Thursday 3 November 2022

Sebuah Nasehat dari Uwais Al Qarni


Harim bin Hayyan pernah berkata kepada Uwais Al-Qorni rahimahullah , “Nasehatilah aku”. 
Beliau menjawab :

تَوَسَّدِ الْمَوْتَ إِذَا نِمْتَ، وَاجْعَلْهُ نَصْبَ عَيْنَيْكَ، وَإِذَا قُمْتَ فَادْعُ اللّٰهَ أَنْ يُصْلِحَ لَكَ قَلْبَكَ وَنِيَّتَكَ، فَلَنْ تُعَالِجَ شَيْئَا أَشَدُّ عَلَيْكَ مِنْهُمَا، بَيْنَا قَلْبُكَ مَعَكَ وَنِيَّتُكَ إِذَا هُوَ مُدْبِرٌ، وَبَيْنَا هُوَ مُدْبِرٌ إِذَا ه‍ُوَ مُقْبِلٌ، وَلَا تَنْظُرْ فِيْ صِغَرِ الْخَطِيْئَةِ، وَلَكِنِ انْْظُرْ إِلَى عَظَمَةِ مَنْ عَصَيْتَ

“Jadikanlah kematian sebagai bantalmu saat kamu tidur, dan jadikan ia di pelupuk matamu. 
Jika kamu bangun, berdo’alah kepada Allah untuk memperbaiki hati dan niatmu. Kamu tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat. Adakalanya hatimu bersamamu tetapi niatmu berpaling darimu, dan adakalanya hatimu berpaling namun niatmu datang menghampiri. Dan janganlah kamu melihat pada kecilnya dosa tetapi lihatlah kepada keagungan Dzat yang kamu maksiati "

Ada tiga hal penting dalam nasehat Uwais Al Qarni :
1. Mengingat Mati
Dalam hadits disampaikan 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR Tirmidzi) 

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أكثروا ذكر هاذم اللذات: الموت، فإنه لم يذكره في ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره في سعة إلا ضيقها”

 “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” HR. Ibnu HIbban) 

Ad Daqqaq rahimahullah berkata,

“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة”  تذكرة القرطبي : ص 9

Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah” (Lihat kitab At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby).

Dengan mengingat kematian seseorang akan menjadi mukmin yang cerdas berakal, coba perhatikan riwayat berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”, orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah) 

2. Memperbaiki hati dan niat

Hati adalah pondasi amalan dan sumber pergerakan anggota badan. Jika hati baik, maka badan ikut baik. Jika hati rusak, badan pun ikut rusak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat perhatian dengan perkara hati; sehat sakitnya dan bersih kotornya. Doa-doa Rasulullah dipenuhi dengan permohonan agar Allah selalu menjaga dan memperbaiki kondisi hati yang dimiliki olehnya. Diantara doa-doa Rasulullah :

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا

“Ya Allah, berikanlah cahaya di hatiku.”

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyuk.”

اللَّهُمَّ نَقِّ قَلْبِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ

“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari dosa-dosa sebagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran.”

Seorang muslim wajib memperhatikan kesehatan dan kebersihan hatinya serta memperbaiki amalan anggota badannya. Tidak bermanfaat amalan badan jika tidak disertai dengan kebersihan dan kesehatan hati. Seandainya seorang muslim telah memperbaiki hati dan mengisinya dengan keikhlasan, kejujuran, dan rasa cinta kepada Allah, niscaya amalan lahirnya akan baik dan salih. Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika daging itu baik, maka seluruh tubuh akan baik dan jika daging itu rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Imam Sufyan At-Tsauri rahimahullah pernah mengatakan,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي لأَنَّهُ تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ

“Tidak pernah aku memperbaiki sesuatu yang lebih berat bagiku dari pada niatku, karena niat selalu berubah-ubah” (Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam: 29).

Oleh karenanya sangatlah pantas jika Allah memberikan ganjaran yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas. 

Niat yang ikhlas ini menjadi sebab di ampuni dosa sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ

“Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil, maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu” (HR Bukhari dan Muslim).

hawa nafsu, karena hawa nafsu ingin agar dirinya memperlihatkan sedekahnya dan ingin dipuji oleh manusia. Oleh karenanya sikap menyembunyikan sedekah membutuhkan keimanan yang sangat kuat untuk melawan hawa nafsu”. (Fathul Baari, 4/62). Golongan yang kedua adalah seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala ia bersendirian (baik bersendirian secara zahir, maupun bersendirian secara batin) lantas ia pun mengalirkan air matanya.

3. Tidak menyepelekan dosa

Meremehkan dosa dapat membuat dosa tersebut menjadi besar di sisi Allah, ditambah lagi jika terus menerus melakukan dosa walau itu awalnya dosa yang ringan.

Disebutkan hadits dalam Shahih Bukhari,

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan menyangka bahwa itu lebih tipis dari rambut. Namun kami menganggapnya di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sesuatu yang membinasakan.” (HR. Bukhari).

Disebutkan dalam hadits bahwa ia sangka suatu dosa itu lebih tipis dari rambut, itu tanda meremehkan dosa. Padahal sesuatu yang dianggap sepele seperti ini di sisi Allah begitu besar.

Disebutkan dari Ibrahim bin Al Hajjaj dari Mahdi, “Kami menganggapnya sebagai dosa kala bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu Batthol mengatakan,

الْمُحَقَّرَاتُ إِذَا كَثُرَتْ صَارَتْ كِبَارًا مَعَ الْإِصْرَار

“Sesuatu dosa yang dianggap remeh bisa menjadi dosa besar, ditambah lagi jika terus menerus melakukan dosa.”

Abu Ayyub Al Anshori berkata,

إِنَّ الرَّجُل لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَثِقُ بِهَا وَيَنْسَى الْمُحَقَّرَاتِ فَيَلْقَى اللَّهَ وَقَدْ أَحَاطَتْ بِهِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ مِنْهَا مُشْفِقًا حَتَّى يَلْقَى اللَّه آمِنًا

Sesungguhnya seseorang melakukan kebaikan dan terlalu percaya diri dengannya dan meremehkan dosa-dosa, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan ia penuh dengan dosa. Sesungguhnya seseorang melakukan kejeleken dalam keadaan terus merasa bersalah, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan aman.

Wallahu a'lam

Temanggung, 2 November 2022

Ta' Rouf Yusuf

Tiga Amal yang Menyelamatkan Hidup Manusia



Dalam kitab Nasha-ihul Ibad, Syekh Nawawi Al-Bantani menyebutkan tiga hal yang bisa menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.

1. Takut kepada Allah saat dalam kesendirian dan keramaian.

Kesendirian disebutkan lebih dahulu karena ketakwaan kepada Allah saat kesendirian lebih berat.

Saat tak ada orang lain melihatmu, apakah engkau akan tetap berbuat baik? Saat kesempatan berbuat dosa begitu terbuka, apakah engkau memilih takut kepadaNya?

2. Bersikap sederhana pada saat fakir atau pada saat kaya

Bersikap sederhana saat fakir memang tampak lebih mudah. Namun ada orang yang tak bisa sederhana meski tidak punya apa-apa.

Dampaknya ia menghalalkan semua cara demi bisa mendapatkan kesenangan yang diinginkan.

Bisakah engkau bersikap sederhana di saat tak punya apa-apa, dan tetap sederhana di saat kaya?

3. Bersikap adil saat senang dan saat marah

Tetap bersikap adil di saat senang dan saat marah adalah tindakan yang sulit dan berat. Ketika senang orang cenderung berlebihan. Apalagi ketika marah.
Manusia cenderung melewati batas.

Bisakah engkau berlaku adil di saat senang, dan tetap adil di saat marah?

Tuesday 1 November 2022

Amal Yang Paling di Cintai Allah

Di antara amal yang paling di cintai oleh Allah subhanahubwa ta'alla adalah sebagaimana yang disampaikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. 

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ الْوَلِيدُ بْنُ عَيْزَارٍ أَخْبَرَنِي قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي
 
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, ia berkata, Al Walid bin 'Aizar, telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Aku mendengar Abu 'Amr Asy Syaibani berkata, telah mengabarkan kepada kami pemilik rumah ini, sambil menunjuk rumah Abdullah, ia berkata, Aku pernah bertanya kepada Nabi ﷺ, _"Amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda, "Salat tepat pada waktunya." Ia bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Ia bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah." Ia melanjutkan; Beliau telah memberitahukan kepadaku semuanya, sekiranya aku meminta tambahan, niscaya beliau pun akan menambahkan (amalan) lain kepadaku."_ (HR. Bukhari: 5513)

Dalam hadits ini Rasulullah mengabarkan beberapa amalan yang di cintai oleh Allah Subhanahu wa ta'alla :
1. Sholat tepat waktu

Yang dimaksud: “Shalat pada waktunya” adalah shalat di awal waktu, sebagaimana keterangan Ibnu Hajar, dimana beliau menukil keterangan Ibnu Battal ketika menjelaskan hadis di atas:

قال ابن بطال: فيه أن البدار إلى الصلاة في أول وقتها أفضل من التراخي فيه

Ibnu Battal mengatakan, “Dalam hadis ini disimpulkan bahwa menyegerakan shalat di awal waktunya itu lebih afdhal (utama) dari pada menundanya.” (Fathul Bari, 2:9)

Di antara keutamaan sholat jika dilakukan dengan kesungguhan dan pada waktunya adalah :
a. Shalat adalah penyejuk hati dan penghibur jiwa
Shalat merupakan penyejuk hati, penghibur dan penenang jiwa. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

“Dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan dijadikanlah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat.” (HR. An-Nasa’i no. 3391 dan Ahmad 3: 128, shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ

“Wahai Bilal, berdirilah. Nyamankanlah kami dengan mendirikan shalat.” (HR. Abu Dawud no. 4985, shahih)

Shalat adalah dzikir, dan dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala, hati pun menjadi tenang. Shalat adalah interaksi antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Seorang hamba berdiri di hadapan Rabb-nya dengan ketundukan, perendahan diri, bertasbih dengan memuji-Nya, membaca firman Rabb-nya, mengagungkan Allah baik dengan perkataan dan perbuatan, memuji Allah Ta’ala dengan pujian yang memang layak ditujukan untuk diri-Nya, dia meminta kepada Allah Ta’ala berupa kebutuhan dunia dan akhirat.

b. Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar
Jika seorang hamba mendirikan shalat sesuai dengan ketentuan dan petunjuk syariat, maka shalat tersebut akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabuut [29]: 45)

Kemampuan shalat untuk mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar itu sangat tergantung kepada kualitas ibadah shalat yang dilakukan. Minimal, ketika sedang shalat itu sendiri seseorang berhenti dan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena ketika sedang shalat, seseorang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Ada yang selesai shalat kemudian mencuri sandal di masjid, misalnya, karena memang kualitas shalatnya yang buruk sehingga tidak lama selesai shalat, dia kembali lagi melakukan kemungkaran.

c. Shalat sebagai penolong manusia terkait urusan agama dan dunia
Allah Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)

Diriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ، صَلَّى

“Dulu jika ada perkara yang menyusahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mendirikan shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1420, hadits hasan)

d. Pahala dan kebaikan yang besar 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ

“Lima shalat yang telah Allah Ta’ala wajibkan kepada para hamba-Nya. Siapa saja yang mendirikannya dan tidak menyia-nyiakan sedikit pun darinya karena meremehkan haknya, maka dia memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala untuk memasukkannya ke dalam surga. Sedangkan siapa saja yang tidak mendirikannya, dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala. Jika Allah menghendaki, Dia akan Menyiksanya. Dan jika Allah Menghendaki, Allah akan memasukkan ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud no. 1420, An-Nasa’i no. 426 dan Ibnu Majah no. 1401, shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالصَّلَاةُ نُورٌ

“Shalat adalah cahaya.” (HR. Muslim no. 223)

Yaitu cahaya dalam hati, wajah, cahaya di alam kubur dan cahaya pada hari kiamat.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan tentang shalat pada suatu hari, kemudian berkata,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

“Siapa saja yang menjaga shalat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan siapa saja yang tidak menjaga shalat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad 2: 169) 

e. Shalat adalah penggugur atas dosa-dosa kecil dan membersihkan kesalahan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟

“Bagaimana pendapatmu jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau mandi sehari lima kali? Apakah tersisa kotoran di badannya?”

Para sahabat menjawab,

لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ

“Tidak akan tersisa kotoran sedikit pun di badannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا

“Itu adalah permisalan untuk shalat lima waktu. Dengan shalat lima waktu, Allah Ta’ala menghapus dosa-dosa (kecil).” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَاةُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ، مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, adalah penggugur dosa di antara keduanya, selama dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR. Muslim) 

f. Shalat adalah penghubung paling kuat antara hamba dengan Rabb-nya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

“Allah Ta’ala berfirman, “Aku membagi shalat (yaitu surat Al-Fatihah, pent.) untuk-Ku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan untuk hamba-Ku sesuai dengan apa yang dia minta.”

فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memujiku.”

وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku menyanjungku.” (sanjungan yaitu pujian yang berulang-ulang, pent.)

وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Yang menguasai hari pembalasan”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuliakanku.” Dan terkadang Allah berfirman, “Hamba-Ku memasrahkankan urusannya kepada-Ku.”

فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku. Dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”

فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Dan ketika hamba berkata (yang artinya), “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.” (HR. Muslim no. 395)

2. Birrul Walidain

Birrul walidain artinya berbakti kepada orang tua. Birrul walidain adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36)

Diantara keutamaan birrul Walidain adalah :

a. Lebih Utama dari Jihad fi Sabililah

Sebagaimana hadits Abdullah bin Mas’ud yang telah disebutkan. Juga hadits tentang seorang lelaki yang meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi berjihad, beliau bersabda:

أحَيٌّ والِدَاكَ؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِما فَجَاهِدْ

“Apakah orang tuamu masih hidup?”Lelaki tadi menjawab: “Iya.” Nabi bersabda: “Kalau begitu datangilah kedunya dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah.

b. Bersanding dengan perintah mengesakan Allah

Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36).

Hal ini menunjukkan betapa besarnya timbangan pahala birrul Walidain. 

c. Salah satu Pintu Surga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الوالِدُ أوسطُ أبوابِ الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه

“Kedua orangtua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orangtua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian.” (HR Tirmidzi) 

d. Wasilah dalam bertawasul

Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:

“Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orangtua yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orangtuaku sebelum keluargaku.

Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orangtuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka.

Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar.

Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajah-Mu, maka bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya.“ (HR Bukhari-Muslim)

e. Menambah Umur

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rezeki, maka berbaktilah pada orangtua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR Ahmad) 

f. Kunci Keridhoan Allah

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwatakan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

«رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ».

“Ridha Rabb tergantung ridha orangtua, dan murka Allah tergantung murka orangtua.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban) 

3. Jihad di Sabilillah

Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (الجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan karena Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. 

Menurut ar-Raghib al-Ashfahani rahimahullah (wafat th. 425 H), bahwa اَلْـجَهْدُ berarti kesulitan dan اَلْـجُهْدُ berarti kemampuan. Kata jihad ( اَلْـجِهَادُ ) diambil dari kata: جَاهَدَ – يُـجَاهِدُ – جِهَادًا .

Dalam kitab An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (I/319), karya Ibnul Atsir disampaikan bahwa menurut istilah (terminologi), arti jihad adalah:

اَلْـجِهَادُ : مُـحَارَبَةُ الْكُفَّارِ وَهُوَ الْمُغَالَبَةُ وَاسْتِفْرَاغُ مَا فِـيْ الْوُسْعِ وَالطَّاقَةِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ.

“Jihad adalah memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan, baik berupa perkataan atau perbuatan.”

Dikatakan juga:


اَلْـجِهَادُ وَالْمُجَاهَدَةُ: اِسْتِفْرَاغُ الْوُسْعِ فِـيْ مُدَافَعَةِ الْعَدُوِّ.


“Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh.”

Di balik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar.Jihad dapat dimaknai sebagai “qital” atau “perang”, jihad juga dapat dimaknai untuk seluruh perbuatan yang memperjuangkan kebaikan.

Jihad dilakukan sesuai dengan keadaannya. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jhad seperti itu wajib.

Namun jika dalam keadaan damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.

Jihad di sabilillah memiliki beberapa keutamaan di antaranya :

a. Mendapat pahala yang berlipat

Dikatakan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam: Amalan apa yang setara dengan jihad fii sabiilillah? Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berkata: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Para shahabat mengulangi pertanyaan tersebut dua kali atau tiga kali, dan Rasul tetap menjawab: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Kemudian Rasul bersabda pada kali yang ketiga: “Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyu’ dengan (membaca) ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya sampai orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala itu kembali.”

b. Dijanjikan Surga

Allah subhanahuvwa ta'alla berfirman

لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,”(Q.S. An Nisa:95)

c. Mendapat rezeki

Rasullullah shallalhu alaihi wa sallam bersabda:

” Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” la berkata; “Dapatkah kita bertanya tentang hal itu? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ruh-ruh mereka seperti burung hijau yang melebarkan sayapnya di surga mana saja yang ia kehendaki, kemudian ia bernaung di atas lentera yang tergantung di Arasy. Di saat mereka seperti itu, Tuhanmu muncul kepada mereka,

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Mintalah kepadaku apa yang kalian inginkan! Mereka berkata; Tuhan kami! apa yang akan kami minta kepada-Mu, sementara kami sedang melebarkan sayap di surga sesuka hati kami? Ketika mereka melihat bahwa mereka tidak dibiarkan untuk tidak meminta, maka mereka berkata; ‘Kami meminta agar ruh kami dikembalikan kepada jasad kami di dunia, kemudian kami terbunuh kembali di jalan-Mu. Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala melihat bahwa mereka tidak meminta hal lainnya kecuali hal itu, maka mereka ditinggalkan.” (Ibnu Majah: 2791)

d. Diampuni dosanya

Orang yang mati syahid di jalan Allah akan diampuni dosanya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَٰرَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?” 

تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

” (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” 

يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

” Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. .” (Q.S. Ash Shaff:10-12)

e. Diselamatkan dari fitnah dan siksa Kubur

Mereka yang berjihad di jalan Allah akan diselamatkan dari siksa dan fitnah kubur. Sebagaimana sabda Rasul: “Orang yang mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yang besar, dihiasi dengan perhiasan iman, dikawinkan dengan bidadari dan dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya.” (HR. At-Tirmizi no. 1586 dan Ibnu Majah no. 2789)

f. Memberikan syafaat kepada 70 anggota keluarganya

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang mati syahid itu dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan keluarganya.” (HR. Abu Dawud)

Itulah tiga amalan yang di cintai Allah subhanahu wata'alla, semoga Allah memudahkan kita untuk melaksanakanya sehingga mendapatkan kecintaan dari Allah. 

Wallahu alam bi shawab

Ta' Rouf Yusuf

Temanggung, 2 November 2022

Monday 31 October 2022

Siapakah Ahlu Sunnah Wal Jamaah?

Pertanyaan :

Afwan...

Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarokatuh

 

Izin bertanya

Di era akhir zaman ini banyak berkeliaran aliran" dan Ormas" sesat... 🙏

 

Maaf... Siapa dan golongan manakah yang tergolong sesat itu...

 

Bukankah nabi pernah berkata jika kelak umat islam terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali aswaja...

 

Nah, semua golongan itu dengan mudahnya mengaku" aswaja... Padahal mereka itu bagian dari khowarij

 

Siapakah aswaja yang sebenarnya...

 

Jawab :

Waalaikumsallam warohmatullahi wa barakatuh

Kata atau istilah Ahlussunnah wal Jama’ah diambil dari hadis Imam Thabrani sebagai berikut:

افترقت اليهود على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة ، وافترقت النصارى على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة ، وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة، الناجية منها واحدة والباقون هلكى. قيل: ومن الناجية ؟ قال: أهل السنة والجماعة. قيل: وما السنة والجماعة؟ قال: ما انا عليه اليوم و أصحابه

“orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71  atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan.  Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka. Ditanyakan ’Siapakah yang selamat itu?’ Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menjawab, ‘Ahlusunnah wal Jama’ah’. Dan kemudian ditanyakan lagi, ‘apakah assunah wal jama’ah itu?’ Beliau menjawab, ‘Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam  dan diamalkan beserta para sahabat).

 

Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu:

1.     Ahl,  أهل berarti keluarga, golongan, atau pengikut.

2.   Al-Sunnah, السنة  secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhoi).

3.      Al-Jama’ah, الجماعة artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan), lawan kata dari tafarruq(perceraian), dan furqah(perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.

Menurut istilah “sunnah” adalah suatu cara untuk nama yang diridhoi dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam   atau selain dari kalangan orang yang mengerti tentang Islam. Seperti para sahabat Rasulullah. Secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah wal jama’ah golongan yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.

Imam Al-Safarini, seorang ulama madzhab Hanbali dalam kitab, Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyah wa Sawati’ Al-Asrar Al-Atsariyah: Syarah Al-Durrat Al-Madiyah ala Aqaid Al-Firqah Al-Najiyah, hlm. 1/73.

 أهل السنة والجماعة ثلاث فرق : الأثرية : وإمامهم أحمد بن حنبل رحمه الله تعالى. والأشعرية : وإمامهم أبو الحسن الأشعري رحمه الله تعالى. والماتريدية : وإمامهم أبو منصور الماتريدي

“Ahlussunnah Wal Jamaah (secara aqidah) ada tiga golongan yaitu: Al-Atsariyah, imamnya adalah Ahmad bin Hanbal. Al-Asy’ariyah, imamnya Abul Hasan Al-Asy’ari, dan Al-Maturidiyah imamnya Abu Manshur Al-Maturidi.” Aqidah al-atsariyah disebut juga dengan Hanabilah atau ahlul hadits.

Tajuddin Al-Subki, ulama madzhab Syafi’I, juga memasukkan aqidah Al-Atsariyah sebagai bagian dari aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah:  “Ahlussunnah Wal Jamaah semuanya sepakat pada satu aqidah terkait perkara yang wajib, mubah dan mustahil. Walaupun mereka berbeda dalam detail. Secara umum mereka ada tiga golongan. Yaitu, Ahlul hadits yang mendasarkan pada dalil sam’iyah yakni Al Quran, Al-Sunnah dan ijmak. Asy’ariyah dan Hanafiyah yang mendasarkan pada pandangan akal dan pemikiran. Guru Asy’ariyah adalah Abul Hasan Al-Asy’ari sedangkan guru Hanafiyah adalah Abu Manshur Al-Maturidi.”

Hamad Sinan dan Fauzi Anjazi dalam kitab Ahlussunnah Al-Asya’irah Syahadatu Ulama Al-Ummah wa Adillatuhum, hlm. 80.

 أهل السنة والجماعة مصطلح ظهر للدلالة على من كان على منهج السلف الصالح من التمسك بالقرآن والسنن والآثار المروية

عن رسول الله ‘ وعن أصحابه رضوان الله تعالى عليهم، ليتميز عن مذاهب المبتدعة وأهل الأهواء. وإذا أطلق هذا المصطلح في كتب العلماء فالمقصود به الأشاعرة والماتريدية وأصحاب الحديث

Ahlussunnah Wal Jamaah itu mengacu pada manhaj salafus salih yang berpegang pada Al-Quran, sunnah Rasul dan atsar yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para Sahabat untuk membedakan dari madzhab ahli bid’ah dan ahlul ahwa’. Ketika istilah ini disebut dalam kitab-kitab para ulama maka yang dimaksud adalah Asy’ariah, Maturidiyah dan Ahli Hadits (atau Atsariyah).

Menurut Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya  Ziyadah at-Ta’liqat, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah :

أما أهل السنة فهم أهل التفسير و الحديث و الفقه فإنهم المهتدون المتمسكون بسنة النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء بعده الراشدين وهم الطاءفة الناجية قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون و المالكيون والحنبليون

“Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat. Ulama mengatakan : Sungguh kelompok tersaebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat yaitu madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.”

Jadi dapat kita simpulkan dari pembahasan di atas bahwa ahlu sunnah wal Jamaah adalah kaum muslimin yang ber aqidah Asy'ariyah, Maturidiyah dan Atsariyah serta ber madzhab fiqih yang empat. Ahlussunnah Wal Jamaah adalah golongan pengikut setia ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya. Hal ini tercermin dari sifat-sifat mereka dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

1. Ahlussunnah Selalu Memelihara Jamaah

Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah bertugas untuk memelihara keutuhan umat Islam. Mereka menempuh jalan tersebut sesuai dengan syari’at Allah Subhanahu wa ta’alla.

2. Bersikap Tasamuh

Mereka tidak hanya menghargai perbedaan dan cinta damai terhadap sesama Muslim, tetapi juga kepada non-muslim yang tidak berbuat zalim. Ahlussunnah senantiasa menghargai perbedaan dalam masalah mazhab fikih dan mazhab aqidah.

3. Bersikap Tawassuth

At-Tawassuth artinya di tengah-tengah, tidak ekstrim kiri maupun kanan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 143 yang artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) 'umat pertengahan' agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

4. Tawazun atau Seimbang

Ahlussunnah Wal Jamaah seimbang dalam segala hal, termasuk penggunaan dalil aqli (berasal dari akal pikiran yang rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Alquran dan hadits). Hal ini sesuai firman Allah dalam surat Al Hadid ayat 25:

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.”

5. Ahlussunnah Selalu Bersikap I’tidal

Bersikap i’tidal artinya tegak lurus, senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan. Inilah tugas manusia yang diperintahkan Allah Subhanahu wa ta’alla.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Maidah ayat 8)

Jadi ketika kita ingin mengenal golongan yang selamat ini maka mari kita kenali dari ciri-ciri keseharianya.

Wallahua’lam

Temanggung, 1 November 2022

Ta’ Rouf Yusuf

 

 


Sunday 30 October 2022

Sifat Penghuni Surga dan Neraka

Pertanyaan
Assalamualaikum
Ustdz ana mau nnya ada brapa sifat penghuni surga dan neraka dan apa saja

Jawab

Beberapa ulama mensarikan ada beberapa sifat penghuni surga, mereka berbeda-beda pendapat terkait jumlah sifat-sifat penghuni surga dan Neraka. Kami coba sampaikan beberapa diantaranya. Sifat Penghuni Surga di antaranya:

1. Beriman dan Beramal Saleh

Sifat penghuni surga yang pertama adalah beriman dan beramal saleh. Mereka itulah orang-orang yang akan menghuni surga dan kekal di dalamnya. Ha ini disebutkan dalam surah al-A’raf [7] ayat 42 yang berbunyi:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَآ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٤٢

Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan kebajikan, Kami tidak akan membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Mereka itulah penghuni surga; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-A’raf [7] ayat 42).

2. Muhsin

Sifat penghuni surga yang kedua adalah Muhsin atau orang yang baik dan berbuat kebaikan. Hal ini diterangkan dalam surah Yunus [10] ayat 26 yang berbunyi:

۞ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوا الْحُسْنٰى وَزِيَادَةٌ ۗوَلَا يَرْهَقُ وُجُوْهَهُمْ قَتَرٌ وَّلَا ذِلَّةٌ ۗاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٦

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus [10] ayat 26).

3. Merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'alla

Sifat penghuni surga yang ketiga adalah merendahkan diri kepada Allah subhanahuwata'alla. Sifat ini disebutkan dalam surah Hud [11] ayat 23 yang berbunyi:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَخْبَتُوْٓا اِلٰى رَبِّهِمْۙ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٣

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan merendahkan diri kepada Tuhan, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Hud [11] ayat 23).

4. Bertobat Dari Kesalahan

Sifat penghuni surga yang keempat adalah bertobat dari segala kesalahan. Melalui pertobatan tersebut, Allah subhabahu wa ta'alla dengan rahmat-Nya akan mengampuni semua kesalahan dan dosa-dosa. Hal ini disyaratkan dalam surah al-Ahqaf [46] ayat 16 yang berbunyi:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ اَحْسَنَ مَا عَمِلُوْا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّاٰتِهِمْ فِيْٓ اَصْحٰبِ الْجَنَّةِۗ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ ١٦

Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan dan (orang-orang) yang Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf [46] ayat 16).

5. Istikamah

Sifat penghuni surga yang kelima adalah Istikamah, yakni orang-orang yang konsisten dalam kebaikan dan senantiasa mengupayakannya. Hal ini Allah firmankan dalam surah al-Ahqaf [46] ayat 13-14 yang berbunyi:

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ ١٣ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۚ جَزَاۤءً ۢبِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ١٤

Sesungguhnya orang-orang yang  berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istikamah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati. Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf [46] ayat 13-14).

6. Sabar dan Tawakal

Sifat penghuni surga yang keenam ialah sabar dan tawakal terhadap berbagai masalah yang dihadapi seraya berusaha menyelesaikannya. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah – sering – mengeluh terhadap takdir Allah subhanahu wa ta'lla dan senantiasa menghadapi dengan lapang dada apa yang ada di depan mereka, baik nikmat maupun cobaan. Hal ini disebutkan dalam surah al-Ankabut [29] ayat 58-59 yang berbunyi:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُبَوِّئَنَّهُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ غُرَفًا تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ نِعْمَ اَجْرُ الْعٰمِلِيْنَۖ ٥٨ الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ ٥٩

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sungguh, mereka akan Kami tempatkan pada tempat-tempat yang tinggi (di dalam surga), yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang berbuat kebajikan, (yaitu) orang-orang yang bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya.” (QS. Al-Ankabut [29] ayat 58-59).

7. Ikhlas (Mukhlis)

Sifat penghuni surga yang ketujuh ialah ikhlas, yakni orang-orang yang mengesakan Allah subhanahu wa ta'alla dan hanya mengharap rida-Nya dalam beramal, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial. Dalam konteks ini, Allah subhanahu wataalla adalah satu-satunya tujuan utama dalam hidup mereka, sedangkan hal lain seperti harta, tahta, pasangan dan anak adalah wasilah penghubung dengan-Nya.

Allah subhanahu wa ta'alla berfirman dalam surah as-Saffat [37] ayat 40-43 yang berbunyi:

اِلَّا عِبَادَ اللّٰهِ الْمُخْلَصِيْنَ ٤٠ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَّعْلُوْمٌۙ ٤١ فَوَاكِهُ ۚوَهُمْ مُّكْرَمُوْنَۙ ٤٢ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِۙ ٤٣

Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa), mereka itu memperoleh rezeki yang sudah ditentukan, (yaitu) buah-buahan. Dan mereka orang yang dimuliakan, di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS. As-Saffat [37] ayat 40-43).


Sedangkan Sifat Ahli Neraka disebutkan dalam Surat Qaff ayat 23-24, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقَالَ قَرِينُهُۥ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ ٢٣ أَلۡقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ ٢٤ مَّنَّاعٍ لِّلۡخَيۡرِ مُعۡتَدٍ مُّرِيبٍ ٢٥ ٱلَّذِي جَعَلَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَأَلۡقِيَاهُ فِي ٱلۡعَذَابِ ٱلشَّدِيدِ ٢٦

Dan (malaikat) yang menyertainya berkata, Inilah (catatan perbuatan) yang ada padaku. (Allah berfirman), ‘Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka Jahanam semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat enggan melakukan kebaikan, melampaui batas dan bersikap ragu-ragu, yang mempersekutukan Allah dengan tuhan lain, maka lemparkanlah dia ke dalam azab yang keras.’” (Qaf: 23—26)

Pada firman Allah subhanahu wa ta’ala tersebut terdapat enam sifat yang akan membuat seseorang dilemparkan ke dalam Jahanam, yaitu:

1. Orang yang sangat ingkar.

Mereka adalah orang yang sangat kafir, yang mengerjakan berbagai kekafiran, baik berupa perbuatan maupun ucapan. Demikian pula orang yang kekafiran itu telah menguat dalam kalbunya.

2. Keras kepala

Mereka adalah orang yang membangkang terhadap kebenaran dan melawannya dengan kebatilan, padahal ia mengetahui kebenaran tersebut.

3. Enggan melakukan kebaikan. 

Seolah-olah dia justru hendak mencari segala kebajikan agar dia bisa menghalanginya, menghalangi manusia dari amal kebajikan. Keburukan terbesarnya adalah menghalangi mereka untuk beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat-Nya, Kitab-kitabNya dan Rasul-rasulnya; serta menghalangi seseorang untuk mendakwahi mereka.

4. Melampaui batas

Mereka melanggar batas-batas hukum Allah subhanahu wa ta’ala dan melanggar hak-hak makhluk sehingga berbuat jahat kepada mereka. Dia tidak hanya menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan, tetapi juga berbuat jahat terhadapnya.

5. Ragu-ragu

Tertanam dalam dirinya keraguan. Demikian juga, ia membuat orang lain menjadi ragu, baik ragu akan janji Allah subhanahu wa ta’ala maupun ancaman-Nya, sehingga tidak ada lagi keimanan dan kebaikan pada dirinya. 

6. Syirik

Ini mencakup semua orang yang menghambakan diri dan menghinakan diri kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.

Di dalam hadits juga di sebutkan Dari Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ عُنُقٌ مِنَ النَّارِ يَتَكَلَّمُ يَقُوْلُ: وُكِلْتُ الْيَوْمَ بِثَلَاثَةٍ؛ بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيْدٍ، وَمَنْ جَعَلَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ، فَتَنْطَوِي عَلَيْهِمْ فَتَقْذِفُهُمْ فِيْ غَمَرَاتِ جَهَنَّمِ

“Ada sebuah leher yang keluar dari neraka, Ia bisa berbicara. Ia pun berkata,

‘Pada hari ini aku diperintahi (untuk menyiksa) tiga golongan manusia: (1) setiap orang yang sombong lagi membangkang, (2) orang yang mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, dan (3) setiap orang yang membunuh sebuah jiwa bukan karena qishash.’Leher itu pun melilit mereka dan melemparkan mereka ke dalam dahsyatnya azab Jahanam. (HR. Ahmad ) 

Wallahu a'lam

Temanggung, 31 Oktober 2022

TRY


Kanzul Jannah

 Assalamualaikum

Afwan,mau izin beratanya:
1. "apa yg dimaksud dengan kanzul Jannah?
2.  Klw kalimat khofifatan itu seperti apa...
3. Adakah doa khusus ngak agar kita masuk surga?
Terimah 🙏🙏

Jawab :

Waalaikimsallam 
1. Ada beberapa hadits terkait dengan kanzul janaah ( perbendaharaan surga) 

Nabi saw bersabda,

 أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ 

“Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu kalimat yang termasuk salah satu dari perbendaharaan harta surga? Yaitu; Laa haula walaa quwwata illaa billah' (Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan AIIah)." (HR. Bukhari)

 أَكْثِرْ مِنْ قَوْلِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ 

“Perbanyaklah mengucapkan Laa haula walaa quwwata illa billahi (tidak ada daya dan upaya melainkan milik Allah), karena ia merupakan perbendaharaan surga." (HR. Tirmizi)
Ada juga yang mengatakan bahwa kanzul jannah adalah julukan lain dari azazil disamping sayidul malaikat

2. Kalimat khofifatan adalah kalimat yang ringan 

Sebagaimana dalam hadits disebutkan

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظيم


"Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat di timbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu "Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil 'azhim" (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR Bukhari No 6682 dan Muslim No 2694).

3. Salah satu doa yang di riwayat kan oleh Imam Ahmad dalam musnad nya adalah satu hadits dari Nabi shalalahu alaihi wa sallam

إذا صليتَ الصبح فقل قبل أن تكلم أحداً من الناس ” اللهم أجرني من النار سبع مرات ” فإنك إن متَّ مِن يومك ذلك كتب الله لك جواراً مِن النار ، وإذا صليت المغرب فقل قبل أن تكلم أحداً من الناس اللهم أجرني من النار” سبع مرات فإنك إن متَّ مِن ليلتك كتب الله عز وجل لك جواراً مِن النَّار

”Apabila kamu selesai shalat subuh, becalah doa berikut sebelum kamu berbicara dengan orang lain: ’Allahumma aajirnii minan naar’ 7 kali. Jika pada hari itu kamu mati maka Allah akan menetapkan bahwa kamu jauh dari neraka. Jika kamu selesai shalat maghrib, ucapkanlah doa ini sebelum kamu berbicara dengan orang lain: ’Allahumma aajirnii minan naar’ 7 kali. Jika malam itu kamu mati, maka Allah tetapkan bahwa kamu jauh dari neraka.”
(HR Ahmad, Abu Dawud) 

Namun hadits di atas ada beberapa yang menilai hadits lemah. Namun ada riwayat lain yang shahih diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَتِ الْجَنَّةُ: اللَّهُمَّ أَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ اسْتَجَارَ مِنَ النَّارِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَتِ النَّارُ: اللَّهُمَّ أَجِرْهُ مِنَ النَّارِ

”Siapa yang meminta surga 3 kali, maka surga akan berkata: ’Ya Allah, masukkanlah dia ke dalam surga.’ Dan siapa yang memohon perlindungan dari neraka 3 kali, maka neraka akan berkata: ’Ya Allah, lindungilah dia dari neraka.” (HR. Ahmad 12585, Nasai 5521, Turmudzi 2572)

wallahu a'lam bI shawab

Hukum Sholat menggunakan Sajadah

Pertanyaan
Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh...
Bismillah... Afwan izin bertanya... Apa hukum pemakaian sajadah dalam sholat... Seberapa pentingkah... Dan andai tidak memakai sajadah apa hukumnya... Apa saja faedah jika kita sholat dengan ber sajadah... Dan jika tidak memakai sajadah... Lantas apa saja yang bisa digunakan sebagai penggantinya🙏🙏
Syukron... Baarokallohu fiikum

Jawab :
Waalaikimsallam

Ibnu Taimiyah menyatakan kebolehan sholat di atas sajadah dalam Majmu' Fatawa

Ibnu Taimiyah berkata,

وَإِذَا ثَبَتَ جَوَازُ الصَّلَاةِ عَلَى مَا يُفْرَشُ – بِالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ – عُلِمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَمْنَعْهُمْ أَنْ يَتَّخِذُوا شَيْئًا يَسْجُدُونَ عَلَيْهِ يَتَّقُونَ بِهِ الْحَرَّ

“Jika ketetapan yang menyatakan bolehnya shalat di atas alas -hal ini berdasarkan As Sunnah dan Ijma’ (kesepakatan para ulama), maka diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang shalat di atas alas untuk menghalangi dari panas.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 175).

Diantara dalil kebolehannya adalah sebagaimana ditemukan dalam Sunan Abu Dawud no 656

ﻗﺎﻟﺖ ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ ﺑﻨﺖ اﻟﺤﺎﺭﺙ : ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ «ﻳﺼﻠﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﺣﺬاءﻩ ﻭﺃﻧﺎ ﺣﺎﺋﺾ ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺃﺻﺎﺑﻨﻲ ﺛﻮﺑﻪ ﺇﺫا ﺳﺠﺪ ﻭﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻋﻠﻰ اﻟﺨﻤﺮﺓ»

Maimunah binti Harits berkata bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam shalat dan saya berada di dekatnya. Terkadang pakaian Nabi menyentuh saya saat beliau sujud. Nabi shalat di atas kain selendang. ( HR Abu Dawud) 

Dalam Sunan Abu Dawud no 658 Abu Dawud meriwayatkan hal berikut: 


ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ «ﻛﺎﻥ ﻳﺰﻭﺭ ﺃﻡ ﺳﻠﻴﻢ ﻓﺘﺪﺭﻛﻪ اﻟﺼﻼﺓ ﺃﺣﻴﺎﻧﺎ ﻓﻴﺼﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺑﺴﺎﻁ ﻟﻨﺎ» ﻭﻫﻮ ﺣﺼﻴﺮ ﻧﻨﻀﺤﻪ ﺑﺎﻟﻤﺎء

Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mendatangi Ummu Sulaim. Kadang bersamaan dengan waktu shalat. Nabi shalat di atas tikar kami. Yaitu tikar yang kami basahi dengan air (dibersihkan dengan air).( HR Abu Dawud) 

Namun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah sholat tanpa alas. 


وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: (سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الصَّلَاةِ) (فَقَالَ لَهُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا تَوَضَّأتَ فَخَلِّلْ أَصَابِعَ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ) وَفِي رِوَايَةٍ: (اجْعَلْ الْمَاءَ بَيْنَ أَصَابِعِ يَدَيْكَ وَرِجْلَيْكَ) (وَإِذَا رَكَعْتَ فَضَعْ كَفَّيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ حَتَّى تَطْمَئِنَّ, وَإِذَا سَجَدْتَ فَأَمْكِنْ جَبْهَتَكَ مِنْ الْأَرْضِ, حَتَّى تَجِدَ حَجْمَ الْأَرْضِ)

Ibnu Abbas ra. berkata: (Seorang bertanya Nabi dalam masalah shalat) (Lalu Nabi saw. bersabda: Jika anda wudhu, selah selahilah antar jari-jari tangan dan kakimu). Dalam riwayat lain: (Jadikan air pada jemari tangan dan kakimu) (Jika anda ruku’, maka letakkan kedua telapak tanganmu pada lutut hingga tumakninah, dan jika anda sujud, maka letak-kan dahimu pada bumi dengan mantap, sehingga anda merasakan kadar bumi). ( Hr. Hakim: 648; Tirmidzi: 39; Ibnu Majah: 447; Ahmad: 2604) 

Imam Nawawi memberikan keterangan dalam Kitab Syarah Nawawi 'ala Shahih Muslim sebagai berikut:

قوله : ( فرأيته يصلي على حصير يسجد ) فيه دليل على جواز الصلاة على شيء يحول بينه وبين الأرض من ثوب وحصير وصوف وشعر وغير ذلك ، وسواء نبت من الأرض أم لا . وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور ، وقال القاضي - رحمه الله تعالى - : أما ما نبت من الأرض فلا كراهة فيه ، وأما البسط واللبود وغيرها مما ليس من نبات الأرض فتصح الصلاة فيه بالإجماع ، لكن الأرض أفضل منه إلا لحاجة حر أو برد أو نحوهما ، لأن الصلاة سرها التواضع والخضوع

"Perkataan Abu Sai'd Al Khudri : (Kemudian kulihat Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersujud di atas tikar). Dalam hadits terdapat dalil bolehnya shalat diatas sesuatu yang menghalangi diantara orang yang shalat dengan tanah, baik penghalangnya berupa baju, tikar, bulu maupun selain itu, baik penghalangnya tersebut adalah sesuatu yang tumbuh dari tanah maupun tidak. Ini adalah madzhab kami (Syafi'iyah) dan madzhab Jumhur Ulama'. Al-Qodhi berkata : adapun shalat diatas sesuatu yang tumbuh dari tanah maka tidak makruh, adapun menggelar sajadah, karung dan selain keduanya dari sesuatu yang tidak tumbuh di tanah maka sholatnya sah secara ijma', tetapi shalat langsung diatas tanah tanpa alas lebih utama daripada hal itu kecuali jika ada hajat misalnya karena panas atau dingin atas selain keduanya, karena shalat rahasianya adalah tawadhu' dan khudhu"

Dari keterangan Imam Nawawi di atas bisa kita simpulkan bahwa Shalat di atas tanah adalah lebih utama jika tanah tersebut suci dari najis. Namun demikian Shalat dengan menggunakan alas seperti sajadah, tikar, kain, dan sebagainya tetap sah. Namun jika shalat langsung di atas tanah menyebabkan kita kepanasan dan kedinginan, maka shalatlah kita menggunakan alas seperti sajadah dan sebagainya.

Wallahu a'lam

Temanggung, 31 Oktober 2022

TRY

Penentuan Awal Ramadahan

Assalamu'alaikum ijin bertanya ketika memasuki bulan Ramadhan seringkali terjadi perbedaan penentuan Awal Ramadhan. Bagaiman...