Thursday 20 July 2023

Puasa Muharam

Bulan Muharram adalah bulan yang paling utama setelah bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
وَأَفْضَلُ الْأَشْهُرِ شَهْرُ اللهِ الَّذِي تَدْعُونَهُ الْمُحَرَّمَ
Bulan yang paling utama adalah bulannya Allah, yang kalian sebut dengan Muharram. (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra no. 4202)
Imam Ibnu Rajab menjelaskan:
واطلاقه في هذا الحديث "أفضل الأشهر" محمول على ما بعد رمضان
Secara umum, makna “bulan yang paling utama” dalam hadits ini adalah bulan yang paling utama setelah Ramadhan. (Lathaif al-Ma’arif, hal. 34)
Hikmah puasa Muharram sebagai puasa terbaik setelah Ramadhan dijelaskan oleh Imam As Suyuthi, beliau berkata:
قَالَ الْقُرْطُبِيّ إِنَّمَا كَانَ صَوْم الْمحرم أفضل الصّيام من أجل أَنه أول السّنة المستأنفة فَكَانَ استفتاحها بِالصَّوْمِ الَّذِي هُوَ أفضل الْأَعْمَال
“Berkata Al Qurthubi, sesungguhnya dijadikannya Muharram sebagai puasa yang paling utama krn ini muharram adalah pembuka tahun, maka membuka tahun dengan melakukan puasa merupakan sebaik-baiknya amal." (Syarh As Suyuthi 'ala Muslim, jilid. 3, hal. 252)

Puasa di bulan Muharram secara umum -tanggal berapa pun- adalah puasa yang terbaik setelah puasa Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل
“Puasa paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharam.” (HR. Muslim No. 1163)
Hadits ini tidak mengkhususkan tanggalnya, oleh karena itu Imam Ali Al Qari berkata:
وَيُمْكِنُ أَنْ يُقَالَ أَفْضَلِيَّتُهُ لِمَا فِيهِ مِنْ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لَكِنَّ الظَّاهِرَ أَنَّ الْمُرَادَ جَمِيعُ شَهْرِ الْمُحَرَّمِ ... قَالَ ابْنُ حَجَرٍ: قَالَ أَئِمَّتُنَا: أَفْضَلُ الْأَشْهُرِ لِصَوْمِ التَّطَوُّعِ الْمُحَرَّمُ، ثُمَّ بَقِيَّةُ الْحُرُمِ: رَجَبٍ وَذِي الْحِجَّةِ وَذِي الْقِعْدَةِ
Kemungkinan keutamaan yang ada di dalamnya adalah puasa hari Asyura, namun yang benar maksudnya adalah di semua (hari) bulan Muharram. .... Imam Ibnu Hajar berkata: "Para imam kami berkata, bahwa bulan yang utama untuk puasa sunnah adalah Muharram, lalu bulan haram sisanya: yaitu Rajab, Dzulhijjah, dan Dzulqa'dah. (Mirqah Al Mafatih, 4/1411)
Maka, seseorang bisa saja berpuasa di tanggal awal, tengah, atau akhir di bulan Muharram. Semua itu masuk keumuman cakupan makna “puasa Muharram”
Secara khusus disunnahkan puasa Tasu’a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram). 
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah –setelah merangkum semua dalil yang ada tentang Puasa Muharram- tentang tingkatan puasa Asyura:

وعلى هذا فصيام عاشوراء على ثلاث مراتب : أدناها أن يصام وحده ، وفوقه أن يصام التاسع معه ، وفوقه أن يصام التاسع والحادي عشر والله أعلم .

  “Oleh karena itu, puasa ‘Asyura terdiri atas tiga tingkatan: 
1. Paling rendah yakni berpuasa sehari saja (tanggal 10)
2. Puasa hari ke-9 dan ke-10.
3. Paling tinggi   puasa hari ke-9, 10, dan ke-11. Wallahu A’lam” 
(Fathul Bari,  6/280)


Wednesday 12 July 2023

Bagaimana Nadzar Qurban?

Assalamu'alaikum
Izin bertanya, Bagaimana Qurban bisa menjadi nadzar? Bagaimana hukum memakan daging Qurban Nadzar? 
 Vvvvvvv
Anisa R
yJawabvv HV:
Wa'alaikumsalam j
Dalam Fathul Qarib disampaikan bavy vvvvyg tctvyhwa hukum Al-Udhhiyah  ( Qurban) hukumnya adalah sunnah kifàyah muakkadah. Sehingga, v vhvvvvvvgfketika salah satu dari penghuni suatu rumah terjaditelah ada yang melaksanakannya, maka sudah mencukupi dari semuanya. Al-Udhhiyah tidak bisa wàjib kecuali dengan nadzar.
vvrcDalam Fath Al-Qorib disebutkactgn, nadzar adalah:x
اِلْتِزَامُ قُرْبَةٍ غَيْرِ لاَزِمَةٍ بِأَصْلِ الشَّرْعِ
“Mewajibkan suatu bentuk ketaatantcct  yang berdasarkan syariat asalnya cuxt  fycwajyvccib.”
vvgc
Dalam Kitab Tadzhib halaman 254:
... وَشَرْعًا الوَعْدُ بِالخَيْرِ خَاصَّةُ أو اِلْتِزَامُ قُرْبَةً لَمْ تَتَعَيَّنْ بِأصْلِ الشَّرْعِ... وَالثَّانِى أنْ يَكُونَ غَيْرَ مُعَلَّقٍ كَأنْ يَقُولَ للهِ عَلَيَّ صَوْمٌ أو حَجٌّ أو غَيْرُ ذَلِكَ.ٌ و َجٌّ و َيْرُ َلِكَ..
Y
'Pengertian nadzar secara syara' berarti janji melakukan kebaikan tertentu atau menetapkan (mewajibkan dirinya) melakukan perkara yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang perkara tersebut pada hukum asalnya tidak wajib' Yang kedua: adanya nadzar tersebut tidak diambangkan/digantungkan pada sesuatu seperti ucapan: 'Dem TTI Allah, wajib bagiku puasa atau haji  TTIPu yang lainnya.

Bagaimana nadzar bisa terjadi, tcerdapat dalam kitab Bajuriy juz 2 halaman 329:
وَأرْكَانُهُ ثَلاَثَةٌ: نَاذِرٌ وَمَنْذُورٌ وَصِيْغَةٌ ... وَفِى الصِّيغَةٍ كَونُهَا لَفْظًا يُشْعِرُ بِاللإلْتِزَامِ وَفِى مَعْنَاهُ مَا مَرَّ فِى الضَّمَانِ كَللَّهِ عَلَيَّ كَذَا وَعَلَyvيَّ كَذَا فَلاَ تَصِحُّ بِالنِيَّةِ كَسَائِرِ العُقُودِ وَلاَ بِمَا لاَيُشْعِرُ بِالإلْتِزَامِ كَأَفْعَلُ كَذَا.
Rukun-rukun nadzar ada tiga:
1. orang-rang yang nadzar 
2. perkara yang dinadzari 
3. sighat (ucapan yang menunjukkan nadzar)' Dalam masalah sighat, adalah adanya lafal (ucapan) yang menunjukkan adanya penetapan dan dalam pengertian penetapan (mewajibkan) ini adalah keterangan bab dlaman (tanggungan). Yaitu seperti kata 'Demi Allah wajib atasku perkara seperti ini atau wajib atasku perkara seperti ini. Maka sighat tidak sah hanya sekedar niat (tanpa diucapkan), sebagaimana juga tidak sah semua aqad hanya dengan niat. Juga tidak sah sighat yang tidak menunjukkan penetapan (mewajibkan) seperti ucapan: 'Saya melakukan seperti ini'.

Nadzar itu mesti diucapkan dan diniatkan, tidak cukup direncanakan di hati tapi tidak dilafazkan. Tidak cukup pula diucapkan, tapi tidak ada niat untuk nadzar. 

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وهل يصح (النذر) بالنية من غير قول ؟ الصحيح باتفاق الأصحاب أنه لا يصح إلا بالقول , ولا تنفع النية وحدها "
Apakah sah nazar dengan niat, tapi tanpa ucapan? Yang shahih menurut kesepakatan para sahabat (Syafi’iyah), maka itu tidak sah kecuali dengan perkataan dan  niat saja tidaklah bermanfaat. (Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 8/435)
 
Begitu pula dikatakan Imam Al Mardawi Rahimahullah:
 ولا يصح (النذر) إلا بالقول ، فإن نواه من غير قول : لم يصح بلا نزاع "
Tidak sah nazar kecuali dgn diucapkan, jika dia meniatkan tapi tanpa ucapan, maka tidak sah dan ini tidak ada perbedaan pendapat. (Al Inshaf, 11/118)

Ayat-ayat dan hadits tentang nadzar menunjukkan bahwa nadzar memang diucapkan.Allah Ta'ala berfirman:
إِذۡ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٰنَ رَبِّ إِنِّي نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِي بَطۡنِي مُحَرَّرٗا فَتَقَبَّلۡ مِنِّيٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ
(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku,  sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Ali 'Imran, Ayat 35) 
فَكُلِي وَٱشۡرَبِي وَقَرِّي عَيۡنٗاۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلۡبَشَرِ أَحَدٗا فَقُولِيٓ إِنِّي نَذَرۡتُ لِلرَّحۡمَٰنِ صَوۡمٗا فَلَنۡ أُكَلِّمَ ٱلۡيَوۡمَ إِنسِيّٗا
Maka makan, minum dan bersenanghatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.” (QS. Maryam, Ayat 26)

Dalam hadits, Umar bin Khathab Radhiallahu 'Anhu berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي نَذَرْتُ فِي الجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي المَسْجِدِ الحَرَامِ، قَالَ: أَوْفِ بِنَذْرِكَ
 “Wahai Rasulullah, aku pernah bernazar pada masa jahiliyah untuk beri’tikaf malam hari di masjidil haram.” Beliau bersabda: “Penuhi nadzarmu!” (HR. Bukhari No. 6697)

Sebaliknya, ucapan rencana atau janji tapi tanpa maksud nadzar, itu juga tidak dikatakan nadzar.  Misal, seseorang berkata: "Nanti sore saya mau ke rumah Pak Guru", ini kalimat rencana biasa. 

Dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 34075:
فالمتلفظ بالنذر إما أنه تلفظ به من غير قصد التلفظ به أصلاً، كأن يريد أن يقول شيئاً فسبق لسانه بلفظ النذر، فهذا لا يلزمه شيء
Orang yang melafazkan kata nazar yang pada asalnya tidak ada maksud melafazkannya, seolah lisannya itu keceplosan mengatakan nadzar, maka ini tidak ada kewajiban apa pun baginya. 

Ada beberapa ucapan-ucapan Jumhurul Ulama' (mayoritas ulama) pada keterangan di bawah ini mengenai nadzar dan qurban:

Kitab Bajuriy juz 2 halaman 310:
وَقَولُهُ مِنَ الأُضْحِيَّةِ المَنْذُورَةِ اى حَقِيْقَةً كَمَا لَو قَالَ: للهِ عَلَيَّ ان أُضْحِيَ بِهَذِهِ, فَهَذِهِ مُعَيَّنَةٌ بِالنَذْرِ إبْتِدَاءً, كَمَا لَو قَالَ للهِ عَلَيَّ أُضْحِيَّةٌ... أوْ حُكْمًا كَمَا لَوْ قَالَ هَذِه اُضْحِيَةٌ اَو جَعَلْتُ هَذِهِ اُضْحِيَةٌ فَهَذِهِ وَاجِبَةٌ بِالجَعْلِ لَكِنَّهَا فِى حٌكْمِ المَنْذُرَةِ.

Yang termasuk qurban nadzar sebenarnya adalah seperti apabila seseorang berkata: 'Demi Allah wajib atasku berqurban dengan ini' maka ucapan itu jelas sebagai nadzar sejak awal. Hal ini sebagaimana apabila seseorang berkata 'Demi Allah wajib atasku qurban" atau secara hukum sebagai nadzar. Seperti bila seseorang berkata: Ini adalah hewan qurban' atau diucapkan 'Aku menjadikan ini sebagai hewan qurban'. Maka ini adalah wajib disebabkan kata 'menjadikan', akan tetapi dalam konteks hukum yang dinadzari.

Kitab Bajuriy juz II halaman 305
... مِنْ قَوْلِهِمْ هَذِهِ اُضْحِيَةٌ, تَصِيْرُ بِهِ وَاجِبَةً وَيَحْرُمُ عَلَيْهِمْ الأَكْلُ مِنْهَا وَلاَ يَقْبَلُ قَولُهُمْ, أرَدْنَا التَّطَوُّعَ بِهَا خِلاَفًا لِبَعْضِهِمْ وَقَالَ الشِبْرَامَلِسِى: لاَيَبْعُدُ اِغْتِفَارُ ذَلِكَ العَوَام وَهُوَ قَرِيْبٌ... نَعَمْ لاَتَجِبُ بِقَولِهِ وَقْتَ ذَبْحِهَا: اللَّهُمَّ هَذِهِ اُضْحِيَتِى فَتَقَبَّلْ مِنِّى يَاكَرِيْمُ.

'Dari perkataan orang-orang, 'Ini adalah hewan qurban,' maka hewan qurban tersebut menjadi wajib. Tersebab perkataan itu haram hukumnya memakan dagingnya. Tidak diterima alasan (atas perkataan itu) mereka 'Aku menghendakinya sebagai qurban sunah' Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama. Imam Sibromalisi berkata: '(Tetapi) bagi orang awam (orang yang belum mengetahui hukum ucapan tersebut) maka mudah untuk dimaafkan. Perkataan Imam Sibromalisi ini mudah untuk difahami (diterima)' Memang demikianlah hukumnya, namun qurban tidak menjadi wajib sebab ucapan orang waktu menyembelihnya: Ya Allah ini adalah hewan qurbanku, maka semoga Engkau menerimanya dariku, wahai Dzat Yang Maha Mulia'.

Kitab Sulaiman Kurdi juz 2 halaman 204
وَقَالَ العَلاَّمَةُ السَّيِّد عُمَرُ البَصْرِى فِى حَوَاشِ التُّحْفَةِ يَنْبَغِى أَنْيَكُونَ مَحَلُّهُ مَالَمْ يَقْتَصِدُ الأَخْبَارُ فَإنْ قَصَدَهُ اى هَذِهِ الشَّاةَ الَّتِى أُرِيْدُ التَّضْحِيَةِ بِهَا فَلاَ تَعْيِيْنَ وَقَدْ وَقَعَ الجَوَابُ كَذَالِكَ فِى نَازِلَةٍ وَقَعَتْ لِهَذَا الحَقِيْر وَهِيَ اشْتَرَى شَاةً لِلتَّضْحِيَةِ فَلَقِيَهُ شَحْصٌ آخَرَ فَقَالَ مَاهَذِهِ فَقَالَ أُضْحِيَتِى.

Al Allamah As Sayid Umar Al Bashriy berkata dalam komentar atas kitab Tuhfatul Muhtaj: Seyogyanya letak status nadzar itu ialah selagi tidak bermaksud memberi kabar. Kemudian jika memang bermaksud memberi kabar, 'Kambing ini yang saya maksudkan untuk qurban', maka tak ada penentuan dan berlakukan jawaban. Demikian pula dalam peristiwa yang terjadi pada seorang, yakni seseorang membeli kambing untuk digunakan qurban lalu bertemu dengan seseorang lain kemudian bertanya: 'Apa ini?' Maka jawab si orang tadi: 'Qurbanku'.

Dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin juga disebutkan tentang Kurban wajib ini, Jika seseorang berkata : “ini adalah hewan kurbanku”. Tetapi menurut imam al-Bulqini dan imam al-Maraghi berpendapat bahwa perkataan itu saja tidak menjadikan hewan kurban menjadi nadzar yang hukumnya wajib.

Hal ini di perjelas dalam keterangan kitab Tuhfat al-Muhtaj ; jika ucapan “ini adalah hewan kurbanku” di maksudkan hanya memberikan kabar (ikhbar) maka hukumnya tidak menjadi wajib, ini yang biasanya terlaku dikalangan masyarakat awam.

Salah satu fenomena yang sering terjadi juga jika seorang pedagang atau peternak membawakan kambing untuk dijual atau lainnya, ketika ditanyakan kepada mereka,”apakah itu kambing untuk kurban”, pemilik kambing menjawab : “ya, kambing ini untuk kurban”,
Lantas apakah semata perkataan saja seperti redaksi tersebut dapat merubah menjadi kurban wajib? 

Ternyata perkataan seseorang ketika sebagai ikhbar (mengkhabarkan) saja. Seperti yang kita ketahui bahwa “khabar” merupakan sebuah ucapan yang ihtimal (kemungkinan benar dan salah). Sesuatu yang ihtimal belum bisa dijadikan sandaran hukum serta memerlukan kepada murajih (penyokong)nya.

Oleh karena itu, bisa dihukumi perkataan seseorang ketika membawa hewan kurban menjawab “ya ini hewan kurban”  menjadi  udhiyyah wajibah (kurban wajib) jika disertai dengan insya’ (keinginan). Intinya harus ada insya’ (keinginan) dari orang yang berkata tersebut bukan hanya semata lafalnya. 

Di samping itu ada juga dalam masyarakat sering terjadi ketika tercapai sebuah cita-cita atau harapannnya, maka terucaplah perkataan: “Demi Allah saya akan berkurban dengan hewan ini,” wajiblah orang tersebut berudhiyyah pada waktu itu.
Walaupun hewan yang akan dikurbankan tadi tidak memenuhi kriteria hewan kurban, namun tidak boleh diganti dengan yang lain sekalipun itu hewan udhiyah yang lebih bagus dan memenuhi kriteria. Sedangkan niat saja dalam hati itu tidak dihitung dalam pandangan syara sebagai nazar, mesti diucapkan (Nihayah Muhtaj: 8: 136, Tuhftul Muhtaj: 8: 412-413, Al-Bajuri: II: 296)

Jadi berdasar keterangan-keterangan di atas maka ucapan tanpa niat dalam hati tidak menjadikan Kurban seseorang menjadi Kurban yang wajib karena Nadzar. Namun sebagai kehati-hatian dalam shighat (ucapan) saat menyerahkan perwakilan penyembelihan (pasrah wakil). Karena sebagaimana keterangan di atas, perubahan nadzar dari sunah ke wajib itu bisa karena sebuah ucapan. Agar terhindar dari perubahan hukum kurban, maka kita dapat:
1. Menghindari kata isyarah (ini/itu/menunjuk hewan)
2. Setiap menjawab pertanyaan terkait hewan kurban, maka kita niatkan jawaban kita hanya sebatas memberi kabar (ikhbar).

Lalu pertanyaan kedua tentang memakan daging kurban wajib. Dalam kitab Fathul Qorib di jelaskan :
(ولا يأكل المضحي شيئاً من الأضحية المنذورة) 
بل يجب عليه التصدق بجميع، فلو لحمها أخره فتلفت لزمه ضمانها (ويأكل من الأضحية المتطوع بها) ثلثاً على الجديد وأما الثلثان فقيل يتصدق بهما، ورجحه النووي في تصحيح التنبيه. وقيل يهدي ثلثاً للمسلمين الأغنياء ويتصدق بثلث على الفقراء من لحمها ولم يرجح النووي في الروضة وأصلها شيئاً من هذين الوجهين

Orang yang melaksanakan kurban tidak diperkenankan memakan apapun dari kurban yang dinadzari.
Bahkan bagi dia wajib mensedekahkan semua dagingnya.
Kemudian, seandainya ia menunda untuk mensedekahkannya hingga rusak, maka wajib baginya untuk mengganti.
Ia diperkenankan memakan sepertiga dari binatang kurban yang sunnah menurut pendapat al Jadid.Sedangkan untuk dua sepertiganya, maka ada yang mengatakan harus disedekahkan, dan ini diunggulkan oleh imam an Nawawi di dalam kitab Tashhih at Tanbih. Dan ada yang mengatakan, bahwa ia menghadiahkan sepertiga dari dagingnya kepada kaum muslimin yang kaya dan mensedekahkan sepertiganya kepada kaum faqir. Di dalam kitab ar Raudlah dan kitab asalnya, imam an Nawawi tidak mengunggulkan salah satu dari dua pendapat ini.

Jadi tidak boleh bagi peng kurban wajib memakan daging kurbanya. 
Wallahu a'lam

Temanggung, 13 Juli 2023
Ta' Rouf Yusuf


 

Wednesday 5 July 2023

Hukum Berqurban dengan Kerbau

Apa Hukum berqurban dengan kerbau? Apakah diterima? 

Hamba Allah, +62 812-2563 xxxx

Hewan kurban harus dalam bentuk “bahimatul an’am” sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” [Al-Hajj Ayat 34]

Bahimatul an’am adalah unta, sapi dan kambing. Beberapa ulama menyamakan antara sapi dan kerbau. "Al-Baqar” merupakan jenis spesies hewan yang mencakup “al-‘Irab” (sejenis sapi) dan “al-Jawamis” (kerbau). Bila seseorang bersumpah tidak memakan daging “al-Baqar” maka dihukumi melanggar sumpah disebabkan memakan “al-Jamus” (kerbau). Sebab “al-Jamus” (kerbau) merupakan bagian dari jenis “al-Baqar” (sapi).

Bahkan ada klaim ijma bahwa kerbau sama dengan sapi sebagaimana perkataan Imam Ibnu Mundzir berkata,

و أجمعوا على أن حكم الجواميس حكم البقر

“Para ulama bersepakat bahwa hukum kerbau sebagaimana hukum sapi.” [Al-Ijma’ hal. 52]

Dalam Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah Para ulama menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis. 

Juga ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berqurban dengan kerbau. Diantara pendapat ulama Syafi’iyah sebagaimana keterangan di Hasyiyah al-Bajirami, Syekh Sulaiman al-Bujairimi mengatakan:

 قوله (من البقر الإنسي) ومنه الجاموس وإنما قيد بذلك في البقر دون غيره لأن غيره لم يوجد منه وحشي. 

“Ucapan -Syekh Khotib -dari sapi jinak, di antaranya adalah kerbau. Syekh Khotib membatasi sapi dengan jinak bukan kepada hewan lain, sebab hewan kurban lainnya tidak ditemukan istilah liar” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Iqna’, juz 4, hal. 332).

Syekh Muhammmad Nawawi bin Umar al Jawi berkata: 
ـ(والثني من البقر) الإنسي وهو (ما له سنتان وطعن في الثالثة) ومنه الجاموس الإنسي وخرج بالإنسي الوحشي فلا يجزئ في الأضحية وإن دخل في اسم البقر والجاموس ولم يوجد من غيرهما وحشي. 
“Dan (mencukup dalam kurban) yaitu hewan yang berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga dari sapi yang jinak. Dan termasuk ke dalam jenisnya sapi adalah kerbau yang jinak. Dan dikecualikan dari sapi/ kerbau jinak yaitu sapi/ kerbau liar, maka tidak cukup untuk dijadikan kurban walaupun termasuk ke dalam jenisnya sapi/ kerbau. Dan tidak ditemukan dari selain keduanya istilah hewan yang liar. (Syekh Muhammmad Nawawi bin Umar al Jawi, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, Surabaya: Nur al Huda, hal. 269)

Jadi dapat kita simpulkan dari pendapat para ulama tentang kebolehan berqurban dengan kerbau. 

Wallahu a'lam bi shawab



Saturday 17 June 2023

Hukum memaki Cincin di Jari Tengah dan Telunjuk

Assalamu'alaikum
Apakah hukum memakai cincin di jari telunjuk? Di jari mana sebaiknya seseorang memakai cincin? 
Wati

Jawab :

Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh
Rasulullah biasa memakai cincin di jari kelingkingnya sebagaimana hadits. 
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ خَاتِمُ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengenakan cincin di sini.” Anas berisyarat pada jari kelingking di tangan sebelah kiri. (HR. Muslim no. 2095).

Dalam SyarahvShahih Muslim Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa yang sesuai sunnah, cincin pria diletakkan di jari kelingking. Sedangkan untuk wanita, cincin tersebut diletakkan di jari mana saja.” 

Beliau juga menyampaikan larangan bagi laki-laki memakai cincin di jari tengah dan telunjuk sebagaimana dalam hadits.
Dari ‘Ali bin Abi Tholib, ia berkata,

نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَتَخَتَّمَ فِى إِصْبَعِى هَذِهِ أَوْ هَذِهِ. قَالَ فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَالَّتِى تَلِيهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang padaku memakai cincin pada jari ini atau jari ini.” Ia berisyarat pada jari tengah dan jari setelahnya. (HR. Muslim no. 2095).

Imam Nawawi menyebutkan dalam riwayat lain selain Riwayat Imam Muslim bahwa yang dimaksud adalah jari telunjuk dan jari tengah.

Imam Nawawi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan larangan memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah bagi laki-laki adalah makruh tanzih bukan bermakna haram).

Imam Nawawi juga menyatakan bahwa para ulama sepakat bolehnya memakai cincin di jari tangan kanan atau di jari tangan kiri. Tidak dimakruhkan di salah satu dari kedua tangan tersebut. Para ulama cuma berselisih pendapat saja manakah di antara keduanya yang afdhal. Kebanyakan salaf memakainya di jari tangan kanan, kebanyakannya lagi di jari tangan kiri. Imam Malik sendiri menganjurkan memakai di jari tangan kiri, beliau memakruhkan tangan kanan. Sedangkan ulama Syafi’iyah yang shahih, jari tangan kanan lebih afdhal karena tujuannya adalah untuk berhias diri. Tangan kanan ketika itu lebih mulia dan lebih tepat untuk berhias diri dan juga sebagai bentuk pemuliaan. 

Jadi dapat kita simpulkan bahwa jari tangan yang terbaik untuk memakai cincin bagi laki-laki adalah jari kelingking. Adapun jari yang terlarang (makruh) dipakaikan cincin adalah jari tengah dan jari telunjuk. Dibolehkan di pakai pada jari manis. Adapun untuk wanita, tidak ada larangan khusus berkaitan dengan cincin, wanita bebas memakai cincin di jari mana saja yang ia kehendaki. Wallahu a’lam.

Thursday 15 June 2023

Hukum Berdiri Menghormati Ulama Atau Orang Terhormat

Assalamualaikum..Afwan ustadz, apa hukum berdiri menghormati ulama? 
Deo
08132xxxx

Jawab

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..
Ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
.
من أحب أن يمثل له الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار
.
“Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad )

Dalam hadits hadits tersebut tentang orang yang menginginkan dihormati. 

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, mengutip dari Imam Ath Thabariy Rahimahullah sebuah penjelasan tentang hadits di atas:

 إِنَّمَا فِيهِ نَهْيُ مَنْ يُقَامُ لَهُ عَنِ السُّرُورِ بِذَلِكَ لَا نَهْيَ مَنْ يَقُومُ لَهُ إِكْرَامًا لَهُ

Ini adalah larangan bagi orang yang senang jika ada orang yang berdiri untuknya, bukan larangan bagi orang yang berdiri untuk penghormatan. (Fathul Bari, 11/50)

Beliau juga mengutip dari Ibnu Qutaibah, dia berkata:

وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِهِ نَهْيَ الرَّجُلِ عَنِالْقِيَامِ لِأَخِيهِ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْهِ وَاحْتَجَّ بن بَطَّالٍ لِلْجَوَازِ بِمَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ مِنْ طَرِيقِ عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ عَنْ عَائِشَةَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى فَاطِمَةَ بِنْتَهُ قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ

Hadits ini bukan bermaksud larangan seseorang berdiri untuk memuliakan saudaranya jika dia salam kepadanya. 

Ibnu Baththal berhujjah kebolehan berdiri berdasarkan riwayat An Nasa'i, dari jalur Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah  Radhiyallahu 'Anha, bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam jika melihat putrinya - Fathimah- dia akan menyambutnya, lalu berdiri dan menciumnya,  dan memegang tangannya serta membawanya duduk ke tempatnya. 

Kebolehan menyambut dengan cara berdiri kepada orang terhormat, orang tua, ulama, orang Shalih, diperkuat oleh dalil berikut ini.

Ketika Sa'ad bin Mu'adz Radhiallahu 'Anhu (tokoh Anshar) datang, Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang-orang Anshar:

قوموا الى سيدكم 

Berdirilah kalian untuk pemimpin kalian

(HR. Bukhari dan Muslim)

Ada pun bagi orang yang dihormati tersebut, dia tidak boleh berharap, tidak boleh juga kecewa kalau orang-orang tidak menghormati. 

Wallahu a'lam

Hukum Memotong Kuku dan Rambut bagi yang akan berQurban

Assalamu'alaikum
Apa hukum memotong kuku dan rambut bagi orang yang akan berqurban, ketika memasuki bulan Dzulhijjah? 
Ana
085xxxxxx

Jawab :
Dalam Madzhab Syafi’i disunnahkan untuk tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku bagi orang yang akan berqurban sampai selesai penyembelihan.

Imam Asy-Syairazi dalam matan Al-Muhazzab menyebutkan :

ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر

Dan hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku.

Madzhab imam syafi'i menyimpulkan bahwa hadits Ummu Salamah  radhiyallahuanha bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda

إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا

,”Bila telah memasuki hari yang sepuluh dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu rambut qurbannya dan kulitnya.” (HR. Muslim)

Bahwa larangan ini bukan larangan yang bersifat haram (karahatu at-tahrim), melainkan sebagai larangan yang bersifat makruh (karahatu at-tanzih).

Selain itu yang membuat mahzhab Syafi'i yah tidak mewajibkan, karena ada hadits lain yang membolehkan atau tidak mengharamkan potong kuku dan rambut, yaitu hadits dari Aisyah yang menguatkan bahwa larangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukan bersifat keharaman.

كُنْتُ أَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ  ثُمَّ يُقَلِّدُهاَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا وَلاَ يُحْرِمُ عَلَيْهِ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللهُ لَهُ حَتىَّ يَنْحَرَ الهَدْيَ

Dari Aisyah radhiyallahuanha, beliau berkata,”Aku pernah menganyam tali kalung hewan udhiyah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, kemudian beliau mengikatkannya dengan tangannya dan mengirimkannya dan beliau tidak berihram (mengharamkan sesuatu) atas apa-apa yang dihalalkan Allah Subhanahu wa ta'alla , hingga beliau menyembelihnya. (HR. Bukhari Muslim)
Walllahu a'lam

Thursday 18 May 2023

Jawahirul Kalamiyah fi Udah Al Aqidah Al Islamiyah

Syaikh Tahir bin Saleh Al Jazairi

MUQADDIMAH PENULIS

الحمد لله. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم .

وبعدء فهذه رسالة مشتملة على المسائل المهمة في علم الكلام. قريبة المأخذ للأفهام. جعلتها على طبريق السؤال والجواب, وتساهلت في عباراتها تسهيلا للطلاب .
MUQADDIMAH

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam semoga tercurah ke atas junjungan kita Nabi Muhammad beserta para keluarga dan shahabat nya sekalian. Waba’du,

Ini adalah risalah yang berisi tentang masalah yg penting dalam ilmu kalam (tauhid) yg mudah untuk difahami. Saya menulisnya dalam bentuk tanya jawab dan memberi contoh-contoh yg mudah difahami oleh para pencari ilmu.

Syaikh Thahir bin Shalih Aljazairi

PENGANTAR AKIDAH ISLAM

المقدمة

وتشتمل على ثلاث مسائل

١‏ س: ما معنى العقيدة الإسلامية؟

ج: العقيدة الاسلامية هى الأمور التي يعتقِدُها أهل

2 ‏ س: ما معنى الإسلام؟

ج: الإسلام هو الإقرارٌ باللسانٍء والتصديق بالقلب بأن ما جاء به نبينا ص.م. صدق و حق

س: ما أركان العقيدة الإسلامية : أي أساسها؟ 3

ج: أركانٌ العقيدةٍ الاسلامية ستة أشياء: وهي الإيمان بالله تعالي والإيمانٌ بملائكته والإيمانُ بكتبه» والإیمان برسله» والإيمان باليوم الآخر. والإيمان بالقدر .
PENGANTAR AKIDAH ISLAMIYYAH

Terdiri atas 3 masalah

1. Tanya Apakah makna ‘aqidah Islamiyyah ? Jawab ‘Aqidah Islamiyyah ialah perkara-perkara yg wajib diyakini oleh orang Islam yakni hal hal yg diyakini secara mantap oleh orang Islam akan kebenarannya

2. Tanya Apakah makna Islam ?

Jawab Islam adalah mengucapkan dengan lisan (Bershahadat), Membenarkan dengan hati bahwa segala sesuatu yg dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alihi Wasallam itu haq dan benar.

3. Tanya Apakah rukun-rukun Akidah Islamiyyah atau asas-asasnya ?

Jawab Rukun-Rukun akidah Islam ada enam perkara :
1. Beriman kepada Allah Ta’ala
2. Beriman kepada Malaikat Allah
3. Beriman kepada Kitab yg diturunkan Allah
4. Beriman kepada Utusan-Utusan Allah
5. Beriman kepada hari Kiamat
6. Beriman kepada ketentuan Allah, baik yg baik maupun yg buruk

PEMBAHASAN PERTAMA: IMAN KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WATA’ALA

المبحث الأول
Cara beriman pada Allah

4 - س: كيف الإيمان بالله سبحانه وتعالى إجمالاً؟

ج هو أن نعتقد أن الله سبحانة وتعالى متصف بجميع صفات الكمال ومنزه عن جميع صفات النقصان .
4. Tanya Bagaimana cara beriman kepada Allah Subhaanahu Wata’ala ?

Jawab Yaitu hendaklah meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala memiliki segala sifat yg sempurna dan jauh dari sifat kekurangan.

ه ‏ س: كيف الإيمان بالله سبحانه وتعالی تفصیلا؟

ج هو أن نعتقد أن الله سبحانة وتعالى موصوف بالوجودء والقدم» والبقاء والمخالفةٍ للحوادث, والقيام بنفسهء والوحدانية» والحياةء والعلم والقدرة والإرادة. والسمع . والبَصَّر والكلام» وأنه حي » عليمٌ» قادرٌ مريدٌ سميع بصير متكلم
5. Tanya Bagaimana cara beriman kepada Allah Subhaanahu Wata’ala secara lebih rinci ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala memiliki sifat : Wujud (Ada), Qidam (dahulu), Baqa (Kekal), Mukhaalafatu Lilhawaadits (Berbeda dengan Makhluk), Qiyaamuhu Binafsih (Mandiri dan tidak membutuhkan yg lain), Wahdaaniyyah (Maha Esa), Hayah (Hidup), ‘Ilm (Mengetahui), Qudrah (Berkuasa), Iraadah (Berkehendak), Sama’ (Mendengar), Bashar (melihat), Kalam (Berbicara). Dan meyakini bahwasanya Allah itu adalah Al Hayyu (Maha Hidup), ‘Aliimun (Maha Mengetahui), Qaadirun (Maha Berkuasa), Muriidun (Maha Berkehendak) Samii’un (Maha Mendengar) Bashiirun (Maha Melihat) dan Mutakallimun (Maha Berbicara)

Cara meyakini Adanya Allah

6 - س: كيف الإعتقاد بالوجود لله تعالى؟

ج هوان نعتقد أن الله تعالى موجود وأن وجوده بذاته ليس بواسطة شىء وأن وجوده واجبٌ“ لا يمكنٌ أن يلحقه عدم .


6. Tanya Bagaimana cara meyakini Wujud (Keberadan) Allah ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwa Allah itu ada, dan keberadaanNya DzatNya itu ada dengan sendirinya tanpa memerlukan wasilah atau perantara. Dan meyakini bahwa keberadaanNya itu wajib adanya, tidak mungkin Dia pernah tiada.

۷ - س : كيف الإعتقاد بالقدم لله سبحانه وتعالی؟

‏ هو أن نعتقد أن الله قديم : نعنى أنه موجودٌ قبل كل شيء وأنه لم يكن معدوما فى وقت من الأوقات. وان وجودّهُ ليس لهُ أول .


7. Tanya Bagaimana cara meyakini Dahulu (Qidam) nya Allah ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu Maha Dahulu adaNya, yakni Allah itu ada sebelum adanya sesuatu selainNya, dan bahwasanya Dia tidak terikat waktu dan keberadaanNya tanpa awal.

Cara meyakini Kekekalan (Baqa’) Allah

8- س: كيف الإعتقاد بالبقاء لله سبحانه وتعالى؟

ج: هو أن نعتقدّ أنَّ الله سبحانه وتعالى باق وأن بقاءه ليس له نهايةء وأنهُ لا يرول أصّلاء ولا يلحقه العدم في وقت من الأوقات .
8. Tanya Bagaimana cara meyakini Kekekalan (Baqa’) Allah ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya Allah itu Dzat yg kekal abadi dan kekekalanNya tersebut tanpa batas akhir. Dan hendaklah meyakini bahwasanya Dia tidak pernah berubah sama sekali serta Dia tidak pernah bersifat tiada pada pada waktu tertentu (kekekalanNya tidak terikat ruang dan waktu).

9 - س : : كيف الإعتقاد بمخالفته تعالى للحوادث. أي المخلوقات؟

ج: هو أن نعتقد أن الله لا يشابهُهُ شيء: لا في ذاته ولا فى صفاته ولا فى أفعاله .
9. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat Mukholafatu Lil Hawaadits (Berbeda dengan segala hal yg baru / makhluk )?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah tidak menyerupai sesuatupun, baik DzatNya, sifatNya maupun perbuatanNya.

س : : كيف الإعتقاد بمخالفة ذاته سبحانه 10. للحوادث؟

ج هو أن نعتقد أنَّ ذات الله سبحانه وتعالى لا تشابه شيئا من المخلوقات بوجه من الوجوه» كل ما تراه أو يخطر ببالك فالله ليس كذلك ليس كمثله شيء
10. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Dzat Allah itu berbeda dengan segala hal yg baru / makhluk ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya Dzat Allah itu tidaklah sama dengan makhluk ciptaanNya, berupa wajah misalnya. Segala hal yang kita lihat atau bayangkan dalam hati maka Allah tidaklah seperti bayangan tersebut. Laitsa Kamitslihi Syaiun (Tiada satupun yg serupa denganNya - QS Asy-Syura - 11)

- س: كيف الاعتقاد بأن صفاته سبحانه وتعالى 11 مخالفة لصفات الحوادث؟ .

18 : هو أن نعتقد أن علم الله تعالى لا يُشابه علمنا وأنّ قدرته لا تشابه قدرتنا وأن إرادته لا تشابة إرادتنا وأن حياته لا تشابه حياتنا وان سمعه لا يُشابه سمعنا وأنَّ بصره لا يُشابه بصرنا وأن كلامه : لا يُشابه كلامنا
11. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Sifat Allah itu berbeda dengan sifat segala hal yg baru / makhluk ?

Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya ‘ilmu (pengetahuan) kita tidak sama dengan pengetahuan Allah, Qudrah (Kekuasaan) kita tidak sama dengan kekuasaan Allah, Iradah (kehendak) kita tidak sama dengan kehendak Allah, Hayah (sifat hidup) kita tidak sama dengan sifat hidupnya Allah, sifat mendengar (Sama’) kita tidak sama dengan sifat mendengar Allah, Bashar (sifat melihat) kita tidak sama dengan pendengaran Allah dan Kalam (sifat berbicara) kita tidak sama dengan sifat kalam Allah.

12 - س: كيف الإعتقاد بأن أفعاله سبحانه وتعالى مخالفة لأفعال الحوادث؟
ج: هو أن نعتقد أنَّ أفعال المولى سبحانه وتعالى لا تشابه أفعال شيء من الموجودات. لأن المولى سبحانه وتعالى يفعل الأشياءً بلا واسطةٍ ولا آله إإِنّما أمرُه إذا أرادَ شيئاً أن يقولٌ له كنْ فيكون" وأنه لا يفعل شيئاً لاحتياجه إليه وأنه لا يفعل شيئاً عبثاً أي بغير فائدة لأنه سبحانه وتعالى حكيم” .


12. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Perbuatan Allah itu berbeda dengan perbuatan segala hal yg baru / makhluk ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya perbuatan Allah Subhanahu Wata’ala tidak serupa dengan perbuatan makhluqNya, karena Dia dalam berbuat sesuatu tidak membutuhkan perantara maupun alat.


Firman Allah dalam surat yasin Ayat 82 : Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. Dan hendaklah meyakini, bahwasanya Allah menciptakan sesuatu tidak berarti karena Dia membutuhkannya. Juga kita harus meyakini bahwa Dia tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia atau tanpa guna, karena Dia bersifat Maha Bijaksana.

٠‏ س : كيف الإعتقاد بقيامه تعالى بنفسه 13

ج. : هو أن نعتقد أن الله سبحانه وتعالى لا يجتاج إلى شيء من الأشياء : فلا يحتاج إلى مكان ولا إلى محل ولا إلى شيء من المخلوقات أصلا. فهو الغنيُ عن كل شيء وکل شىء محتاج إليه سبحانه وتعالى .
13. Tanya Bagaimana cara meyakini Kemandirian Allah (Qiyamuhu Binafsihi) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhaanahu Wata’ala tidak membutuhkan sesuatu apapun, Dia tidak butuh tempat dan tidak membutuhkan makhluk sama sekali. Dia Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun, bahkan segala sesuatu lah yang membutuhkan Allah Subhaanahu Wata’ala.

Cara meyakini hidupnya Allah

١4‏ - س: كيف الإعتقاد بحياة الله سبحانه وتعالى؟

ج: هو أن نعتقدٌ أن الله تعالى حي وأن حياته سبحانه ليست كحياتنا فإن حياتنا بوساتط کجریان الدم والنفس و حياة الله سبحانه ليست بواسطة شيء وهي قديمة باقية لا يلحقها العدم والتغير أصلا
14. Tanya Bagaimana cara meyakini Kehidupan Allah (Hayah / hayat) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhaanahu Wata’ala Maha Hidup dan bahwa kehihidupan Allah tidak seperti hidup kita. Karena sesungguhnya kehidupan kita membutuhkan perantara seperti mengalirnya darah dan nafas sedangkan kehidupan Allah tanpa memerlukan apapun. Kehidupan Allah itu bersifat dahulu (Qodim), kekal (Baqo’) dan kehidupanNya tiada pernah hilang maupun berubah sama sekali.

Cara meyakini Maha Esa-nya Allah

15‏ س: كيف الإعتقاد بوحدانية الله تعالى؟

ج: هو أن نعتقد أن الله تعالى واحدٌ ليس له شَرِيكُ ولا نظير ولا مماثل ولا ضد ولا معاند
15. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat Wahdaniyyah (Maha Esa) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu Satu dan tidak memiliki teman atau sekutu. Tidak ada yg menyamai maupun menyerupaiNya. Tiada lawan yg sebanding maupun penggantiNya.

16 - س: كيف الإعتقاد بعلم الله تعالى؟

ج: هو أن نعتقد أن الله تعالى موصوف بالعلم وأنه بكل شيء عليم : يعلم الأشياء كلها ظاهرها وباطنها ويعلم عدد حبّات الرّمل وعدد قطرات المطر وأوراق الشجر. ويعلمُ السرّ وأخفى . لا تخفى عليه خافية وعلمه ليس بمکتسب بل یعلم الأشياء في الأزل قبل وجودها".
Cara meyakini bahwa Allah Maha Tahu

16. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat ‘Ilm (Maha Berpengetahuan) ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu memiliki sifat Maha Berpengetahuan dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Mengetahui segala hal, baik yang tampak maupun yg tidak. Dia mengetahui jumlah pasir, titik air hujan maupun daun pepohonan. Dia Mengetahui hal yg rahasia maupun yg jelas. Tidak ada yg bisa bersembunyi dari Nya. Dan hendaklah kita meyakini bahwasanya pengetahuan Allah itu tidak membutuhkan usaha meraihnya, namun pengetahuan Allah akan segala sesuatu itu telah ada sejak zaman azali sebelum sesuatu itu ada.

Meyakini Ke-Maha Kuasa-an Allah

17 - س: كيف الإعتقاد بقدرة الله تعالى؟

ج : هو أن نعتقدَ أن الله سبحانه وتعالى موصوف بالقدرة وأنه على کل شيء قدير .


17. Tanya Bagaimana cara meyakini Ke Maha Kuasaan Allah ?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu memiliki sifat Maha Kuasa dan bahwasanya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

1۸ - س : كيف الإعتقاد بإرادة الله تعالى؟

ج: هو أن نعتقدَ أن الله تعالى موصوفٌ بالإرادة وأنه مريدٌ لا يقع شىء إلا بإرادته . فأی شىء أراده كان وأي شيء لم يُردْهُ فإنه لا يمكنٌ أن يكون .


18. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Berkehendak (Iradah / iradat)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu memiliki sifat Iradah (Maha Berkehendak) dan Dia lah segala tujuan, tidak ada sesuatupun yg dapat terjadi tanpa kehendak Nya. Maka apa saja yang Dia kehendaki maka akan terjadi dan apapun yg tiada dikehendakiNya, maka tidak mungkin akan ada atau terjadi.

19‏ - س: كيف الإعتقاد بسمع الله تعالى؟

ج. هو أن نعتقدَ أن الله سبحانه موصوفٌ بالشمع وأنه يسمع كل شيء سِرَا کان أو جهراً. لكنّ سمعه سبحانه وتعالى ليس كسمعنا فإن سَمعنا بواسطة الأذن. وسمعه سبحانه لبس بواسطة شيء
19. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Mendengar (Sama’)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu bersifat Maha Mendengar dan sesungguhnya Allah mendengar segala sesuatu baik nampak atau pun yg tersembunyi. Namun, pendengaran Allah Subhanaahu Wata’ala tidak seperti pendengaran kita , karena pendengaran kita sebagai makhluk memerlukan alat perantara berupa telinga sedangkan pendengaran Allah tanpa memerlukan perantara apapun.

20- س: كيف الإعتقاد ببصر الله تعالى؟

چ هو أن نعتقدَ أن الله سبحانة موصوفٌ بالبَصّر وأنه بكل شيء بصيرٌ: يبصر حتى النملة السوداءَ في الليلة الظلماء وأصغرٌ من ذلك, لا يخفى على بصره شيء في ظاهر الأرض وباطِنها وفوق السماء وما دُونْها لكنّ بصره سبحانه ليس كبصرنا: فإن بصرنا يكون بواسطة العين. وبصره سبحانه ليس بواسطة شيء‏
20. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Melihat (Bashar)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu bersifat Maha Melihat , dan Dia Maha Melihat atas segala sesuatu. Dia Maha Melihat hingga semut hitam kecil berjalan di malam gelap gulita sekalipun, bahkan yg lebih kecil dari itu (atom). Tidak ada yg dapat bersembunyi dari penglihatan Allah, baik yg ada di bumi maupun di luarnya, baik yg ada di langit maupun di luarnya. Namun, penglihatan Allah berbeda dengan kita sebagai makhluk. Sesungguhnya penglihatan kita membutuhkan perantara yakni mata, sedangkan penglihatan Allah tanpa membutuhkan alat perantara.

21 - س: كيف الإعتقاد بكلام الله تعالى؟

ج هو أن نعتقدَ أن االله سبحانه موصوف بالكلام وان كلامة لا يشبهُ كلامنا: فإن كلامنا مخلوق فينا وبواسطة آلة من فم ولسانٍ و شفتين وكلامه سبحانه وتعالى ليس كذلك .
21. Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Berbicara (Kalam)?

Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu bersifat Maha Berbicara. Akan tetapi kalam Allah tidak sama dengan kita sebagai makhluk Nya. Sesungguhnya pembicaraan kita diciptakan dalam diri kita dan membutuhkan alat perantara berupa mulut, lidah serta kedua bibir. Sedangkan Kalam Allah tidak seperti itu (tidak butuh alat perantara).

Sifat mustahil Allah

22‏ - س: من أخبرني عن الصفات المستحيلة التي لا يتصف بها المولى سبحانه وتعالى؟

ج : الصفات المستحيلة في حق الله تعالى ‏ أي التي لا يمكنٌ أن يتصفّ بها هي العدم. والحدوث,. والفناء والممائلةٌ للحوادث, والإحتياجٌ لغيره سبحانه وتعالى ووجودُ الشريك, والعجرٌ والكراهية ‏ أي وقوع شيء بغير إرادته - والجهل وأشباه ذلك :وإنما استحال اتصافه بها لأنها صفات نقصان والمولي سبحانه وتعالى لا يتصف إلا بصفات الكمال.


22. Tanya Beritahukan kepada kami apa sajakah sifat mustahil yg tidak mungkin dimiliki Alloh ?

Jawab Yaitu semua sifat yg mustahil bagi Allah. Maksudnya adalah segala sifat yg tidak mungkin dimiliki Oleh Allah. Yaitu diantaranya : ‘Adam (tiada), huduts (baru ada), Fana’ (binasa), mumatsalatu lilhawaadits (serupa dengan makhluqNya), Ihtiyaaju lighairihi (membutuhkan kepada selainNya), Wujuudus Syarki (adanya sekutu), Al ‘ajz (Lemah), Karohiyah (terpaksa, maksudnya terjadinya sesuatu tanpa kehendakNya), Al Jahl (bodoh) dan sifat buruk lainnya. Dan sesungguhnya Allah tidak bersifat hal2 di atas karena itu adalah sifat kekurangan. Dan Allah Subhaanahu Wata’ala tidaklah bersifat kecuali dengan sifat yg sempurna.

Sifat yg boleh (Jaiz) ada pada Allah

-23 س. من أخبرني عن الأشياء التي يجوز صدورها من المولي سبحانه وتعالى

ج : هي فعل الممكنات وترکها مثل ان يجعل الإنسان غنياً ا و فقيرا صحيحا أو سقيما وأشتاه ذلك .


23. Tanya Mohon diterangkan sifat yg boleh (Jaiz) ada pada Allah Subhaanahu Wata’ala !

Jawab Yaitu sifat melakukan Fi’lu Kulli Mumkinin Aw Tarkuhu (Melakukan sesuatu atau pun meninggalkannya). Seperti menciptakan manusia dalam keadaan kaya atau sebaliknya yakni miskin, memberi kesehatan atau sakit dan lain sebagainya.

24 - س: ما المراد بالإستواء في قوله سبحانه : الرحمنُ على العرش استوى؟

ج: المرادُ به استواءٌ يليق بجلال الرحمن جل وعلاء فالإستواءُ معلومٌ والكيف مجهول. واستواؤه على العرش ليسّ كاستواءٍ الإنسانٍ على السفينة أو ظهر الدابة أو السرير مثلا فمن تصوّر مثل ذلك فهو ممن غلب عليه الوهمُ لأنه شبّه الخالق بالمخلوقات مع أنه قد ثبت في العقل والنقلٍ أنه ليس كمثله شىء. فكما أن ذاته لا تشابه ذات شيء من المخلوقات كذلك من ينسب إليه سبحانه لا يشابه شيئا مما ينسب اليها
24. Tanya Apa maksud lafadz “ Istawa’ ” pada firman Allah : Arrahmaanu ‘Ala Al ‘Arsy Istawaa (Surah Thaha :5)

Jawab Yg dimaksud dengan kata Istiwa adalah Istiwa yg pantas bagi keagungan Allah Ta’ala yg Maha Pengasih. Makna Istiwa’ sudah diketahui (Ma’lum) tapi bagaimana itu dilakukan Allah, tidak diketahui (Majhul) dan tidak perlu dipertanyakan. Istiwa’ Allah atas ‘Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya manusia diatas perahu, hewan tunggangan ataupun kendaraan. Barangsiapa menggambarkan Allah seperti itu, maka dia telah terkena penyakit wahm (angan2 yg sia2) karena ia telah menyerupakan Pencipta (Allah) dengan CiptaanNya (Makhluk), padahal telah jelas berdasarkan akal dan dalil (Naql) bahwa Allah tidak menyerupai sesuatupun.


Maka sebagaimana dzat Allah tidak menyerupai sesuatupun dari ciptaanNya, maka segala hal yg disandarkan kepada Allah tidak mungkin serupa dengan segala hal yg ada pada makhluk.

25‏ - س: هل يضاف إلى الله سبحانه يدان أو أعين أو نحو ذلك؟

ج: قد وَرَد في الكتاب العزيز إضافة اليد إلى الله سبحانه في قله جل شأنه: يد الله قوق يديهم واليدين في قوله سبحانه: ليا إبْلِيسُ ما مَنَعَكَ أَنْ تَسجدَ لها خلفت بِيَدَيٌ . والأعين في قوله سبحانه وَاصْيرٌ لحكم رَبك فَإِنْكَ بأَغيّسَا إلا أنه لا يجوز أن يضاف إليه إلا ما أضافه إلى نفسِه فى كتابه المنزل أو أضافه إليه نبيه المرسل.


25. Tanya Apakah mungkin dikatakan bahwa Allah itu memiliki dua tangan, mata dan selainnya ?

Jawab Telah disebutkan hal tentang penyandaran satu tangan kepada Allah dalam firman Nya “Tangan (kekuasaan) Allah berada di atas tangan orang2 itu” (Surah Al Fath :10) Dan ayat tentang penyandaran dua tangan kepada Allah dalam firman Nya : “Apa yg mencegahmu untuk bersujud kepada Dzat yg telah menciptakanmu dengan kedua tanganNya (KekuasaanNya) ?” (Surah Shad : 75)

Dan ayat tentang penyandaran “mata” kepada Allah dalam firman Nya : “Dan bersabarlah akan hukum tuhanmu dengan kedua mataKu (perlindunganKu)” (Surah At Thuur : 48)


Adalah tidak boleh menyandarkan kepada Allah kecuali apa yg telah ditetapkanNya dalam kitab yg telah diturunkanNya atau yang telah ditetapkan oleh utusanNya

26 - س: ما المراد باليد هنا؟

ج: المراد باليد هنا معني يليق بجلاله سبحانه» وكذلك الأعينٌ . فإن كل ما ضاف إليه سبحانه يكونٌ غيرٌ ممائل لما يضاف إلى شيء من المخلوقات . . ومن اعتقد أن له يدا كيد شيء منها أو عيناً كذلك فهو ممن غلب عليه الوهم إذ شبه الله بخلقه وهو ليس كمثله شيء.


26. Tanya Apakah yg dimaksud dengan lafadz Yad (tangan) pada ayat tersebut di atas ?

Jawab Yg dimaksud dengan lafadz Yad (tangan) pada ayat di atas adalah arti yg pantas bagi Allah Subhaanahu Wata’ala, begitupun dengan lafadz A’yun (mata). Karena segala hal yang disandarkan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala maka tidak akan sama dengan sesuatu yg disandarkan pada makhluk. Barangsiapa meyakini bahwa Allah memiliki tangan seperti tangan makhluqNya atau meyakini Allah bermata sebagaimana mata makhluqNya, maka dia telah terkena penyakit wahm (angan sia2) karena telah menyerupakan Allah dengan ciptaanNya, padahal Tiada suatupun yg serupa dengan Allah Subhaanahu Wata’ala.

27 - س: إلى من ينسب ما ذكرته في معنى الإستواء

ج: ينْسَّبٌ ذلك إلى جمهور السّلف. وأما الخَلّفُ فأكثرهُم يفسرون الإستواء باستيلاء واليد بالنعمة أو القدرةٍ. والأعينَ بالحفظ والرعاية"» وذلك لتوهم كثير منهم أنها إن لم تؤول وتضْرفٌ عن ظاهرها أو هَمَتٍ التشبية وقد تق الفريقان على أن المشبّه ضال , وغيرهم يقولون ان وهم التشبية لو لم يَدُلَّ العقل والنقلّ على التنزيه. فمن شبه فمن نفسه آټي .


27. Tanya Kepada siapa pendapat di atas – yakni tentang makna kata-kata istiwa’, yadain dan A’yun – disandarkan ?

Jawab Pendapat yg telah diuraikan di atas tersebut adalah pendapat ulama Salaf (terdahulu). Adapun Ulama khalaf (yg datang kemudian) mayoritas menafsirkan lafadz Istiwa’ dengan arti “ Istiila’ ” (menguasai), Menafsirkan kata “Yad” dengan nikmat atau kekuasaan serta lafadz A’yun dengan Penjagaan (Hifdz) dan Pemelihara (Ri’ayah). Hal itu karena kebanyakan ulama khalaf tersebut khawatir jika kata2 tersebut tidak ditakwil atau digeser dari makna dzahirnya maka akan terkena pemahaman “Tasybih” (menyerupakan Allah dengan CiptaanNya). Padahal baik Ulama Salaf maupun Khalaf telah sepakat, siapa saja yg menyerupakan Allah dengan makhluqNya maka dia “Sesat” (Dhallun).


Sebagian dari mereka mengatakan bahwa termasuk ke dalam tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk ) jika tidak ada dalil ‘aqli dan Naqli yg menunjukkan bahwa orang tersebut meyakini tanziih ( kesucian Allah ). Barangsiapa menyerupakan Allah dengan makhlukNya (menganggap Allah itu bertangan, bermata, duduk dan lain sebagainya) maka pendapat itu berasal dari dirinya sendiri (bukan pendapat Ulama Salaf maupun Khalaf).

28 - س: كيف نثبت شيئاً ثم نقول: «الكيف فيه مجهول» .

ج: هذا غيرٌ مُستغرّب فإنا نعلم أن نفوسنا متصفة بصفاتٍ كالعلم والقدرة والإرادة مع أنا لا نعلم كيفية قيام هذه الصفات بها بل إنا نَسْمَعُ ونيْصِرٌ ولا تُعلم كيفية حصول السَّمْعٍ والأبصار بل إننا نتكلمٌ ولا نعلم كيف صدَرٌ منا الكلام . فإن علمنا شيئاً من ذلك فقد غابت عنا أشيَاءُ ومثل هذا لا يحصى . فإذا كان هذا فيما يُضاف إلينا فكيفت الحال فيما يُضافٌ إليه سبحانه.
28. Tanya Bagaimana mungkin kita menetapkan sesuatu (meyakini makna ayat Mutasyabihat apa adanya), lantas kita mengatakan “Bagaimana Allah melakukannya itu tidak diketahui?

Jawab Hal itu bukanlah sesatu yg aneh karena sesungguhnya kita mengetahui bahwa diri kita memiliki sifat seperti berilmu, berkemampuan, berkehendak- di sisi lain kita tidak mengetahui cara terjadinya sifat2 tersebut. Sebaliknya, kita mendengar dan melihat tanpa tahu bagaimana bisa pendengaran dan penglihatan itu terjadi. Bahkan sesunguhnya kita berbicara dan tidak tahu bagaimana pembicaraan itu bisa keluar. Jika kita mengetahui bagaimana caranya hal itu terjadi maka hilanglah keraguan kita. Dan banyak lagi hal yg serupa. Jika hal2 tersebut di atas disandarkan pada diri kita (sementara kita tidak dapat memahaminya), maka bagaimana pula halnya jika perkara tersebut disandarkan pada Allah Subhaanahu Wata’ala…..

29 س : أي المذهبين أرجح؟

ج مذهبٌ السلف ارجح لأنه أسلم وأحكم وأما مذهبٌ الخلفٍ فإنما يسوغ الأخذ به عند الضرورة وذلك فيما إذا خشي على بعض الناس إن لم تُؤولُ لهم تلك الكلم أن يْقعوا في مهواة التشبيه فيؤرّلٌ لهم ذلك تأويلا سائغاً في اللغة المشهورة.


29. Tanya Diantara dua pendapat tersebut, manakah yg paling rajih (kuat) ?

Jawab Pendapat Ulama salaf (terdahulu) lah yg paling kuat karena lebih aman dan kuat. Adapun madzhab khalaf (ulama terkini), maka kita boleh memakainya saat darurat dan hal itu berlaku bagi sebagian manusia yg dikhawatirkan terjatuh pada keyakinan Tasybih (menyerupakan Allah dengan makhlukNya), jika kalimat-kalimat di atas tidak ditakwilkan bagi mereka. Maka menakwilkan hal tersebut di atas dibolehkan menurut pendapat yg masyhur. 

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...