Wednesday 3 February 2016

Basmallah ( Kajian Tadabur #3 )



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Ibnu Utsaimin dalam tafsir Juz Amma menjelaskan bahwa Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Dalam kaidah bahasa Arab, jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla.
Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna. Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syaikh Utsaimin mengatakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ كَانَ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ- عَلَى اسْمِ اللَّهِ-
“Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah“ Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah” ( HR Bukhari - Muslim )
Dalam kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani RA memberikan analisa secara bahasa tentang makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ba, ism dan Allah. Kata ba memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab :
  1. Mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki jarak.
  2. Mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu
  3. Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu
Dari pendapat kedua masyayikh di atas dapat kita simpulkan ada 4 fungsi kata bi yaitu :
1.      Tabaruk
2.      Pembatasan maksud
3.      mengekspresikan kedekatan.
4.      Mencari berkah atau pertolongan.
Kata ism secara sederhana diartikan sebagai nama.
Sedangkan kata Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah. Kata Allah juga mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan makna keesaan pada Allah. Allah adalah nama yang diperuntukkan untuk sang Rabb alam semesta ini. Dan Allah Azza wa Jalla sendirilah yang menamai DzatNya dengan Allah. Sebagian ulama mengatakan ini adalah nama yang paling agung sebab inilah nama yang disifatkan dengan seluruh sifat kemahasempurnaan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Allah sendiri dalam Al Qur’an :
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ  .  هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ .   هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Hasyr : 22-24)
Perhatikanlah bagaimana ayat-ayat ini menunjukkan bahwa
(1) Allah sendirilah yang menamai dan menyebut DzatNya dengan nama Allah,
(2) nama inilah yang menjadi nama Allah yang paling agung dan
(3) kepada nama inilah semua nama dan sifat kemahasempurnaan Allah dinisbatkan.
Dari penjabaran di atas maka makna kata bismillah dalam kaitannya dengan konotasi kata ba , dapat kita simpulkan:
  1. Dengan nama Allah Subhanallahu wa Ta’alla
  2. Dengan hanya karena Allah Subhanallahu wa Ta’alla saya melakukan sesuatu.
  3. Dengan pertolongan nama Allah Subhanallahu wa Ta’alla
  4. Dengan berkah nama Allah Subhanallahu wa Ta’alla
Dari sini kita bisa mempunyai gambaran bagaimana kuatnya efek dan dampak pengucapan kata bismillah secara signifikan dalam segala pekerjaan yang akan kita lakukan. Dengan mengucapkan bismillah maka kita berharap bahwa Allah Subhanallahu wa Ta’alla  akan bersama sama dengan kita. Selain itu Allah Subhanallahu wa Ta’alla akan menolong dan memberikan berkah dalam proses pekerjaan yang kita lakukan.
Seorang ulama besar Sayid Abu Ala Maududi dalam kitab tafsirnya Tafhim Al-Qur’an berpendapat jika seorang muslim melakukan segala sesuatu dengan nama Allah dengan sadar dan tulus maka sudah tentu akan menghasilkan 3 hal yang baik yaitu :
  • Ia akan terlindungi dari kejahatan atau pengaruh buruk, karena dengan melibatkan nama Allah si fulan akan berpikir apakah segala niat dan tindakannnya sudah sesuai dengan standar kebaikan Allah SWT
  • Dengan menyebut nama Allah akan menciptakan sikap yang benar dan mengarahkan si fulan menuju arah yang benar
  • Ia akan menerima pertolongan dan berkah dari Allah dan terlindungi dari godaan setan
Kata Ar Rahman dan Ar Rahim merupakan bentukan kata dari Ar Rahmah (kasih sayang). Dari kata Ar Rahmah inilah kata Ar Rahman dan Ar Rahim dibentuk untuk menunjukkan bentuk kasih sayang yang sangat besar. Walaupun kata Ar Rahman memiliki makna kasih sayang yang lebih tinggi daripada Ar Rahim. Secara tersirat Ibn Jarir Ath Thabary menyebutkan kesepakatan para ulama dalam masalah ini. Berikut ini beberapa nukilan perkataan para ulama yang menjelaskan perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim :
1. Ibn ‘Abbas mengatakan : “Kedua nama ini adalah nama (yang menunjukkan) kelembutan, namun salah satunya lebih lembut dari yang lainnya –artinya lebih menunjukkan kasih sayang yang lebih besar-.”
2. Abu ‘Ali Al Farisy mengatakan : “Ar Rahman adalah nama yang mencakup segala bentuk rahmat yang hanya khusus dimiliki Allah Ta’ala, sedangkan Ar Rahim adalah (untuk menunjukkan) rahmat dari sisi kaum mu’minin.”
3. Ibn Jarir Ath Thabary meriwayatkan perkataan Al ‘Azramy yang menyatakan : “Ar Rahman adalah (menunjukkan kasih) yang ditujukan untuk semua makhluq, sedangkan Ar Rahim adalah khusus untuk orang-orang beriman.”
Dengan melihat cakupan Ar Rahman yang lebih luas, maka tidak mengherankan bila nama dan sifat ini hanya untuk Allah Ta’ala berbeda dengan Ar Rahim yang terkadang diberikan kepada makhluq seperti ketika Allah menjelaskan bagaimana kasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum beriman, “ wa kaana bil mu’minina rahima.” Tidak dibenarkan siapapun menyebut dirinya sebagai Ar Rahman sebab ia adalah kekhususan Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, Ar Rahman secara khusus disebut dalam perintah berdo’a kepada Allah ;
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu” (Al Isra’ :110)
Dengan mengucap Basmallah berarti kita telah melibatkan Allah Subhanallahu wa Ta’alla dalam setiap tindakan kita, maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah Subhanallahu wa Ta’alla dan hal tersebut diejawantahkan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah Subhanallahu wa Ta’alla. Disamping itu juga kita mengharap keberkahan atau berlipatnya kebaikan dari setiap pekerjaan kita dikarenakan ucapan kita membaca basmallah ketika memulainya.
Di samping hal itu, seorang muslim yang mengucapkan basmallah, maka dia akan sadar akan pengawasan Allah. Sehingga dengan hal itu dia akan melakukan pekerjaan dengan semaksimal mungkin dan tanpa melanggar syariat Allah.
Wallahu A’lam
Ta’ Rauf Yusuf

 

Sunday 31 January 2016

Al Isti'adzah ( Kajian Tadabur #2 )

Al-Isti’adzah: Isti’adzah artinya ucapan seseorang  أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ

أَعُوْذُ (A’udzu) : Aku mohon perlindungan.

بِاللهِ (Billahi) : Maksudnya kepada Robb segala sesuatu, Yang Maha Kuasa atas segalanya, Yang Maha Tahu segalanya, sembahan orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian.

الشَّيطَانِ (Asy-Syaithon) : Iblis yang dilaknat oleh Allah.

Kata ‘syaithoon’ dalam bahasa Arab, berasal dari kata ‘syathona’, yang bermakna ‘menjauh’. Dikatakan demikian karena tabiat setan itu jauh dari tabiat manusia, dan dengan kefasikannya dia jauh dari semua kebaikan. Ada yang berpendapat: Dia berasal dari kata ‘syaatho’ karena dia diciptakan dari api.

الرَّجِيْمِ (Ar-Rojiim) : Yang dirajam, yang dijauhkan, dan terusir dari segala bentuk kasih saying dan kebaikan.

Kata ‘ar rojiim’ berwazan fa’iil yang bermakna maf’uul. Maksudnya: Dia dilemparkan dan diusir dari semua kebaikan.

Dapat kita simpulkan makna kalimat isti'adzah adalah,'Aku mohon perlindungan dan penjagaan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk agar ia tidak menggangguku dalam bacaanku, dan juga tidak menyesatkan aku, sehingga aku binasa dan hidup sengsara.' dalam konteks membaca AlQuran. Atau lebih luas lagi bisa bermakna, ' Aku memohon perlindungan di sisi Allah dari setan yang terkutuk, jangan sampai dia membahayakan agama dan duniaku, atau menghalangiku dari perintah Allah, atau mendorongku untuk melakukan yang dilarangNya. Karena setan, tidak ada yang mampu mencegahnya dari berbuat jahat kepada manusia selain Allah. Karenanya, Allah Ta’ala memerintahkan untuk memperlakukan musuh dari kalangan manusia dengan kebaikan, dan bergaul dengannya dengan sifat dermawan, agar tabiat aslinya bisa mengembalikan dirinya dari perbuatan buruk yang selama ini dia lakukan. Sebaliknya, Allah memerintahkan untuk berlindung kepadaNya dari setan jin, karena dia tidak bisa disogok dan tidak akan terpengaruh dengan kebaikan. Hal itu karena tabiat aslinya adalah keburukan, sementara tidak ada yang bisa menghalanginya darimu selain Yang telah menciptakannya.

Disunnahkan bagi setiap orang yang hendak membaca Al-Qur’an, baik satu surat atau lebih untuk membaca ta’awudz (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ), setelah itu baru memulai membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْآنَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَانِ ٱلرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk”(QS. An-Nahl: 98)

Juga dianjurkan bagi orang yang sedang marah atau terlintas pada pikirannya suatu hayalan yang buruk , merasa takut akan syetan maka di anjuran ia membaca isti’adzah.

Meminta perlindungan ada beberapa keadaan :

Pertama : meminta perlindungan kepada yang kita diharamkan berlindung kepadanya. Allah berfirman ;

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً

“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin-jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” [QS. Al-Jin : 6].

Kedua, meminta perlindungan kepada yang tidak mampu menolong kita, maka ini adalah perbuatan yang sia-sia. Kadang bisa menjadi haram. Allah berfirman ;

وَلَا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا وَلَا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ

Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (QS. Al A’raf: 192)

Ketiga, meminta perlindungan kepada sesuatu yang mungkin dapat dijadikan tempat berlindung, baik manusia, tempat, atau yang lainnya. Hal ini diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallamketika menyebut fitnah :

من تشرف لها تستشرفه فمن وجد فيها ملجأ أو معاذا فليعذ به

“Barangsiapa yang mencari-carinya ia akan terjerat olehnya dan barangsiapa yang mendapat tempat berlindung atau berteduh maka hendaklah ia berlindung dengannya” ( HR Bukhari-Muslim )

Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bentuk perlindungan ini dengan sabdanya :

فمن كان له إبل فليلحق بإبله

“Siapa yang yang memiliki onta, maka hendaklah menggunakan ontanya” ( HR Muslim )

Dalam Shahih Muslim disebutkan dari Jabir, bahwa seorang wanita dari Bani Makhzum melakukan pencurian lalu dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan kemudian ia minta perlindungan kepada Ummu Salamah.

Dalam Shahih Muslim juga dari Ummu Salamah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

يَعُوذُ عَائِذ بِاْلبَيْتِ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْث

“Ada orang yang berlindung dengan Ka’bah, lalu dikirimlah suatu utusan kepadanya” ( HR Muslim )

Jika seseorang minta perlindungan dari kejahatan orang dzalim maka kita wajib melindunginya sebatas kemampuan yang kita miliki. Akan tetapi jika dia minta perlindungan untuk tujuan melakukan kemungkaran atau melarikan diri dari menunaikan kewajibannya, maka haram bagi seseorang melindunginya.

Kempat, Memohon perlindungan kepada Allah yang mengandung sikap membutuhkan benar-benar, hanya kepadanya tempat bergantung, hanya Dia yang mencukupi segala sesuatu serta hanya Dia tempat berlindung yang sempurna dari segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi, kecil atau besar. Baik datang dari manusia atau yang lainnya. Atau meminta perlindungan kepada Allah dengan sifat-Nya, seperti kalam-Nya, kemuliaan-Nya, keagungan-Nya, atau semisalnya; Berdasarkan firman Allah :

قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ *مِن شَرّ مَا خَلَقَ

”Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai shubuh, dari kejahatan makhluk-Nya” [QS. Al-Falaq : 1-2].

Dan juga firman-Nya :

قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ النّاسِ *مَلِكِ النّاسِ *إِلَـَهِ النّاسِ *مِن شَرّ الْوَسْوَاسِ الْخَنّاسِ *الّذِى يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النّاسِ *مِنَ الْجِنّةِ وَالنّاسِ

”Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia” [QS. A-Naas : 1-6].

Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَق

“Aku berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya”  ( HR Muslim )

Dan juga sabda beliau :

أَعُوذُ بِعِظْمَتِكَ أَنْ أَغتَال مِنْ تَحْتِي

“Aku berlindung dengan keagungan-Mu dari terbinasakan dari arah bawahku” ( HR Ahmad dan An-Nasa’i ).

Dan dalam doa ketika sakit :

أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِد

“Aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku temui” (HR Ahmad,  Abu Dawud dan Ibnu Majah )

Dan sabda beliau yang lain :

أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ

“Aku berlindung dengan ridla-Mu dari kemurkaan-Mu” ( HR Muslim )

Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika turun ayat :

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىَ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ

“Katakanlah : Dialah yang bekuasa untuk menimpakan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu ke dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain” (QS. Al-An’am : 65);

maka beliau bersabda :

أَعُوذُ بِوَجْهِكَ

“Aku berlindung dengan Wajah-Mu” ( HR Bukhari ).

Seorang muslim yang telah berikrar bahwa tidak ada illah إله  selain Allah seharusnya telah melalui level tauhid sebelumnya yaitu mengakui tidak ada Rabb  ربّ  selain Allah. Secara makna bahasa :

إله berasal dari kata أَلَه يَأْلَهُ بالفتح فيهما إِلاَهَةً أي عَبَد

yakni alaha ya’lahu ilaahatan bermakna ‘abada (menyembah)

إلاَه على فِعَال بمعنى مفعول لأنه مَألُوه أي مَعْبُود

Ilaah di atas wazan fi’aal bermakna maf’uul karena dia ma’luuh yakni ma’buud (yang disembah) [Mukhtar ash-Shihah 1/13 ]

Sehingga makna Ilaah adalah Ma’buud (Yang disembah atau Sesembahan)

الإلَهُ الله عز وجل وكل ما اتخذ من دونه معبوداً إلَهٌ عند متخذه

al-Ilaah adalah ALLAH ‘azza wa jalla dan setiap yang dijadikan sesembahan selain ALLAH disebut ilaah oleh yang menjadikannya [Lisaan al-‘Arab 13/467 ]

Sehingga orang-orang musyrik menamai sesembahan mereka selain ALLAH sebagai ilaah. Bentuk jamak (plural) dari ilaah adalah aalihah.

ربّ berasal dari kata

رَبُّ كل شيء مالِكُه

Rabb segala sesuatu adalah Maalik(penguasa atau pemilik)nya. [Mukhtar ash-Shihah 1/111 ]

Hal semakna juga disebutkan oleh Ibnu Mandzur [Lisaan al-‘Arab 1/399 ]

Sehingga makna Rabb adalah Maalik yakni penguasa atau pemilik. Rabb juga berarti yang melakukan perbaikan, yang mengelola, yang memaksa dan yang selalu mengurusi.

Maka seharusnya keyakinan Allah sebagai Rabb benar-benar terealisasikan. Termasuk dalam Isti'adzah atau memohon perlindungan. Karena pada hakikatnya keamanan dari bahaya adalah terjadi atas kehedak Allah. Tidak ada satu bahayapun yang mampu menimpa seseorang tanpa adanya kehendak ijin dari Allah. Dalam sebuah hadits di ceritakan ;


عبْد الله بن عَبّاسٍ -رَضِي اللهُ عَنْهُما- قالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمًا، فَقَالَ: ((يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ))

Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu harisaya berada di belakang Nabishallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat:Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak memintamintalahkepada Allah, dan jika engkau hendakmemohon pertolongan, mohonlahkepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu.Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. ( HR Tirmidzi )

Maka pada hakikatnya manusia yang lemah memang sudah seharusnya memohon perlindungan kepada Allah semata Sang Pemilik Perlindungan yang haqiqi, sehingga nanti Allah akan mengadakan sebab-sebab telindunginya dia dari segala hal yang membahayakan dirinya. Termasuk dari bahaya syetan yang terkutuk.

Wallahu 'Alam
Ta' Rauf Yusuf




Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...