hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi kebutuhanmu.” HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah &Al Hakim.
Rasulullah bersabda,”Rabb kalian berkata,”wahai anak adam,beribadahlah kepadaKu sepenuhnya(dengan penuh kekhusyuan), niscaya aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak adam , jangan jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.” HR Al Hakim
5. Melanjutkan haji dengan umrah, maksudnya melakukan salah satunya lalu melanjutkannya dengan yang lain.
Rasulullah bersabda,”Lanjutkanlah haji dengan umrah,karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat menghilangkan kotoran besi,emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji mabrur melainkan surga.” HR. Ahmad, Tirmidzi,An Nasa’i, Ibnu Khuzaimah & Ibnu Hiban.
6. Silaturrahim, yaitu menyambung tali persaudaraan dengan berbuat baik kepada kerabat atau keluarga dekat.
Rasulullah bersabda,”Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim.” HR Abdullah bin Ahmad, Al Bazzar dan Ath-Thabrani
Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya keta’atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maksiyatpun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan) .” HR Ibnu Hibban
7. Berinfak di jalan Allah,yaitu berinfak untuk sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah.
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya. Saba’ :39
Rasulullah bersabda,” Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo’s, ‘ya Allah berikanlah kepada orang yang berinfak ganti( dari apa yang ia infakkan)’ sedang yang lain berkata ,’ya Allah berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebionasaan (hartanya)’.” HR Bukhari
8. Memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu agama.
Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah, salah seorang darinya mendatangi Nabi dan saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja mengadu mengadu kepada Nabi, maka beliau bersabda ,”Mudah mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia.”HR Tirmidzi & Al Hakim
9. Berbuat baik kepada orang-orang yang lemah.
Rasulullah besabda, “Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki disebabkan karena orang-orang lemah di antara kalian.” HR Bukhari
Rasulullah juga bersabda ,” Carilah (keridhaan)ku melalui orang lemah dia antara kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rizki dan ditolong dengan sebab orang-orang lemah diantara kalian.” HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi,An Nasa’i, Ibnu Hibban & Al Hakim
10. Berhijrah di jalan Allah,keluar dari negeri kafir menuju negeri iman untuk mencari keridhaan Allah sesuai dengan syariatNya.
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. AnNisa: 100

Disamping kunci-kunci  rizki ada 10 hal penghalang rizki juga yang dikabarkan oleh Rasulullah
1. Melawan Pemberi Rizki
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah Ini (Ka’bah).
Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS. Quraisy:3-4) Ayat ini memerintahkan untuk memurnikan ibadah hanya kepada Rabb penguasa Ka’bah sehingga Allah akan memberikan dua rezeki sekaligus, yaitu dicukupkan kebutuhan dunianya dan diberi keamanan diakhirat.
2. Dosa
Rasulullah bersabda: Sesungguhnya hamba ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukan (HR. An Nasai dan Ibnu Majah)
Rasulullah bersabda: Malaikat Jibril membisikkan di dalam hatiku, bahwa suatu jiwa tidak akan mati hingga telah sempurna rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki  dengan cara yang baik dan hendaklah tertundanya rezeki tidak mendorong kalian untuk mencarinya dengan kemaksiatan kepada Allah, karena sesungguhnya keridhaan di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan ketaatan kepada-Nya (HR Abu Nu’aim, al-Baihaqi dan al-Bazar dari Ibn Mas’ud).
3. Mengingkari Nikmat
Allah Subhanahuwata’ala berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7-8).
Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (QS. AN Nahl: 112)
4. Menyandarkan nikmat kepada pemberi yang sesungguhnya.
Sebagaimana Qarun berkata: “Sesungguhnya Aku Hanya diberi harta itu, Karena ilmu yang ada padaku”. dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh Telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih Kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka (QS. Al Qhashash: 78). Tidak benar manusia mengatakan aku mendapat rezeki karena ilmu, keahlian, pekerjaan dll yang aku miliki karena semua adalah karunia Allah Ta’ala.
5. Banyak bersumpah dalam jual beli
Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah bahwasanya belaiu bersabda: Sumpah itu dapat melariskan dagangan tetapi juga menjadi penghilang berkah (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu ‘anhu berkata ada seseorang yang menawarkan suatu barang di pasar, lalu dia bersumpah atas nama Allah bahwa dia telah memberikan harga yang paling rendah yang belum pernah diberikan, agar ada seorang muslim yang terjebak, lalu turunlah ayat.
“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berbicara pada mereka dan tidak (pula) akan melihat kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. Bagi mereka Adzab yang pedih” [Ali-Imran : 77] (HR. Al-Bukhari)
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Artinya : Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak juga dilihat dan di sucikanNya, dan bagi mereka adzab yang sangat pedih ; Seseorang yang mempunyai kelebihan air di sebuah jalanan, dimana dia menghalangi para pejalan dari air tersebut, lalu seseorang membai’at seseorang –dalam sebuah riwayat : seorang imam- yang dia tidak membai’atnya melainkan untuk kepentingan dunia, yang jika orang dibai’atnya itu memberi apa yang dia inginkan, maka dia akan mentaatinya dan jika tidak maka dia tidak mentaatinya, serta seseorang yang menawar barang dagangan orang lain setelah Ashar, lalu dia (penjual) bersumpah dengan menggunakan nama Allah bahwa dia benar-benar telah memperoleh barang tersebut sekian dan sekian, lalu diambillah oleh orang itu” (HR. Ahmad II/253)
6. Mengotori diri dengan harta riba
Allah Subhanahuwat’ala berfirman yang artinya :Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya -  Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
Ibnu Mas’ud berkata: Pemakan riba, yang memberikan harta riba, penulisnya, dan saksinya dilaknat oleh Muhammad Shalallahu’alaihi wasalam.
7. Curang dalam usaha
Abu Hurairah berkata bahwasanya Rasulullah Shalallahu’alaihi wasalam suatu saat melewati seonggok makanan yang dijual di pasar. Lalu Rasulullah memasukkan tangannya ke dalam onggokan makanan itu hingga jari beliau menyentuh makanan yang basah. Rasulullah bertanya, “Apa ini wahai penjual makanan?” Penjual makanan menjawab, “Itu kena hujan wahai Rasulullah!” Rasulullah bersabda: “Mengapa tidak kamu letakkan yang basah itu di atas supaya dapat dilihat orang-orang? Barang siapa berbuat curang maka ia bukan golongan kami “(HR Muslim).
8. Bakhil
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Ali Imran: 180).
9. Bekerja sampai melalaikan kewajiban
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi (QS. Al Munafikun: 9)
10. Melalaikan dzikir
Dan barangsiapa berpaling dari mengingatKu, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.(QS. Thaha: 124)
Ad Dhahak berkata: Yang dimaksud penghidupan yang sempit adalah penghidupan yang dipenuhi amal buruk serta rezeki yang buruk pula.

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...