Thursday 11 February 2016

Tafsir Ibnu Katsir 126-128




{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126) وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127) إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128) }

Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarla ( Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

Allah Swt. memerintahkan untuk berbuat adil dalam qisas (pembalasan) dan seimbang dalam menunaikan hak, seperti yang disebutkan dalam riwayat Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Khalid, dari Ibnu Sirin yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

{فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}

maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. (An-Nahl: 126)

Bahwa jika seseorang mengambil sesuatu dari kalian, maka ambillah darinya yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibrahim, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. '

Ibnu Zaid mengatakan bahwa pada mulanya kaum muslim diperintahkan memaafkan terhadap sikap orang-orang musyrik. Tetapi setelah masuk Islam, banyak lelaki yang mempunyai kekuatan, maka mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sekiranya Allah memberi izin kepada kita (untuk membalas), tentulah kami akan balas anjing-anjing itu." Maka turunlah ayat ini, yang kemudian di-mansukh oleh ayat jihad.

Muhammad ibnu lshaq telah meriwayatkan dari salah seorang temannya, dari Ata ibnu Yasar yang mengatakan bahwa surat An-Nahl seluruhnya diturunkan di Mekah, maka ia termasuk surah Makkiyyah; kecuali tiga ayat yang tertetak di akhirnya, ketiga ayat tersebut diturunkan di Madinah sesudah Perang Uhud, ketika Hamzah radhiyallah'anhu. gugur dalam keadaan tercincang. Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"لَئِنْ ظَهَرْنَا عَلَيْهِمْ لَنُمَثِّلَنَّ بِثَلَاثِينَ رَجُلًا مِنْهُمْ"

Sesungguhnya jika Allah memberikan kemenangan kepadaku atas mereka, sesungguhnya aku akan balas mencincang tiga puluh orang lelaki dari kalangan mereka (sebagai pembalasan atas kematian Hamzah).

Ketika kaum muslim mendengar hal tersebut, mereka berkata, "Demi Allah, seandainya Allah memenangkan kita atas mereka, sungguh kita akan mencincang mereka dengan cincangan yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan orang-orang Arab." Maka Allah subhanallahu wa ta'ala menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan 'yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126), hingga akhir surat.

Hadis ini mursal di dalam sanadnya terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya.

Tetapi hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur lain secara muttasil oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا صَالِحُ الْمُرِّيُّ ، عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَفَ عَلَى حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حِينَ اسْتُشْهِدَ، فَنَظَرَ إِلَى مَنْظَرٍ لَمْ يَنْظُرْ أَوْجَعَ لِلْقَلْبِ مِنْهُ. أَوْ قَالَ: لِقَلْبِهِ [مِنْهُ] فَنَظَرَ إِلَيْهِ وَقَدْ مُثِّل بِهِ فَقَالَ: "رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ، إِنْ كُنْتَ -لَمَا علمتُ-لَوَصُولًا لِلرَّحِمِ، فَعُولًا لِلْخَيْرَاتِ، وَاللَّهِ لَوْلَا حُزْنُ مَنْ بَعْدَكَ عَلَيْكَ، لَسَرَّنِي أَنْ أَتْرُكَكَ حَتَّى يَحْشُرَكَ اللَّهُ مِنْ بُطُونِ السِّبَاعِ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-أَمَا وَاللَّهِ عَلَى ذَلِكَ، لَأُمَثِّلَنَّ بِسَبْعِينَ كَمُثْلَتِكَ. فَنَزَلَ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذِهِ السُّورَةِ وَقَرَأَ: {وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ} إِلَى آخَرِ الْآيَةِ، فَكَفَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي: عَنْ يَمِينِهِ-وَأَمْسَكَ عَنْ ذَلِكَ

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. berdiri di dekat jenazah Hamzah ibnu Abdul Muttalib  setelah ia gugur sebagai syuhada. Nabi melihat suatu pemandangan yang belum pernah beliau lihat sangat menyakitkan seperti pemandangan kala itu. Nabi  melihat jenazah Hamzah dalam keadaan telah dicincang (dirobek dadanya). Beliau bersabda: Semoga rahmat Allah merlimpahkan kepadamu, sesungguhnya engkau menurut sepengetahuanku tiada lain seorang yang suka menghubungkan tali silaturahmi lagi banyak berbuat kebaikan. Demi Allah, seandainya tiada kesedihan atas dirimu karena tidak tega melihat keadaanmu, tentulah aku suka bila kubiarkan engkau, hingga Allah membangkitkanmu dari perut binatang-binatang buas (atau dengan kalimat yang semisal). Ingatlah, demi Allah, atas kejadian ini; sungguh aku akan mencincang tujuh puluh orang(dari mereka) seperti cincangan yang dialami olehmu. Maka Malaikat Jibril. turun kepada Nabi dengan membawa ayat ini, lalu ia membacakannya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian.(An-Nahl: I26), hingga akhir surat. Lalu Rasulullah  membayar kifarat sumpahnya dan menahan diri dari apa yang diniatkannya itu.

Sanad hadis ini mengandung ke-dhaif-an, karena sesungguhnya Saleh Al-Murri orangnya dhaif menurut pendapat para imam ahli hadis. Bahkan Imam Bukhari mengatakan bahwa hadisnya berpredikat munkar.

Asy-Sya'bi dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan ucapan kaum muslim dalam Perang Uhud sehubungan dengan orang-orang mereka yang gugur dalam keadaan tercincang.

Mereka mengatakan, "Sungguh kami akan mencincang mereka sebagaimana mereka mencincang kami." Lalu Allah menurunkan ayat-ayat ini berkenaan dengan hal tersebut.

Abdullah (putra Imam Ahmad) mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Abdul Wahhab Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Ubaid, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa dalam Perang Uhud telah gugur dari kalangan Ansar sebanyak enam puluh orang lelaki, sedangkan dari kalangan Muhajirin hanya enam orang. Maka para sahabat Rasulullah berkata, "Seandainya kita mendapat kemenangan dalam perang berikutnya dari orang-orang musyrik, sungguh kami akan balas mencincang mereka." Dan ketika hari kemenangan atas kota Mekah terjadi, seorang lelaki berkata, "Sesudah hari ini Quraisy tidak akan dikenal lagi." Maka terdengarlah suara seruan yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah telah memberikan jaminan keamanan kepada semua orang, baik yang berkulit hitam maupun yang berkulit putih, kecuali si anu dan si anu. Disebutkan nama sejumlah orang yang dimaksud. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahi: 126), hingga akhir surat. Dan Rasulullah bersabda: Kami akan bersabar dan tidak akan membalas.

Ayat ini mempunyai persamaan dengan ayat-ayat lain, yang intinya mengandung perintah untuk bersikap adil dan dianjurkan bersikap pemurah (memaaf), seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:

{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا}

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40)

Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:

{فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}

maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas(tanggungan) Allah. (Asy-Syura: 40), hingga akhir ayat.

Dan firman Allah :

{وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ}

dan luka-luka (pun) ada qisasnya. (Al-Maidah: 45)

Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:

{فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ}

Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya, maka melepaskan hak itu(menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45)

Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:

{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}

Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126)

Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:

{وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ}

Tetapi jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (An-Nahl: 126)

Adapun firman Allah Swt.:

{وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلا بِاللَّهِ}

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah. (An-Nahl: 127)

Hal ini mengukuhkan perintah bersabar, sekaligus sebagai pemberitaan bahwa kesabaran itu tidak dapat diraih melainkan berkat kehendak Allah dan pertolongan-Nya, serta berkat upaya dan kekuatan-Nya. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

{وَلا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ}

dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka. (An-Nahl: 127)

Yakni terhadap orang-orang yang menentangmu, karena sesungguhnya Allah telah menakdirkan hal tersebut.

{وَلا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ}

dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.(An-Nahl: 127)

Artinya, janganlah kamu merasa duka cita terhadap upaya keras mereka dalam memusuhimu dan memasukkan kemusyrikan terhadapmu, karena sesungguhnya Allah-lah yang mencukupi, menolongmu, mendukungmu, menampakkan kamu, dan memenangkan kamu atas mereka.

Firman Allah Swt.:

{إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ}

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (An-Nahl: 128)

Yakni Allah beserta mereka melalui dukungan-Nya, pertolongan-Nya, bantuan-Nya, petunjuk dan upaya-Nya. Makna kebersamaan ini bersifat khusus, seperti pengertian kebersamaan yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا}

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah(pendirian) orang-orang yang telah beriman.”(Al-Anfal: 12)

Dan firman Allah kepada Musa dan Harun, yaitu:

{لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى}

Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha: 46)

Demikian pula dalam sabda Nabi. kepada Abu Bakar As-Siddiq di dalam gua:

{لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا}

Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. (At-Taubah: 40)

Adapun kebersamaan yang mengandung makna umum, maka pengertiannya hanya melalui pendengaran, penglihatan, dan pengetahuan; seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:

{وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ}

Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan. (Al-Hadid: 4)

Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:

{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا}

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada (pula)pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. (Al-Mujadilah: 7)

وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا

Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu. (Yunus: 61). Hingga akhir ayat.

Adapun firman Allah Swt.:

{الَّذِينَ اتَّقَوْا}

orang-orang yang bertakwa. (An-Nahl: 128) Maksudnya, orang-orang yang meninggalkan hal-hal yang diharamkan.

{وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ}

dan orang-orang yang berbuat kebaikan.(An-Nahl: 128)

Yakni orang-orang yang mengerjakan ketaatan. Mereka adalah orang-orang yang dijaga oleh Allah, dipelihara-Nya, ditolong-Nya, didukung­Nya, dan dimenangkan-Nya atas musuh-musuh mereka dan orang-orang yang menentang mereka.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubair, telah menceritakan kepada kami Mis'ar, dari Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Hatib yang mengatakan bahwa Khalifah Usman ibnu Affan termasuk orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

Wallahu a'lam


Wednesday 3 February 2016

Basmallah ( Kajian Tadabur #3 )



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Ibnu Utsaimin dalam tafsir Juz Amma menjelaskan bahwa Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Dalam kaidah bahasa Arab, jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla.
Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna. Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syaikh Utsaimin mengatakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ كَانَ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ- عَلَى اسْمِ اللَّهِ-
“Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah“ Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah” ( HR Bukhari - Muslim )
Dalam kitab tafsir Mariful Qur’an, Mufti Shafi Usmani RA memberikan analisa secara bahasa tentang makna kata bismillah. Menurut beliau kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ba, ism dan Allah. Kata ba memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab :
  1. Mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki jarak.
  2. Mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu
  3. Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu
Dari pendapat kedua masyayikh di atas dapat kita simpulkan ada 4 fungsi kata bi yaitu :
1.      Tabaruk
2.      Pembatasan maksud
3.      mengekspresikan kedekatan.
4.      Mencari berkah atau pertolongan.
Kata ism secara sederhana diartikan sebagai nama.
Sedangkan kata Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah. Kata Allah juga mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan makna keesaan pada Allah. Allah adalah nama yang diperuntukkan untuk sang Rabb alam semesta ini. Dan Allah Azza wa Jalla sendirilah yang menamai DzatNya dengan Allah. Sebagian ulama mengatakan ini adalah nama yang paling agung sebab inilah nama yang disifatkan dengan seluruh sifat kemahasempurnaan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Allah sendiri dalam Al Qur’an :
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ  .  هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ .   هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Hasyr : 22-24)
Perhatikanlah bagaimana ayat-ayat ini menunjukkan bahwa
(1) Allah sendirilah yang menamai dan menyebut DzatNya dengan nama Allah,
(2) nama inilah yang menjadi nama Allah yang paling agung dan
(3) kepada nama inilah semua nama dan sifat kemahasempurnaan Allah dinisbatkan.
Dari penjabaran di atas maka makna kata bismillah dalam kaitannya dengan konotasi kata ba , dapat kita simpulkan:
  1. Dengan nama Allah Subhanallahu wa Ta’alla
  2. Dengan hanya karena Allah Subhanallahu wa Ta’alla saya melakukan sesuatu.
  3. Dengan pertolongan nama Allah Subhanallahu wa Ta’alla
  4. Dengan berkah nama Allah Subhanallahu wa Ta’alla
Dari sini kita bisa mempunyai gambaran bagaimana kuatnya efek dan dampak pengucapan kata bismillah secara signifikan dalam segala pekerjaan yang akan kita lakukan. Dengan mengucapkan bismillah maka kita berharap bahwa Allah Subhanallahu wa Ta’alla  akan bersama sama dengan kita. Selain itu Allah Subhanallahu wa Ta’alla akan menolong dan memberikan berkah dalam proses pekerjaan yang kita lakukan.
Seorang ulama besar Sayid Abu Ala Maududi dalam kitab tafsirnya Tafhim Al-Qur’an berpendapat jika seorang muslim melakukan segala sesuatu dengan nama Allah dengan sadar dan tulus maka sudah tentu akan menghasilkan 3 hal yang baik yaitu :
  • Ia akan terlindungi dari kejahatan atau pengaruh buruk, karena dengan melibatkan nama Allah si fulan akan berpikir apakah segala niat dan tindakannnya sudah sesuai dengan standar kebaikan Allah SWT
  • Dengan menyebut nama Allah akan menciptakan sikap yang benar dan mengarahkan si fulan menuju arah yang benar
  • Ia akan menerima pertolongan dan berkah dari Allah dan terlindungi dari godaan setan
Kata Ar Rahman dan Ar Rahim merupakan bentukan kata dari Ar Rahmah (kasih sayang). Dari kata Ar Rahmah inilah kata Ar Rahman dan Ar Rahim dibentuk untuk menunjukkan bentuk kasih sayang yang sangat besar. Walaupun kata Ar Rahman memiliki makna kasih sayang yang lebih tinggi daripada Ar Rahim. Secara tersirat Ibn Jarir Ath Thabary menyebutkan kesepakatan para ulama dalam masalah ini. Berikut ini beberapa nukilan perkataan para ulama yang menjelaskan perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim :
1. Ibn ‘Abbas mengatakan : “Kedua nama ini adalah nama (yang menunjukkan) kelembutan, namun salah satunya lebih lembut dari yang lainnya –artinya lebih menunjukkan kasih sayang yang lebih besar-.”
2. Abu ‘Ali Al Farisy mengatakan : “Ar Rahman adalah nama yang mencakup segala bentuk rahmat yang hanya khusus dimiliki Allah Ta’ala, sedangkan Ar Rahim adalah (untuk menunjukkan) rahmat dari sisi kaum mu’minin.”
3. Ibn Jarir Ath Thabary meriwayatkan perkataan Al ‘Azramy yang menyatakan : “Ar Rahman adalah (menunjukkan kasih) yang ditujukan untuk semua makhluq, sedangkan Ar Rahim adalah khusus untuk orang-orang beriman.”
Dengan melihat cakupan Ar Rahman yang lebih luas, maka tidak mengherankan bila nama dan sifat ini hanya untuk Allah Ta’ala berbeda dengan Ar Rahim yang terkadang diberikan kepada makhluq seperti ketika Allah menjelaskan bagaimana kasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum beriman, “ wa kaana bil mu’minina rahima.” Tidak dibenarkan siapapun menyebut dirinya sebagai Ar Rahman sebab ia adalah kekhususan Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, Ar Rahman secara khusus disebut dalam perintah berdo’a kepada Allah ;
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu” (Al Isra’ :110)
Dengan mengucap Basmallah berarti kita telah melibatkan Allah Subhanallahu wa Ta’alla dalam setiap tindakan kita, maka segala tindakan kita akan selalu berorientasi kepada Allah Subhanallahu wa Ta’alla dan hal tersebut diejawantahkan dari suatu pekerjaan biasa menjadi suatu aktivitas ibadah yang bernilai di mata Allah Subhanallahu wa Ta’alla. Disamping itu juga kita mengharap keberkahan atau berlipatnya kebaikan dari setiap pekerjaan kita dikarenakan ucapan kita membaca basmallah ketika memulainya.
Di samping hal itu, seorang muslim yang mengucapkan basmallah, maka dia akan sadar akan pengawasan Allah. Sehingga dengan hal itu dia akan melakukan pekerjaan dengan semaksimal mungkin dan tanpa melanggar syariat Allah.
Wallahu A’lam
Ta’ Rauf Yusuf

 

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...